Part 11

11.9K 749 4
                                    

" Assalamukum Necan. Taya datang."

Taya antusias sekali ketika melihat kakek neneknya menyambutnya di depan halaman rumah. Begitu turun dari mobil ia sudah berlari menyongsong nenek dan kakeknya yang sengaja menunggunya.

" Calim.."

Mengulurkan tangannya minta salim. Taya paham, jika bertemu dengan orang yang lebih tua harus salim. Namun Mamanya suka menyuruhnya salim sama orang yang tidak ia kenal.

Memang boleh yah?

Mamanya pernah bilang jangan berbicara dengan orang yang tidak dikenal, atau jangan mau diajak pergi beli Dino juga.

Walaupun Taya suka, jangan.

Tapikan Taya anak baik, jadi menurut saja apa kata Mama.

Setelah salim Taya berada dalam kuasa Neneknya, menggendongnya masuk kedalam, meninggalkan anak dan menantunya yang masih menurunkan barang di halaman depan.

" Wah Taya makin besar yah. Sudah makin berat nih."

" Kata Ayah, Taya gendut Necan." ujarnya polos.

Astaga, nenek kakek itu terkekeh geli. Sama anaknya sendiri Byakta masih suka iseng dan menggodanya.

Andai Taya mengerti arti gendut itu sendiri pasti dia protes. Ada juga keuntungannya menjadi bocah seperti Taya, menerima dengan hati bersih perkataan orang lain.

Pikirannya masih polos untuk memahami kejamnya dunia ini.

" Wah berarti Taya makannya banyak yah. Bagus itu."

Taya begitu senang kalau sudah berada di rumah neneknya. Banyak hal yang bisa dilakukannya. Bermain sepeda, pergi memancing ke kolam pemancingan umum, main bola di lapangan dekat rumah nenek kakeknya, pergi ke masjid kalau sore hari.

" Kemalin Taya ndak makan enak Necan." adunya menggemaskan.

Taya sempat sakit demam.

" Wah kenapa?"

Kakek neneknya saling pandang, menunggu alasan yang akan diberikan cucu mereka.

Taya dengan pikirannya. Terkadang tidak terduga.

" Mama ndak kasi Taya makan enak." ujarnya yakin.

Taya menatap wajah nenek dan kakeknya bergantian.

Menunjukkan wajah meyakinkan kalau dia tidak berbohong.

Memang kok, makanan yang dia makan tidak ada rasanya. Semuanya pahit. Tidak enak.

Taya tidak suka.

Pasti karena mamanya tidak memberinya makanan enak. Tidak ada pudding mangga favoritnya juga.

" Wah, makanan Mama Taya selalu enak. Kasan suka." timpal kakeknya geli.

Ada-ada saja alasan bocah kecil ini.

" Ndak Kasan. Ndak enak. Pahit."

Kepalanya mengangguk yakin jika memang pahit kok rasanya saat itu. Taya mengingatnya dengan jelas.

Rasanya juga ia lemas.

Pasti kerena mamanya tidak memberinya makan enak pikirnya.

Mana paham jika ia sakit.

" Kan Taya sakit. Jadi makanannya ndak enak, terus pahit rasanya karena Taya sakit."

Taya belum yakin. Masa karena sakit sih? Dia pernah jatuh, kakinya luka dan terasa sakit tapi mama kasih Taya makan enak.

Jadi yang benar yang mana?

Taya bingung.

Kakek nenek itu kerkekeh geli. Astaga cucunya lucu sekali. Wajah polosnya saat berpikir seperti ini terlihat makin menggemaskan.

" Tidak apa-apa. Nanti Taya makan banyak yah. Necan sudah masak yang enak-enak."

Taya meminta turun ketika sudah sampai ruang keluarga.

Ia ingin segera mengeksplore isi rumah nenek kakeknya. Walaupun tetap sama seperti sebelumnya namun ia yakin banyak hal yang perlu ia lakukan.

Taya kan memang suka sibuk kok. Jadi mungkin harus produktif hari-harinya dengan banyak bermain.

" Pudding mangga ada Necan?" tanyanya imut. Wajah penuh pengharapan itu tidak mungkin dapat ditolak.

" Taya sama Kasan main dulu yah. Necan ambilin pudding mangga dulu di dapur." tentu saja pudding mangga tidak ketinggalan.

Makanan untuk menyogok cucunya main ke Depok adalah pudding mangga itu.

Mudah sekali.


Dan murah.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang