Part 19

9.5K 602 0
                                    

" Mama sakit?"

Taya memberikan atensi penuh pada ayahnya ketika tahu jika mamanya sakit. Mata bulatnya itu memperhatikan sekitar dengan cermat, Taya mengerutkan keningnya berpikir.

Byakta yang memperhatihan itu terkekeh geli. Terkadang Taya bisa bersikap sok dewasa, bertingkah sok tua juga.

" Iya, Mama lagi sakit. Mamanya masih bobo. Sini Taya sama Ayah dulu. Mandi, habis itu kita bikin sarapan buat Mama. Biar Mama cepat sembuh. Oke?"

Byakta menganggkat bocah gembul itu dari tempat tidurnya. Semalam setelah drama menangis yang menyedihkan itu Taya dibiarkan untuk tidur bersama.

Jika saja Baheera tidak sakit, mana mau ibu satu anak itu membiarkan Taya tidur bersama. Melatih kemandirian menurutnya. Byakta sih setuju-setuju saja dengan istrinya itu.

Untuk beberapa hal, tirani istri itu segalanya. Jadi tidak akan ada yang bisa membatah Baheera.

" Aduh abang tambah berat yah. Makin gendut nih." Taya tumbuh dengan baik.
Saking baiknya, ketika digendong terlalu lama tangan akan kram, belum lagi pinggang terasa pegal.

" Taya maam banyak Ayah. Mama masak. Ayah ndak gendut?"

Astaga, Taya menanyakan itu dengan amat polos, matanya berbinar senang. Entah senang karena momen bersama ayahnya atau senang karena ia bisa makan banyak sehingga dia gendut seperti tuduhan ayahnya itu.

" Nggak dong. Ayah mah ganteng. Nggak gendut. Taya aja yang gendut." Saking gemasnya, Byakta menciumi seluruh wajah putranya itu. Sedangkan Taya hanya tertawa senang menahan geli.

Nanti ketika Taya sudah dewasa, ketika ia paham kalau ayahnya suka menggodanya seperti itu mungkin akan cemberut kesal.

" Nanti Abang mainnya sama Ayah yah. Mama istirahat dulu, biar cepat sembuh." Byakta membatu putranya membuka baju, membantu Taya mandi.

" Ayah ndak kelja? Kenapa?"

Taya melihat ayahnya bingung, biasanya pagi sekali sudah berangkat kerja. Taya hanya bersama mamanya saja di rumah. Tapi mamanya belum kasih tahu kalau ayahnya libur hari ini.

" Ayah libur, soalnya mama sakit. Oke. Nanti bantu Ayah jaga Mama yah."  pinta Byakta lembut.

" Okee.. Taya bantu Ayah."

Entah Taya paham atau tidak, minimal Byakta dan Baheera sudah berusaha membangun komunikasi dengan putranya itu.

" Ayah...." Pekik Taya tiba-tiba.

Byakta yang mendengar teriakan putranya sontak saja kaget. Ini bocah kalau tiba-tiba begini suka seenaknya.

" Dino Taya. Belum ajak mandi. Taya ambil."

Dengan gesit kaki mungil itu berlari keluar, meninggalkan jejak basah di sepanjang lantai karena tetesan air dari badannya.

" Abang, itu belum sabunan loh. Larinya pelan-pelan saja, lantainya licin." Byakta mengekori putranya keluar. Berteriak cepat, karena Taya sudah lari menuju kotak mainannya di ruang keluarga sana.

Byakta menatap miris jejak basah yang ditinggalkan Taya.

" Abang ambil Dino kok."

Kenapa pula itu Dino ketinggalan pas mandi. Ini peer sekali, mengepel lantai yang basah pikir Byakta masam.

" Sudah? Ayo kita mandi lagi."

Lagi lagi Taya berlari menuju kamarnya dengan Dino dalam genggamannya, meninggalkan ayahnya di belakang sana.

Byakta jadi menyadari bahwa tugas Baheera selama ini sangat melelahkan. Bahkan ini masih pagi, dan tingkah laku Taya pagi ini sudah bisa membuatnya kerja keras.

" Mandinya sama Dino jangan lama-lama yah." pinta Byakta memelas. Putranya itu sudah siap bermain air. Kentara sekali wajahnya tidak ingin menyudahi acara mandinya.

" Ndak, Taya mau main ail kok sama Dino. Ndak ajak-ajak Ayah." pikirnya sebal. Ayahnya nggak asik. Masa tidak boleh lama. Taya kan mau lama bermain air.

" 10 menit yah. Tidak boleh lebih. Nanti kasian Mama nggak ada yang jagain."

Terkadang menjadi orangtua harus memiliki strategi untuk membujuk. Cara ampuh membujuk Taya yaitu dengan melibatnya mamanya.

Biasanya berkali-kali ampuh.

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang