Part 38

7.9K 540 23
                                    

" Abang, pakaian sama mainan Abang boleh di kasih orang, kita sumbangin ke orang yang lebih membutuhkan?"

Baheera mengajak putranya berdiskusi di meja makan pagi ini. Diskusi ala ala yang tak formal dan tak tentu arah. Yang jelas yang bisa dipahami anak usia tiga tahun.

" Ndak boleh." jawabnya cepat.

Otak polosnya sudah bisa membayangkan jika ia tidak memiliki mainan lagi. Tidak bisa main Dino lagi.

Taya nggak suka.

" Kenapa?"

Mungkin Baheera salah memilih kata dan menyusun kalimat.

" Nanti Taya ndak punya baju. Ndak boleh. Taya mau Dino semua."

Bocah gembul itu tak bergeming dari duduknya. Wajahnya cemberut tak suka. Makanan di depannya pun diacak-acak dijadikan mainan.

" Makan yang baik. Makanan tidak boleh buat mainan seperti itu." tegur Baheera lembut.

" Nggak kasih semua kok. Pakaian Abang banyak loh, penuh lemari. Terus mainan juga banyak. Kan tidak dipakai semua atau di mainin semua kan?"

" Kenapa kasi olang? Ndak ada mainan?"

" Nggak punya. Kasian sekali loh. Nggak ada Ayah sama Mama yang beliin pakaian atau mainan." jelas Baheera dengan mimik wajah sedih.

" Kenapa ndak punya Mama sama Ayah? Taya punya." tanyanya polos.

Atensi bocah itu tidak sepenuhnya ke mamanya. Tangannya masih saja bergerak sana sini di meja makan.

" Iya, Abang ada Mama sama Ayah. Terus juga ada Kasan sama Nesan. Anteu Balqis juga. Lalu Taya juga punya Ami sama Ama." jelas Baheera mengabsen keluarga inti mereka. Jadi karena banyak yang sayang sama Abang, Abang juga harus sayang sama orang lain. Kalau punya banyak boleh bagi kan. Tidak boleh pelit bukan?"

" Huum.. ndak pelit. Halus bagi banyak banyak." ujarnya imut sambil menganggukan kepalanya.

" Jadi pakaian dan mainan Abang boleh di sumbangin?"

" Ndak sumbangin kok."

" Tadi bilangnya mau bagi banyak banyak loh Bang?" gemas Baheera.

" Taya bagi banyak banyak Mama. Ndak sumbangin."

Taya bingung melihat ekspresi mamanya yang gemas begitu. Bocah gembul itu merasa ia benar kok. Mamanya saja yang salah paham.

" Yaallah Bang! Iya, maksud Mama kita pilih mainan sama pakaian yang masih bagus tapi sudah nggak di pakai  lagi sama Abang. Kita kasih orang yang nggak punya Mama sama Ayah." jelas Baheera pelan-pelan.

Ia tidak ingin putranya salah memahami lagi maksudnya.

Salahnya saja menggunkan kata yang tidak familiar untuk putranya itu.

" Kalau Dino kasih juga?"

" Abang mau kasih?"

" Ndak Dino. Mobil boleh. Sepeda ndak boleh. Eummm lego ndak. Puzzle boleh. Lobot banyak boleh."  Bocah itu mengitung apa saja yang mau ia bagi.

" Baju boleh banyak. Halus banyak belapa Mama?" tanyanya galau. Apa harus di kasih semua?

" Yang mau Abang bagi saja. Nggak semuanya kok."

" Heummm.. Taya mau bagi. Tapi Dino ndak kan Mama?"

Astaga, bocah gembul itu takut sekali mainan Dinonya di berikan ke orang lain.

" Dinonya nggak di kasih kok. Tapi kalau ada yang minta nanti Abang mau kasih?"

Taya telihat galau. Matanya menyipit seolah berpikir serius. Bibirnya mengerucut imut.

" Ndak kasi. Dino punya Taya kok. Beli Ayah sana jauh."

" Tapi yang lain nanti kita kasiin yah. Harus happy kalau berbagi yah."

" Iya kasi banyak. Ndak Dino."

" Oke. Kalau gitu makannya habiskan dulu.  Setelah ini mandi lalu kita pisahin yah pakaian sama mainan yang mau kita berikan."

" Huuum.." angguknya setuju.

Bukannya segera menghabiskan makanannya, bocah gembul itu malah menjadikan mainan.

Tentu saja membuat mamanya menghela napas pasrah.

Harus sabar.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang