Part 39

7.4K 554 28
                                    

" Sayang, itu Taya lagi suka ngomong 'dong' yah?"

" Maksudnya gimana? Aku kok kurang paham?" Baheera menunggu penjelasan suaminya bingung.

" Itu loh, kalau ngomong apa-apa ditambahin 'dong' dibelakang kalimatnya."

" Ohh, iya. Kayaknya lagi suka gitu dia. Apa-apa pake 'dong'."

Jika mengingat itu membuat Baheera menggeleng kepala tak habis pikir. Cepat sekali anak seusia Taya belajar dari lingkungannya. Menyerap informasi bagai spons.

" Dengar dari mana sih dia?" tayanya Byakta heran.

" Err kayaknya gara-gara aku deh." ringgis Baheera merasa  bersalah.

" Kok bisa?"

" Aku lagi teleponan, biasa. Nggak sengaja juga bilangnya. Eh malah di ikutin Taya seharian ini." jelas Baheera merasa bersalah. " Janji bakal jaga omongan. Taya suka niru sekarang."

" Abang, itu bawa apa?"  Byakta menahan putranya yang berlarian sambil membawa mangkok kosong.

" Piling dong."

" Buat apa?"

" Main dong."

" Itu mangkok buat sayur loh Bang. Kok buat main?" tegur Baheera saat menyadari putranya membawa mangkok untuk sayur.

" Iya dong."

" Abang yang benar ah. Nggak semua pakai kata 'dong'." gemas Baheera. Ia jadi merasa kesal sendiri karena putranya jadi mengikuti apa yang ia ucapkan.

" Benal dong Mama." jawabnya cepat, tidak lupa Taya memberikan senyum manisnya.

Ia tahu mamanya kesal karena ia terus menjawab seperti itu. Tapi Taya merasa itu keren jadi kata 'dong' harus ada pada setiap kalimat. Bila perlu ngomong 'dong' terus menerus.

Taya kan harus keren.

" Mangkok sayur itu. Simpan lagi ke tempat tadi Abang ambil." tegur Byakta.

" Ndak dong." ujarnya dengan binar senang. Taya rasa ia tidak salah kok.

Taya mengucapkan kata 'dong' itu dengan nada. Terdengar manis nan menggemaskan. Namun paduan kata dan kalimatnya tidak pas membuat orangtuanya gemas sendiri.

" Hap!"

Byakta menangkap putranya yang mulai kabur ketika di suruh menyimpan kembali mangkoknya.

" Ayo simpan dulu. Kalau mau main sama mangkok, Dinonya Ayah jual buat beli mangkok baru."

" Ndak dong. Iyaaa, simpan dong. Ayah tulunin dong."

Bocah gembul itu tidak serius mendengar ancaman ayahnya. Yang ia takutkan cuma satu, tidak punya Dino lagi.

" Emang buat apa mangkoknya Bang?"

" Mandiin Dino doong..."

Yaallah, bocah ini yah. Dapat ide dari mana mandiin mainannya menggunakan mangkok sayur.

Luar biasa sekali.

" Simpan. Nanti Mama jualin semua Dinonya loh Bang kalau mangkoknya di pakai main gini. Mau nggak?"

Terkadang Byakta suka menakuti putranya itu.

" Iyaaa Ayah." Taya sebal sama ayahnya. Mau main saja tidak boleh.

Huh, tidak seru.

" Terimakasih yah." ujar Byakta tulus. Ia tahu putra gembulnya itu marah. Buktinya Taya terus memanyunkan bibirnya sebal, belum lagi pipinya yang di kembungkan. Semakin menggemaskan saja.

" Yaudah main lego sama Ayah yuk. Mandiin Dinonya besok pagi saja sama Mama, pas Abang mandi juga. Kalau sekarang sudah malam, Dino mau bobo juga."

" Huh, ndak seluuu dong." ujar Taya mendayu.

Ia segera berlari meninggalkan ayahnya di dapur menghampiri mamanya yang berada di ruang keluarga.

" Abang, sini peluk Mama." Baheera menarik putranya agar masuk dalam pelukannya.

" Bang, jangan ngomong dong terus yah."

" Kenapa dong?" bocah itu malah menjadi, menggoda mamanya terus mengucapkan kata dong terus menerus.

" Kalimatnya tidak pas." Baheera juga bingung menjelaskannya bagaimana, tidak mungkin ia bilang itu kata yang buruk padahal bukan. " coba tanya Ayah." Begitu melihat suaminya menghampiri mereka Baheera segera melemparkan ke suaminya agar memberi penjelasan pada Taya.

" Tanya apa?" bingung Byakta. Baru juga mau duduk, malah sudah jawab gini.

" Jangan ngomong dong telus. Ndak boleh Ayah. Jangan yah." ujar Taya sok dewasa, menasehati ayahnya. Ekspresinya terlihat serius.

" Yaallah Bang, kamu yah yang Mama bilang jangan. Kenapa malah Ayah sih yang kamu larang."

Bocah itu terkikik geli, mamanya menciumi wajahnya gemas. Mau melawan ia kalah tenaga.

Mereka terus bercanda, menggoda Taya hingga tawanya membahana di rumah mereka. Sudah melukapan kata 'dong' dan 'mangkok sayur' yang menjadi topik pembicaraannya.

Malam yang indah.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang