Part 23

8.8K 618 5
                                    

" Mama, uhuk uhuk sakit."

Mata bulat itu terlihat sayu, tidak ada semangat sama sekali. Apalagi binar ceria.

" Abang sabar yah, memang sakit kok kalau batuk."

" Ndak mau uhuk uhuk Mama. Ndak mau."

Taya merengek manja. Kondisi tubuhnya yang melemah membuatnya tidak berdaya. Tenggorokannya rasanya tidak enak. Pahit.

" Iya, sabar yah. Kan abang lagi sakit." hibur Baheera.

Baheera terus membujuk Taya sedari tadi. Kondisi seperti ini membuat tingkat kemanjaan Taya meningkat 100%.

Belum lagi lengan dan pinggangnya sakit. Terasa seperti mau patah dan pegal sekali.

Taya tidak mau ditinggal, apalagi ditidurkan di tempat tidur. Maunya terus berada dalam gendongan mamanya.

Kalaupun tertidur harus benar-benar pulas, jika tidak maka Taya akan menangis sedih penuh drama.

Baheera memahaminya dan tidak akan mengeluh. Capek, wajar. Namanya juga mengurus anak. Apalagi dalam kondisi tidak sehat seperti ini.

" Maam mau?"

Bocah cilik itu hanya menggeleng lemah. Ia tidak berselera terhadap semua hal.

" Tapi nanti maam yah. Minum obat lalu bobo. Biar cepat sembuh."

Taya tidak bereaksi sama sekali. Ia malah mencari posisi nyaman dalam dekapan mamanya.

Baheera terus menimang putranya sayang. Rasanya lelah, namun ia tak keberatan sama sekali. Mungkin nanti ketika suaminya pulang mereka bisa membagi tugas.

***

" Heiii, Taya sudah tidur? Maaf baru sampai rumah." Byakta menghampiri Baheera. Memeluk sayang.

Tentu saja Baheera menyambutnya dengan senang. Pelukan hangat suaminya membuatnya nyaman. Lelahnya terobati.

" Mas bersih-bersih saja dulu. Aku siapin makan yah. Belum sempat aku siapin dari tadi."

" Kita order aja makannya. Mau makan apa? Soto betawi sama sate ayam aja. Mau? Nanti mas pesan."

" Mau. Makasi Mas."

Baheera memeluk suaminya erat. Merasa dihargai dan diperhatikan. Perhatian kecil seperti itu membuat Baheera terharu.

" Terimakasih juga buat kamu. Seharian pasti capek. Mas mandi yah, tapi Mas pesinin makanan kita dulu."

Byakta membiarkan Baheera istirahat, berusaha sesegera mungkin untuk membersihkan diri setelah memesan makanan untuk mereka.

Setelah rapi, Byakta melihat putranya di kamar. Memastikan kondisinya.

Napas Taya terdengar berat, batuk dan pilek membuatnya sulit bernapas dengan baik. Namun sepertinya jauh lebih baik. Byakta meminta Baheera untuk memberikan kabar mengenai Taya sesering mungkin.

" Heiii, terimakasih hari ini. Kamu luar biasa." Byakta bersungguh-sungguh berterimakasih pada istrinya. Rasanya tidak cukup dengan segala isi dunia untuk mengucapkan terimakasih pada ibu putranya ini.

Byakta membawa istrinya masuk dalam pelukannya. Mencoba memberinya kekuatan.

Mereka hanya duduk saling berpelukan, menunggu makanan pesanan mereka. Tidak perlu saling berucap. Namun seperti ini sudah menjadi penghiburan paling mujarab.

Bunyi tangisan Taya dan suara Bel membuat mereka saling memandang.

" Biar Taya sama Mas yah. Kamu siapin makanan aja dulu yah, mungkin itu makanan kita yang datang. Sedari tadi kamu terus gendong Taya."

Byakta sesegera mungkin menghampiri putranya. Tangisannya terdengar pilu.

" Alhamdulillah, putra Ayah sudah bangun. Sama Ayah yah."

Begitu melihat ayahnya tangisan Taya langsung berhenti.

Byakta membawa Taya dalam gendongannya. Memeluknya sayang.

Bocah gembul yang sakit itu terkulai lemas di bahu ayahnya.

" Taya mau maam? Ada soto betawi. Maam sama-sama yah. Nanti Ayah suapin Taya."

Namun tidak ada jawaban dari putranya. Byakta paham kalau sudah sakit Taya jadi minim suara.

" Sudah bangun. Makanannya udah aku siapin."

Baheera ingin membawa Taya dalam gendongannya. Membiarkan suaminya makan dengan baik. Tapi Byakta menggeleng, meminta istrinya untuk makan dengan baik.

Biar malam ini Taya bagiannya. Istrinya sudah lelah seharian menjaga putra mereka.

" Kamu makan yah, langsung istirahat setelah ini. Taya sama Mas aja." putus Byakta final.

Walaupun ragu namun ada kelegaan, bahagia dan bangga menyusup dalam hati Baheera. Ia bersyukur dengan rumah tangganya.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang