Part 21

8.8K 577 0
                                    

" Abang, sebentar lagi jam 5 loh. Ayo masuk yuk, tunggu Ayah di dalam saja. Mandi dulu."

Baheera membujuk putranya untuk segera masuk. Tapi bocah gembul itu terlihat semangat menunggu ayahnya pulang kerja di depan pintu halaman mereka.

Tidak mengindahkan sama sekali bujukan mamanya.

" Abang nunggu Ayah di dalam pagar saja yah. Soalnya sudah sore nih."

Baheera menyerah, putranya sama sekali tidak beranjak untuk masuk.

" Iya Mama."

Taya mendengarkan nasihat mamanya dengan patuh. Taya anak baik, pasti menuruti perkataan mamanya.

" Mama ke dalam sebentar yah. Taya di dalam pagar saja. Oke."

Baheera memastikan sekali lagi bahwa Taya tidak akan menunggu ayahnya di luar sana.

" Iya Mama, Taya duduk-duduk sini. Tunggu Ayah sini."

Baheera meringgis geli, putranya itu berniat duduk lesehan di depan pagar. Benar-benar depan pagar halaman rumah.

Baheera segera beranjak masuk, berniat untuk mengambil telepon genggamnya dan menghubungi suaminya.

Walaupun wilayah tempat mereka tinggal cukup aman, karena hanya ada satu pintu untuk masuk dan keluar namun Baheera tidak dapat meninggalkan Taya terlalu lama, karena bisa saja Taya sendiri yang inisiatif keluar.

" Mas, sudah jalan pulang?"

Begitu teleponnya di angkat, setelah memeberi salam Baheera segera menanyakan suaminya sudah jalan pulang atau tidak.

" Baru mau pulang nih. Ini baru aja keluar kantor."

" Sampai rumah seperti biasanya kan yah?" Baheera memastikan lagi.

" Iya, kenapa? Tumben." heran Byakta di seberang sana.

" Nggak apa-apa kok. Mas ada janji nggak sama Taya hari ini?" tanya Baheera lagi.

" Seingat aku nggak ada deh. Emang kenapa sih? Bikin penasaran aja kamu."

" Itu, Taya kekeuh nungguin Ayahnya pulang di depan pagar rumah. Nggak mau masuk, suruh mandi apalagi. Drama." jelas Baheera. Sedangkan matanya tetap mengawasi Taya di depan pagar sana yang sedang jongkok.

Mungkin menggali-gali tanah entah mencari apa.

" Aku nggak ada janji deh sama Taya hari ini. Kamu tanyain dong kenapa? Penasaran aku."

" Abang, ini ada telepon Ayah. Ayah mau ngomong. Sini."

Taya menoleh begitu mendengar panggilan dari mamanya. Segera menghampiri mamanya dan mengabaikan baju dan celananya yang kotor karena bermain tanah baru saja.

" Ayah......" pekik Taya girang begitu menerima telepon.

" Iya. Abang tungguin Ayah depan pagar rumah yah?" Byakta langsung bertanya begitu Taya menyapanya.

" Taya duduk-duduk dalam kok. Ndak kelual-kelual. Tunggu Ayah pulang."

" Okee. Sekarang tunggu Ayahnya di dalam saja yah. Sudah sore. Taya juga belum mandi kan?" bujuk Byakta.

" Mandi tunggu Ayah."  jawabnya cepat.

" Wah nanti Ayah sampai rumah, Taya ndak wangi. Kalah sama Ayah. Ayah wangi soalnya mandi sore."

" Taya halum, iya kan Mama?"

Taya dan kepolosannya. Tidak mau jelek, tidak mau beda sama ayahnya.

Lagi pula mana ada ayahnya wangi karena mandi sore. Matahari sudah terbenam baru ayahnya sampai rumah.

" Taya mandi dulu biar nanti jadi harum, wangi, bersih. Sekarang bau asem, banyak main tanah sama matahari nih."

Baheera menciumi seluruh wajah putranya hingga terkekeh geli. Taya berusaha memberontak, namun kalah tenaga.

" Sudah dulu yah teleponnya. Pamit sama Ayah. Taya mandi dulu."

" Taya mandi Ayah. Bye bye. Nanti tunggu Ayah dah wangi, halum."

Begitu pamit dengan ayahnya Taya langsung menyerahkan telepon ke mamanya. Setelah itu langsung lari masuk ke rumah tanpa mematikan telepon tadi.

Baheera terkekeh geli, kelakuan Taya menggemaskan sekali. Terkadang ketika sedang keras kepala, hanya ayahnya yang mampu membujuknya.

Setelah berpamitan dengan suaminya, Baheera segera menyusul Taya di kamarnya. Taya tidak boleh dibiarkan mandi sendiri, karena akan ada saja ceritanya jika dibiarkan nanti.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang