Part 105

7.4K 611 33
                                    

" Abang, Ayah udahan dulu yah, nanti lagi di sambung."

Baheera memanggil Byakta dan Taya agar segera  berhenti mewarnai halaman belakang rumah. Taya sudah menagih janji ayahnya untuk mewarnai ketika ia membuka mata.

' Gambal gambal belakang lumah.' Kalimat pertama yang Taya ucapkan ketika ia bangun tadi pagi.

Proses mewarnai tidak semudah itu, ayah dan anak itu memilih melakukan hal yang merepotkan dan membutuhkan waktu daripada memilih hal yang simpel dan mudah.

Sedari pagi mereka sudah menghabiskan satu rol lakban hitam untuk membuat pola di atas paving blok.

Kegiatan membuat pola saja menghabiskan waktu lama.

" Makan siang dulu yuk, nanti dilanjut lagi."

" Belum mewalnai Mama..." tolak Taya cepat, ia masih sibuk menempel lakban bersama ayahnya.

" Iya, Mama tahu. Tapi sekarang makan siang dulu yuk. Nanti lagi mewarnainya." jelas Baheera lembut, bocah gembul itu kalau dipaksa yang ada ia akan drama.

" Ayah juga lapar nih, sudah siang. Panas juga, Abang haus nggka?"

Byakta menyudahi kegiatannya, ikut membujuk Taya agar mereka istirahat sejenak.

" Hauss. Minum......"

Taya berlari memasuki dapur rumah, membuka kulkas dengan cepat. Tujuannya tentu saja bukan untuk minum seperti yang ia teriakan tadi, tapi Taya ingin mendinginkan tubuhnya yang terkena matahari dengan dinginnya suhu kulkas rumah.

" Abang sudah minum?"

Byakta dan Baheera yang menyusul masuk menggeleng pasrah melihat kelakuan Taya. Mereka hafal sekali dengan kelakuan Taya yang hobi membuka kulkas hanya untuk merasakan sensasi dingin.

" Beluummmmmm...."

" Kulkas tutup yuk, ini minum dulu." Baheera memberikan gelas berisi air putih kearah Taya dan meminta putranya menutup kulkas.

" Brrrr dingin. Mau masuk sini saja." celetuk Taya kemudian, tak benar benar ingin masuk hanya iseng saja berbicara seperti itu.

" Maam cepat yuk Ayah. Kita belum mewalnai..." pintanya kemudian.

Akhirnya Taya beranjak juga dari depan kulkas, kaki mungilnya melangkah menuju meja makan dan menghampiri ayahnya yang sudah mulai menyendok makanan.

" Istirahat dulu yah Bang. Ini kita makan siang dulu yah. Emang Abang nggak capek?"

Jujur saja punggung Byakta rasanya sakit sekali, pinggangnya juga terasa mau copot karena terlalu lama jongkok.

Niat awalnya hanya membantu Taya membuat pola, lalu sisanya membiarkan Taya berkreasi sendiri dengan warna.

" Ndak dong. Taya happy main sama Ayah. Ayah ndak kelja Yaiiii......"

Mendapati ayahnya ada rumah Taya tentu saja senang, waktu bermainnya jadi lebih banyak.

Biasanya jika bersama mamanya, Taya jarang bermain yang melakukan aktivitas fisik berlebihan. Beda jika sudah bersama ayahnya Taya senang karena bisa menyalurkan energinya dengan tepat.

" Ayah juga happy main sama Abang. Sekarang Abang habiskan makan dulu, lalu istirahat sebentar. Nanti kita lanjut lagi yah. Punggung Ayah rasanya mau copot."

" Punggungnya lepas?"

Sepertinya Taya salah fokus dengan penjelasan ayahnya.

" Bukan, bukan, nggak lepas kok. Maksud Ayah itu capek saja. Nanti istirahat sebentar nanti hilang deh capeknnya."

Byakta buru-buru memberikan penjelasan. Tak mau Taya salah paham dan menjadikan ini sebagai informasi tambahan yang berguna menurutnya nanti.

" Eummm... Oke..."

Respon Taya seperti itu membuat Baheera dan Byakta saling melirik gemas. Putra mereka selalu punya cara membuat orangtunya takjub.

" Emmm enak... Mau maam cepat. Ayah istilahat. Nanti mewalnai lagi."

" Iya, Abang makannya pelan-pelan aja." tegur Baheera mendapati Taya menyuapkan makanannya terlalu banyak.

Taya menghabiskan makannya dengan cepat, kemudian tubuh gembul itu kesusahan turun dari kursi yang tinggi. Tentu saja Byakta langsung sigap membantu.

" Ayo Ayah kita mewalnai. Taya sudah istilahat." ajaknya semangat.

Apaan bocah gembul itu, gayanya saja meminta ayahnya istirahat tapi begitu ia selesai makan malah meminta mewarnai segera.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang