Part 67

6.8K 610 45
                                    

" Mama ada hantu."

Baheera merasa bingung, tumben sekali Nataya bertanya seperti ini. Belum lagi matanya berbinar jahil.

" Hantu apaan?" gemas Baheera dengan putra gembulnya itu.

Taya hanya tersenyum senang, berhasil menggoda Mamanya.

" Hantu Mama. Selam selam itu." aku Taya sungguh sunggu. Tidak lupa mimik wajah yang di buat serius.

" Nggak apa-apa. Kan Mama nggak lihat. Jadi nggak seram kok."

" Mama ndak takut?" tanya Taya penuh rasa ingin tahu.

" Nggak dong. Kan hantunya nggak terlihat. Terus kan nggak sama seperti kita." jelas Baheera lagi.

Tumben sekali bocah gembul itu tiba-tiba tertarik menggoda Mamanya seperti ini. Lagi pula sekarang masih terang, bukan waktu yang pas untuk menakuti Mamanya.

" Taya ndak takut tuh." akunya bangga.

Super percaya diri sekali bocah gembul ini.

" Benar yah?"

" Benal kok. Ndak takut."

" Kalau gitu nanti malam bobo sendiri yah. Baca ceritanya pas sore saja." putus Baheera iseng. Ia tahu sekali alasan putranya itu, bukan takut dengan hantu alasan utamanya.

" Ndak mau... Ndak yah Mama.." jawabnya cepat, tentu saja tidak menyukai ide tersebut.

Taya tidak terima, Mamanya suka memutuskan sendiri. Padahal kan Taya tidak setuju.

" Katanya nggak takut. Kok bobo sendiri nggak mau."

" Mama juga." protes Taya cepat.

Gengsinya Taya itu tinggi sekali, mungkin setinggi pohon mangga di rumah Necannya.

" Mama kenapa?" heran Baheera tak terima dengan tuduhan putranya.

" Itu, itu emm Mama, itu Mama bolo baleng Ayah. Ndak bobo sendili. Mama takut yah?"

Taya memincingkan matanya curiga, Mamanya suka tidak mau mengakui kalau takut.

Baheera yang mendengar ucapan putra tergelak geli. Ia seakan lupa dengan fakta tersebut.

Pintar sekali Nataya mencari alasan.

" Bukan takut. Mama kan istrinya Ayah, jadi memang tidurnya sama Ayah."

" Taya ndak istli Ayah?" tanyanya polos ingin tahu.

Astaga, Baheera tidak bisa menahan tawanya mendengar pertanyaan putranya. Seharusnya Baheera menjelaskan konsep berkeluarga secara sederhana kepada putranya. Agar Taya bisa memahami dan tidak melontarkan pertanyaan seperti itu.

" Jadi, Mama sama Ayah menikah. Setelah menikah, Mama bisa di sebut sebagai istrinya Ayah, dan Ayah itu suaminya Mama. Lalu kalau Taya itu anaknya Mama sama Ayah."

Baheera berusaha semampunya menjelaskan ini dengan bahasa yang di pahami Nataya.

Mungkin nanti ia perlu memberikan penjelasan lebih lanjut.

" Ndak istli ndak bobo baleng." simpulnya sok tahu.

Baheera gemas sekali, ia harus sabar menjelaskan perkara ini nanti pada putranya agar tidak salah paham begini.

" Bukan. Aduh Mama gemas nih sama kamu. Dan ini kenapa juga yah dari bahas hantu sampai istri begini."

" Mama bilang bilang istli." Bocah gembul mengerucutkan bibirnya sebal, ia tak mau disalahkan Mamanya.

" Iya, iya. Mama tadi yang bilang itu."
Baheera mengalah. Kalau mau lanjut lagi berdebat ia yakin putranya akan menangis karena kesal.

Tentu saja Baheera tak butuh drama lanjutan dari putranya di siang hari tenang miliknya ini.

" Hu'um. Mama takut, bobo baleng Ayah." simpulnya lagi.

Taya menganggukkan kepalanya sok tahu. Belum lagi Taya ekspresi menyebalkan ke Mamanya.

" Bukan gitu yah. Yaallah, gemas Mama sama kamu. Aduh, itu jangan kasih ekspresi gitu. Mama makan nih."

Baheera tidak bisa menahan dirinya untuk tidak merasa sebal kepada putranya, namun disisi lain ia juga gemas.

Cara mengisi hari dengan warna, tak lupa drama antara ibu dan anak.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang