Part 60

7K 581 36
                                    

" Mama mau pulang. Mau bobo di lumah Taya aja. Ndak mau sini..."

Kelelahan bermain tidak serta merta membuat Taya langsung tertidur. Namun sehabis makan malam ia mulai merengek ingin pulang.

Tidak mau menginap di Caravan. Ada saja alasan yang di lontarkan bocah gembul itu.

Sebenarnya hanya alasan Taya saja.

" Sekarang sudah malam loh Nak. Jalanannya gelap. Kita tunggu ada matahari dulu yah baru pulang." bujuk Baheera untuk kesekian kalinya.

" Ndak sini Mama.. Dingin.. Huwaaa mau bobo di lumah Taya aja." adunya lagi.

" Ada selimut. Abang bobo sini sama Mama, sama Ami. Ada selimutnya loh. Abang nanti di tengah." bujuk Baheera lagi.

" Mau pulang... huwaaaaa Mama..  ndak sini..." suara tangisan Taya luar biasa memecahkan sunyi.

Ada perasaan tidak enak jika mereka menganggu kenyamanan orang di sekitar mereka.

" Heiiii, Abang sini sama Ayah yuk.." Byakta mengajak putranya keluar dari kamar utama.

" Aduhhh... pinggang Ayah encok nih. Abang makin berat yah. Tadi maam banyak yah?" Byakta berusaha mengalihkan fokus putranya agar tidak lagi menangis dan merengek untuk pulang.

" Maam nasi  hikss sama ayam, sama buah banyak. Hikss..." jawabnya masih disertai isakan.

Byakta tersenyum dalam hati. Menyebalkan seperti ini saja Taya masih terlihat menggemaskan.

Matanya terlihat memerah karena terlalu banyak menangis.

" Duduk sini yuk sama Ayah sama Ama."

Byakta mendudukan dirinya di depan Caravan mereka. Udara terasa dingin, ia mengeratkan pelukannya agar putranya merasa nyaman.

" Kenapa nangis eum?" tanya Byakta lembut.

Amanya Taya tersenyum senang melihat interaksi menatu dan cucunya. Penuh sayang.

" Bobo di lumah Taya aja. Ndak bobo sini hiks... hikss.... ndak sini hiks.." isaknya lagi. Padahal tadi sudah tidak menangis.

" Kenapa, hmmm aduh matanya merah nih." Byakta mengahapus air mata putranya.

" Mau bobo lumah Taya saja. Mau guling Taya. Huhuhu hiks...." adunya lagi, padahal di rumah juga Taya bisa tidur dengan apa saja. Tidak ada hal spesifik agar ia bisa tidur.

Padahal sebelumnya Taya tidak seperti ini. Masa kangen rumah.

Mungkin juga rewel karena kelelahan, lalu suasana baru.

" Taya belum pernah bobo di kasur tingkat yah? Ayah sama Ama nanti bobo di kasur tingkat. Coba lihat yuk..."

Byakta membawa putranya masuk, mengalihkan perhatian Taya. Memberi pengertian tak selamanya berhasil, ada beberapa hal yang memelukan pemahaman dan kesebaran orangtua, ada juga hal yang tak dimengerti oleh anak kecil.

Pamit singkat dengan mertuanya, Byakta memperlihatkan tempat tidur tingkat yang akan mereka gunakan nanti.

" Abang mau bobo atas atau bawah? Bagus kan? Di rumah kita nggak ada ini."

" Abang atas sini...." jawabnya sambil menghapus air matanya, namun senyuman manis sudah terbit dari bibir mungilnya.

Byakta sedikit bersyukur, memberikan senyuman singkat kala matanya bertemu dengan mata istrinya yang mengintip dari pintu kamar utama.

" Wah, Ayah bisa lihat dari bawah nih. Wahhhh Abang keren nih." Puji Byakta mendudukan dirinya di kasur bawah.

" Bobo sini saja. Ndak bobo lumah." putusnya dengan binar bahagia, seolah menemukan hal baru yang menyenangkan.

Sudah lupa dengan drama dan tangisan sebelumnya.

" Bobo sama Ayah, sama Ama. Kalau di dalam Bobonya sama Mama sama Ami. Abang mau bobo di sini atau di dalam?"

" Bobo sini. Di lanjang tingkat. Nanti punya ini di lumah?"

" Emmm Abang mau punya ini?"

" Mau...." 

Byakta mengiyakan saja perminataan Taya, nanti peer ia dan Baheera untuk memberikan penjelasan pada Taya kalau ia tidak akan dibelikan ranjang tingkat di rumah.

Yang terpenting saat ini adalah Taya yang sudah mulai nyaman dan tidak merengek pulang.

Akan damai malam mereka.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang