Part 100

8K 628 78
                                    

" Ayo Ayah kita keluar, ndak di lumah saja." Taya terus merengek sedari tadi.

Ia sudah merasa sangat bosan. Biasanya sabtu minggu Taya dan ayahnya pergi berenang, namun sekarang mereka tidak bisa pergi berenang.

" Kita di rumah saja dulu yah nak. Belum boleh keluar dulu sekarang." jelas Byakta berusaha sabar.

Taya dengan mode bosan seperti ini menguji kesabaran orangtuanya. Cerewet sekali dan terlihat rusuh.

" Kenapa?" tanyanya tak sabaran.

" Karena ada wabah di Indonesia, jadi untuk mengurangi penyebaran wabahnya kita sebaiknya berdiam diri di rumah."

" Kenapa?"

" Karena ada wabah virus jadi kita belum bisa berenang."

" Taya bisa belenang kok." protesnya kemudian walaupu  tak sesuai konteks penjelasan ayahnya.

" Iya Abang bisa berenang. Tapi tempat renangnya tutup."

" Kenapa tutup?" tanyanya lagi tak habis-habis.

" Tutup karena ada virus corona Bang."

" Ail ndak ada?" tanya lagi.

Jika orang lain yang bertanya seperti ini, Byakta mungkin akan merasa kesal. Namun karena putranya yang bertanya yang bisa Byakta lakukan adalah bersabar.

Baheera juga tidak membantu sama sekali. Membiarkan Byakta menjelaskan seorang diri. Tidak kompak sekali.

 " Ada Bang. Tapi kita nggak boleh berenang. Soalnya virusnya jahat."

" Jahat? Bikin sakit?" Taya terlihat berminat mendengarkan ayahnya.

Byakta sendiri tidak yakin jika Taya paham mengenai ini. Tugasnya sebagai orangtua adalah berusaha menjelaskan dengan bahasa yang dipahami oleh Taya.

" Iya, bikin uhuk uhuk. Badan panas. Emm Nggak bisa bernapas dengan baik. Makanya kita menghindari itu. Kita jadi kurangin keluar rumah. Taya sama Mama di rumah terus kan?"

" Bisa uhuk uhuk yah. Panas juga. Sakit kepala?" Taya mengulang kembali penjelasan ayahnya dengan sok dewasa. " Ndak boleh kelual nih?" tanyanya lagi memastikan.

" Iya nggak boleh keluar. Tanya Mama tuh, Mama juga di rumah aja."

" Ayah kemalin kelja." protes Taya lagi.

Byakta kehabisan kata-kata, ditambah Baheera menahan Tawa akan protes putra mereka.

" Kantor Ayah nggak libur."

" Belalti boleh kelual. Ndak semua olang tuh."

Pintar sekali bocah gembul itu protes.

" Kalau tidak penting sebaiknya di rumah aja loh Bang. Istirahat. Kita bisa main sama-sama. Nah kalau Ayah harus kerja karena belum boleh libur sama bosnya Ayah."

Baheera mengambil alih situasi. Melihat suaminya kehabisan kata-kata membuatnya harus memberi penjelasan kepada Taya.

" Abang mau main keluar kemana memangnya?" Tanya Baheera lagi. Sedari tadi bocah gembul itu hanya rusuh ingin keluar. Tidak bilang mau kemana.

" Main ke Mall. Pelgi belenang. Main sepeda depan sana. Jajan es klim juga."

Taya menyebutkan apa saja yang ia ingin lakulan hari ini.

" Emm kita buat es buah aja mau? Atau Abang cari cacing aja gih sama Ayah di belakang. Nanti Mama bolehin pelihara. Kalau sekarang harus sabar dulu yah, belum boleh keluar."

Mendengar penjelasan mamanya tak serta merta membuat Taya senang.

Intinya tidak boleh keluar.

Itu tidak seru sama sekali.

" Sampai kapan vilusnya?"

Sepertinya Taya sudah pasrah. Mau memaksa juga tidak bisa. Soalnya kalau pergi sendiri Taya tak tahu jalan.

Takut hilang nanti.

" Abang berdoa yah biar virusnya cepat hilang dari Indonesia. Kita bisa kemana-mana lagi tanpa cemas."

" Ayah sama Mama beldoa juga?"

Taya menatap orangtuanya bergantian,  dengan binar rasa ingin tahu.

" Iya dong. Ayah sama Mama berdoa untuk kita semua. Untuk Indonesia." timpal Byakta.

" Jadi Abang mau ngapain nih?"

" Cali cacing sama Ayah.. Ayoo Ayah...."

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang