Part 96

7.4K 662 90
                                    

Byakta tiba di rumah dengan perasaan khawatir, kabar yang ia dapatkan dari istrinya mengenai drama putranya tersangkut pagar tentu sudah diterima.

Rasanya khawatir, tapi Baheera dapat meyakinkannya jika Taya sudah baik-baik saja. Tidak ada luka serius dan juga tidak perlu membobol pagar tetangga.

Tapi selain itu yang membuat Byakta lebih khawatir lagi kondisi Taya secara psikologis.

Apa yang paling ia takutkan?

" Abang....!"

Begitu sampai di ruang keluarga Byakta melihat putranya asik berlari-lari mengelilingi rumah. Tentu saja disertai dengan pekikan dan celoteh yang memecah malam.

" Ayah pulang?"

Taya kaget mendapati ayahnya sudah tiba, padahal Taya tidak mendengar ada yang membuka pintu.

" Masuk mana? Ndak ada buka pintu loh?" tanyanya lagi heran.

Byakta berdesak sebal, rasa khawatirnya tadi menguap begitu saja mendapati reaksi putranya yang terlihat seperti itu.

Bukannya mendekat dan memeluk ayahnya seperti biasa, Taya malah menyangsikan ayahnya yang bisa masuk tanpa dibuka pintu.

" Ayah buka pintu kok tadi. Nggak di kunci, sudah salam tapi Abang sama Mama nggak dengar." protes Byakta.

Putranya itu luar biasa sekali. Byakta tak habis pikir.

" Mama... dengal Ayah salam?"

Taya memanggil mamanya dengan teriakan nyaring dan menanyakan kebenaran yang diucapkan ayahnya.

Bocah gembul itu malah berlari menghampiri mamanya yang baru keluar dari kamar, bukannya salim dan memeluk ayahnya seperti biasa.

" Wah Ayah sudah pulang?"

Baheera juga memasang wajah kaget ketika mendapati suaminya sudah sampai.

" Mama tanya kan. Ndak dengal Ayah tuh." 

Pintar sekali bocah gembul ini protes.

" Iya, iya, Ayah minta maaf. Besok-besok Ayah masuk rumah kalau di bukain pintu. Nggak masuk sendiri."

Taya mengangguk kepalanya sok dewasa sekali. Hal itu sontak saja membuat Byakta berdesak dengan kelakuan putranya itu.

" Abang, tadi Abang kepalanya tersangkut pagar yah?" Byakta menarik bocah gembul itu mendekat kearahnya. Memeriksa tubuh Taya meyakinkan diri sendiri jika putranya baik-baik saja seperti yang dikatakan istrinya.

" Huuh, tadi kesangkut pagal. Takut nanti ndak ada kepalanya." ceritanya ceria.

Oke, sepertinya Taya sudah mulai melupakan kegiatan tadi. Tidak menangis lagi ketika mengingatnya. Byakta bersyukur mendapati hal tersebut.

" Abang main ke depannya ijin Mama?"

" Mama bilang main dalam saja, ndak depan sana. Tapi Taya ambil daun besal-besal di lumah Om. Ndak lewat pintu Ayah, Taya masuk pagal."

Taya tak tahan harus berdiri diam bercerita pada ayahnya, begitu Ayahnya lengah ia kembali berlari-lari dalam rumah. Sambil memegang mobil-mobilan miliknya.

" Terus waktu kepala Abang kesangkut panggil Mama?"

Tanya Byakta lagi, ia gemas sekali dengan Taya. Tidak bisa diam.

" Ndak panggil, Taya nangis kencang.. Mama dengal cali Taya." jawabnya polos nan jujur.

" Benar nggak ada yang sakit?" Tanya Byakta memastikan lagi. Takutnya sakitnya nanti, bukan sekarang ini.

" Mama, ayo maam."

Taya mengabaikan pertanyaan ayahnya.

" Ehhh.... belum jawab Ayah tadi. Ayah tangkap nih, nggak boleh makan dulu. Tunggu Ayah..."

Byakta mengejar Taya yang sudah kabur, membawa Taya dalam gendonganya. Menggodanya hingga pekikan Taya semakin kencang.

" Kyaaaa Ayah.. Tulun tulun.. Mau maam. Mama... Hahahahah kyaaa..."

Taya meronta tak terima dicium ayahnya dengan brutal.

Baheera yang melihat cara bercanda antara ayah dan anak tersebut menggeleng tak habis pikir. Entah siapa yang bocah. Namun keduanya sangat cocok.










NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang