Part 37

8K 573 26
                                    

Weekend mereka sengaja dihabiskan di rumah saja setelah kegiatan rutin ayah dan anak di kolam renang.

Berenang satu kali seminggu itu wajib bagi  Taya. Kalau tidak ia akan menagihnya seperti ayahnya punya hutang banyak. 

Tidak bisa tenang.

" Abang sini deh." panggil Byakta agar putranya yang sibuk tiduran tidak jelas di sofa ruang keluarga mereka menghampirinya yang berada di bawah karpet.

" Mama sini.." teriaknya lagi memanggil istrinya untuk segera bergabung.

" Ngapain?"

Baheera heran, tumben sekali suamainya mengumpulkan mereka begini.

" Ayo kita lomba makan kuaci." ujar Byakta senang.

Yatuhan, receh  sekali yah buat bapak satu anak ini senang, lomba kupas dan makan kuaci saja bisa bikin senang.

" Abang ayo kita lomba makan kuaci. Kalau menang nanti Ayah beliin kuaci yang banyak."

Byakta merayu putra polosnya itu dengan mudah. Cukup pasang ekspresi senang, lomba, keren, dan hadiah.

Bocah gembul itu pasti tertarik.

" Ini Taya, ini Mama, ini Ayah. Nanti yang banyak buka kuacinya yang menang yah."

Bapak satu anak ini benar-benar niat untuk lomba makan kuaci sampai membagi kuaci seperti perlombaan sebenarnya.

" Abang bisa bukanya?" Baheera memperhatikan putranya yang terlihat tertarik untuk makan kuaci.

Mungkin ini pertama kalinya Taya mencobanya.

" Gimana Mama? Maam semua?" Taya memperhatikan biji-biji kuaci itu.

Kecil kok pasti bisa dimakan semua pikirnya polos.

" Nggak, Abang gigit dulu ujungnya lalu kupas kulitnya. Nah makan yang ini di dalam ini, putih-putih. Satu-satu yah" jelas Baheera cepat, takut putranya langsung memasukkan biji kuaci banyak-banyak ke dalam mulutnya.

" Emmmm enak." gumam Taya senang.

Tentu bukan karena ia berhasil membuka dan memakan kuacinya, yang di lakukan Taya adalah mengemutnya hingga rasa asin dan green teanya dikecap lidahnya.

" Wah Abang kalah. Maamnya nggak di emut loh." usil Byakta senang.

Menggoda putranya adalah kebahagiaan Byakta. Membuatnya menangis juga jauh lebih bikin Byakta senang. Tapi kalau sudah menangis, bapak satu anak ini akan panik juga.

" Gini nih Bang, maam isi dalamnya saja. Enak?"

Baheera mencontohka lagi cara membukanya, lalu memberikan ke Taya kuaci yang sudah di bukanya.

" Krek..." Taya mengikuti contoh yang mamanya lakukan, menggigit ujungnya lalu mengupasnya pelan-pelan. Makan isinya saja.

" Wah Abang pintar, bisa buka kuaci sendiri." puji Baheera senang, apapun yang sudah bisa Taya lakukan sendiri pasti akan mendapatkan pujian dari orangtuanya. Bahkan ketika Taya berhasil melakukan hal kecil saja.

Baheera merasa gemas sendiri melihat jari-jari mungil putranya membuka kuaci. Lucu sekali, imut begitu.

Rasanya ingin menggigitnya.

" Yaallah gemas Mama sama kamu Bang."

Bocah gembul itu tak mempedulikan mamanya yang gemas terhadap dirinya. Taya lagi serius mengupas kuaci.

Sangat telaten.

Selang beberapa waktu, ketika bocah gembul itu sedang serius-seriusnya Byakta sengaja menggoda putranya, " Ayah...." Pekiknya tidak terima. Matanya mulai mengembun kesal.

" Ayah minta Bang." Byakta membela diri.

" Ayah... hikss... ndak boleh sepelti itu. Ndak boleh. Jahat kan Mama? Teman setan kan Mama?"

Bocah gembul itu kesal, ayahnya mengambil kuaci yang sudah ia kupas susah payah. Kan Taya tidak rela. Taya tidak senang. Ayah suka menggoda, tidak baik. Temannya setan.

" Abang kok pelit sih?"

" Itu punya Taya, nanti kalah.." ujarnya kesal.

Taya nggak mau kalah.

" Mama...." adunya sebal.

" Abang mah nggak asik. Tukang ngadu." gerutu Byakta.

Sedangkan Baheera yang menyaksikan itu hanya menghela napas pasrah. Begini yah nasibnya jadi ibu dua anak.

" Mama, Ayah malah."

" Ayah nggak marah loh Bang. Fitnah nih."

" Tuh Mama, malah kan?"

" Nggak marah loh Bang."

NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang