Nabila Az-Zahra

2.2K 137 0
                                    

Kita tak pernah tahu siapa yang akan menjadi pemeran utama dalam cerita ini, tapi sudah pasti kita akan menjadi pemeran utama dalam cerita hidup kita sendiri

*Danil POV*

Semenjak mendengar kisah cinta tak tersampaikan dari ayahku aku menjadi yakin untuk mencarimu, entah kenapa hatiku terasa mantap ketika memilihmu.

Nabila Az-Zahra, wanita dari wanita masa lalu ayah. Nama yang sangat cantik. Semoga paras dan sifatnya seindah namanya.

"Cari dia nak, siapa tau dia jodohmu"
Ayah kembali melontarkan kata-kata itu setelah beberapa kali dia ucapkan disela-sela ceritanya.

"Ibunya gadis yang baik. Jika bisa, wujudkanlah keinginan ayah"

"Ayah ini sebenarnya masih nggak rela ya, kalau mantannya telah dimiliki orang lain," candaku sambil terkikik.

Ayah melotot kearahku lengkap dengan bibir mencabik kesal.
"Kau ini sudah cukup umur untuk menikah, bukannya sibuk kerja Mulu!" Sarkas ayah.

Hampir semalaman aku tak bisa tidur karena terus memikirkan wanita yang bahkan belum pernah ku lihat wajahnya, mendengar namanya saja baru beberapa jam lalu. Tapi kenapa nama itu terus melekat dikepalaku.

"Mungkin ini rumahnya"
Didepan sebuah rumah sederhana yang tak terlalu mewah, tapi juga tidak minimalis. Rumah ini elegan, jaraknya dari rumahku memakan waktu 3 jam perjalanan.

"Assalamualaikum...." Aku mengetuk pintu rumah itu, tak lama setelah itu aku melihat sosok wanita paruh baya yang masih menampakkan kecantikannya. Mungkin wanita ini yang pernah bersama ayah.

"Wa'alaikum salam. Cari siapa, nak?"

"Saya ingin menemui Nabila Az-Zahra"

Wanita itu sedikit berfikir sebelum mempersilahkanku duduk diruang tamu. Lalu seorang lelaki paruh baya menghampiriku. Ternyata lelaki itu bapaknya Nabila.

"Kamu siapanya Nabila, nak?" Tanya bapak padaku. Aku terdiam sejenak, aku apanya, aku bahkan belum mengenalnya.

"Saya...." Aku langsung menceritakan tentang cerita ayah kemarin dengan rinci dan jelas pada orang tua Nabila.

"Bagaimana mas?" Kedua orang didepanku saling memandang dengan pandangan seperti mempertimbangkan sesuatu. "Yasudah dek, kita coba saja dulu" tak lama setelah bapak berbicara, ibunya Nabila langsung mengambil sebuah foto dan menuliskan alamat dibelakangnya.

"Jangan paksa dia nak, mamak nggak mau kalau putri mamak tertekan" ibu didepanku ini tersenyum sangat tulus, ah aku jadi merindukan ibuku dirumah.

"Terima buk, pak, InsyaAllah saya akan ingat pesan kalian," ucapku sebelum pamit undur diri.
_________⚓_________

"Nabila Az-Zahra, bagaimana caramu mencuri pikiranku secepat ini," lirihku memandang foto wanita yang menurutku tak terlalu cantik, namun senyumnya begitu sederhana dan memikat.

Aku baru tahu jika wanita yang dibicarakan ayah padaku ternyata seorang psikolog dengan jas putih yang tersenyum manis di dalam foto. Dan ternyata tempat wanita itu bekerja terletak tak jauh dari tempatku bekerja juga.

"Ini foto yang dikirimkan Nabila saat dia pertama masuk kerja" aku teringat ucapan bapak waktu itu. Dan untuk yang pertama kalinya aku melihat wajah wanita yang beberapa hari ini mengisi pikiranku, walau hanya lewat foto.

"Mbk, ruangan dokter Nabila disebelah mana ya?" tanyaku pada seorang wanita yang menenteng sebuah jas putih, aku yakin wanita ini pasti seorang dokter juga.

"Kamu siapanya Nabila?" Wanita itu menghentikan kegiatannya yang ingin membuka mobil.

"Saya kerabat jauhnya dokter Nabila," ucapku seadanya, semoga wanita ini mau memberitahuku dimana letak ruangan Nabila.

"O... Aku Mia, temannya Nabila" wanita ini tersenyum ramah padaku. Aku menjabat uluran tangannya dan membalas senyumannya singat.

"Danil Pradipta" ku lihat wanita itu mengangguk singkat.

"Nabila ada di ruang no 3 samping koridor, tapi kayaknya dia udah jam pulang sekarang" Mia menunjukkan jam dipergelangan tangannya yang menunjukkan pukul 04,50 dengan jari telunjuknya.

"Baiklah, terimakasih" tanpa menunggu jawaban dari Mia aku langsung bergegas menuju koridor rumah sakit.

Karena terlalu terburu-buru dan tak memperdulikan keadaan, aku tanpa sengaja menabrak seorang wanita yang berjalan berlawanan denganku.

"Aw, maaf saya tidak sengaja," ucap wanita yang lengannya aku sangga karena hampir terhuyung.

"Kamu," lirihku pelan hampir tak terdengar olehnya.

Lama aku tercengang memandang mata coklat indah miliknya, wajahnya oriental khas Jawa dengan hidung mancung seperti wanita Arab, cantik dengan make up tipis menghiasi bibir tipisnya.

"Nabila?," ucapku lagi. Wanita didepanku sekarang memandang sebuah foto yang aku pegang pada tangan kiriku.

Nabila terlihat bingung denganku sampai aku mengenalkan nama dan menceritakan semuanya pun dia semakin bingung. Lain denganku yang semakin memantapkan hatiku untuk lebih mengenalnya.

"Kali ini aku berharap bila aku dan dirimu menjadi pemeran utama dalam cerita ini." Batinku memandang wajah ayu periang didepanku ini.

"A, aku gak tahu" jawaban dari salah satu pertanyaanku dari wanita yang tengah menunduk.

"Aku tak akan memaksamu Nabil, bisakah kita berteman" dia tersenyum mendengarku, mata coklat itu bertemu dengan mataku.

"Kumohon, jangan membuatku tenggelam dengan mata coklat yang indah itu," batinku berteriak. Seakan tak tahan jika harus menatap mata coklat itu terlalu lama.

Aku pendamping marinirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang