Danil Pradipta

2.4K 165 0
                                    

Terkadang takdir selalu memberikanmu cobaan ketika seseorang datang pada mu, sedekat apapun dan sejauh manapun jika dia telah diizinkan menemuimu, waktu akan mengantarkan.

🍁

Lelaki ini, yang sekarang duduk bersebrangan denganku diantara kursi taman kota pahlawan. Saling bercerita, sesekali kita tertawa dan memandang keramaian taman kota.

Danil tahu jika aku hari ini ada sif malam, makanya dia langsung mengajakku untuk jalan ditaman kota ini. Sekedar untuk saling bercerita, dan mungkin maksudnya ada ingin kita lebih dekat dan saling mengenal.

"Lihat nih" Danil menunjukkan sebuah aksi sulap dengan menggunakan sebuah sapu tangan, ketika dia ingin menghilangkan sapu tangannya dan apa yang terjadi.

"Wah, hilang," ucapku pura-pura takjub. Aku mengambil sesuatu yang tadi Danil buang dibelakang ku lalu menunjukkan padanya.

"Yah, ketahuan" Danil nyengir nggak jelas menahan malu.

"Kamu ini ada-ada aja. Hahahaha" tawaku meledak seketika, dan dia juga ikut tertawa.

Sedari tadi Danil menatapku dengan senyum manisnya, entah apa yang ada dalam kepala cantiknya itu.

"Kamu manis saat tersenyum, dan kamu cantik saat tertawa lepas seperti ini"

Seketika aku menghentikan senyumku, aku menunduk menyembunyikan pipi merahku. "Dilarang gombal," sarkas ku.

Danil kembali tersenyum. "Siapa juga yang gombalin kamu, aku cuman membayangkan kalau kita sedang duduk berdua dipantai, memandang seorang nelayan, lalu memikirkan nasib kita berdua"

Aku mengamatinya yang bercerita dengan tenang, seakan-akan dia sekarang sedang mengalaminya. Matanya tetap menerawang kedepan, dan bibirnya kembali bergerak.

"Di langit yang berwarna jingga, gadisnya membawa setangkai bunga," lanjutnya.

"Schizophrenia," potongku, Danil langsung memandangku dengan tatapan bertanya.

"Schizophrenia?"

"Schizophrenia itu sama aja kayak berhalusinasi tanpa sebab"

Danil semakin melotot kearahku, lucu sekali ekspresinya sekarang.

"Aku nggak terima ya kalau diklaim kayak gitu" lelaki itu merengut kesal padaku.

"Kenyataannya gitu kan" tawaku semakin meledak ketika dia makin mengerucutkan bibirnya.

"Diamlah Nabil, aku nggak mau lihat kamu makin cantik aja kalau ketawa terus" dia berusaha menggodaku.

"Nggak ngefek abang" aku kembali mengejeknya.

Lama kita bercanda dalam tawa, hatiku kembali berwarna bila bersamanya, bersama orang-orang yang selalu bisa menghiburku.

"Menurutmu bagaimana Nabil." Aku mengerutkan kening, tak mengerti apa maksud Danil.

"Apa?" Tanyaku singkat.

"Bisa kah kita lanjutkan semua ini"

Pertanyaan itu kembali membuat ku teringat pada kenyataan diriku, kenyataan tentang dia. Yang beberapa hari ini tiada kabar.

"Aku kemarin memberikan kabar pada orang tuaku dan orang tuamu, mereka terdengar begitu senang tentang cerita kita," ucapnya dengan begitu percaya diri. Mata Danil memandangku dengan sebuah harapan.

Seandainya kak Zidan terlebih dulu memintaku, mungkin semua akan berbeda cerita kan.

"A a Aku.." belum sempat aku berbicara Danil sudah menghentikanku dengan sebuah kata.

"Tak apa" dia menatapku menenangkan. "Seorang pemeran utama akan selalu menjadi pemerannya kan, walaupun harus ada berbagai konflik dihidupnya," lanjutnya dengan lirih.

"Maaf," lirihku.

Danil kembali menampakkan senyum manisnya, dia mengusap ubun-ubunku pelan, menyalurkan kehangatan pada hatiku yang gunda.

"Ah lelaki ini," bisik batinku ketika memandang senyum manis pada wajah tampannya.

Danil Pradipta adalah seorang lelaki dari lelaki masa lalu mamakku. Dia kembali membawa kisah cinta orang tua kita dulu.

Usia lelaki ini berbeda 5 tahun dariku. Maka dari itu dia selalu memperlakukanku seperti adiknya. Tampan, walaupun pekerjaannya tak terlalu mapan. Tapi dia dewasa, juga periang. Dia memiliki energi yang selalu bisa membuat orang disekitarnya ikut bahagia.

"Aku menyukaimu sejak ayah menceritakan kisah itu padaku, dan aku menyukaimu saat orang tuamu menunjukkan foto mu saat itu," lirihnya memperdalam atmosfer tegang yang ia buat.

"Tapi aku..."

"Sudah ku bilang, aku tak pernah mau memaksamu. Ya... Walaupun aku yakin bisa jika harus memaksamu," Ucapnya dengan percaya diri. Dia mengangkat dagu sambil berkedip padaku.

"Sosok Danil pradipta ternyata seorang penggoda" aku terkekeh pelan.

"Bukan penggoda adek sayang, tapi pemikat" logatnya sangat percaya diri.

"Aish... Aku rasa aku mempunyai seorang pasien lagi saat ini"

Danil mengusap ubun-ubunku pelan lalu berkata. "Ndak apa dek, aku rela jadi pasienmu" ada kerlingan dari matanya.

Apa tadi dia bilang, dek. Kemarin-kemarin dia memanggilku Nabil. Kenapa aku merasa aneh dengan semua ini. Haruskah aku senang mendengarnya. Atau aku harus segera mengakhiri semuanya.

"Tetaplah tersenyum walau hatimu gunda dek," lirihnya tenang.

"Sebenarnya yang psikolog itu aku apa kamu?"

Dia malah nyengir sambil mengangkat kedua jari telunjuk dan tenganya sambil berkata "pisssss."

Sontak tawa renyahku kembali mengudara melihat ekspresi konyolnya itu.

"Aku suka melihat senyummu" mendengar perkataannya aku langsung menghentikan tawaku, aku segera menunduk tanpa bicara lagi dan tak mau menatapnya lagi.

Aku pendamping marinirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang