Part 24

8.9K 565 0
                                    

Taya terlihat sangat bersemangat mengikuti ayahnya lari pagi. Tentu saja bukan kegiatan olahraga yang membuatnya senang, namun sesi setelah ini yang dinanti-nantikan olehnya.

Banyak mainan, makanan, dan orang-orang berjualan dipagi hari membuatnya senang. Ketika datang tadi, Taya sudah menandai abang-abang jualan di dekat jalan masuk tadi. Seolah-olah memanggil-manggilnya untuk jajan.

Nanti ia harus mengajak ayahnya kesana. Tidak peduli lagi dengan kegiatan lari pagi. Taya punya tujuan tersendiri hari ini.

Jujur saja mengajak Taya lari pagi di GOR pagi hari bukan perkara mudah tanpa membawa orang lain menurut Byakta. Kegiatan olahraga tentu tidak akan maksimal.

Tidak mungkin bocah itu benar-benar mengikuti ayahnya lari mengelilingi lapangan.

Mungkin mereka hanya akan jalan santai saja. Yang penting bergerak, nanti sepulang dari sini mereka berencana untuk pergi berenang.

Baheera tentu saja dirumah, memilih tidak mengganggu ayah dan anak tersebut menghabiskan waktunya.

" Ayo kita lari pagi. Sebelum itu kita pemanasan dulu yah."

Byakta memastikan Taya mengikuti instruksinya. Lucu sekali melihat Taya melakukan gerakan pemanasan dengan menggemaskan. Tentu saja tidak sempurna.

" Satu, dua, tiga, empat,  ..... delapan."

" Ayah ayoo. Jangan itung itung telus. Nanti abang-abang pelgi." Taya tidak sabaran. Ayahnya terus mengulang hitungan.

Padahalkan Taya sudah hapal sampai banyak kok. Lupa sampai berapa, pokoknya sudah banyak.

" Pemanasan dulu Bang, nanti bisa kram atau keseleo kalau tidak pemanasan."

Bocah gembul itu mana peduli. Selain itu juga Taya belum benar-benar paham. Ia hanya suka mengikuti ayahnya saja.

Setelah pemanasan, Byakta mengajak Taya untuk lari-lari kecil. Bukannya mengikuti intruksi ayahnya bocah gembul itu malah lari dengan cepat.

" Abang larinya pelan-pelan saja." teriaknya panik mendapati Taya berlari dengan semangat.

Byakta bisa pulang tinggal nama saja kalau membiarkan putranya itu lari tanpa pengawasan.

Mana kondisi ramai. Bisa saja bocah itu hilang, atau mengikuti orang lain.

Baheera tidak akan membiarkan suaminya itu sampai rumah jika putra mereka kabur dari pengawasan.

" Ayoo ayah. Cepat..." Taya tertawa senang, tidak mengindahkan permintaan ayahnya. Momen seperti sangat ia sukai, bermain bersama ayahnya.

" Happ, ketangkap. Ayah bilang larinya pelan-pelan saja. Nanti abang bisa tersesat. Ayah nggak bisa ketemu Abang nanti."

Byakta memutuskan menggendong putranya itu. Tidak membiarkannya berlari sembarangan. Akan sangat mudah mengawasi Taya jika tidak ramai. Namun dengan kondisi seperti ini perlu kerja keras.

" Ndak, ndak, ndak. Tulun Ayah...." gelengnya keras disertai pekikan sebal. Menolak berada dalam gendongan ayahnya.

Taya tidak suka digendong, ia mau lari saja. Kenapa harus gendong. Tentu saja ia memberontak dalam gendongan ayahnya itu.

" Tapi janji larinya pelan-pelan, lihat kiri kanan juga. Hati-hati juga."

Taya tidak terlaku fokus pada nasehat ayahnya, mata bulatnya memandang sekeliling. GOR saat hari libur ramai orang, dan suasana ini jauh lebih menarik daripada nasehat ayahnya.

" Okee Ayah. Ati-ati kok nanti.. Ayooo....." Taya menjawab dengan polos, tidak lupa memberikan senyum manis pada ayahnya.

Byakta menghela napas pasrah, membiarkan Taya berlari kesana kemari dengan riang. Tugasnya hanya terus mengawasi Taya.

Lupakan saja mengenai olahraga yang benar. Tapi Byakta merasa senang dengan seperti ini saja. Menghabiskan waktu bersama Taya menjadi salah satu favoritnya.

Byakta mengejar putranya dengan suara tawa bahagia, sedangkan bocah gembul itu semakin senang karena ayahnya mengejarnya.

Pagi yang indah..

Jangan lupa drama ketika mereka akan pulang  nanti antara Taya, ayahnya dan abang-abang jualan.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang