Zidan Alfiansyah Akbar

2.1K 148 0
                                    

Kamu adalah doa-doa ku, dan aku selalu berdoa agar kamu menjadi jawaban untuk doa-doa ku

*Zidan pov*

Gadis lain yang mampu membuat pikiranku tak bisa tenang adalah Nabila Az-Zahra.
Wanita yang baru hadir dihatiku, bukan dihidupku.

Banyak orang yang datang dan pergi, mengisi ruang hati, dan terkadang pergi meninggalkannya, membiarkan ruangan itu kosong.

Flashback

"Anak baru ya?" Tanyaku pada seorang gadis berpakaian kaos dan celana training berlogo nama sekolahnya didepanku ini.

"Iya, kak. Saya diajak kakak itu" dia menunjuk seorang wanita diantara beberapa orang yang memakai pakaian serba hitam dengan celana komprangnya yang tengah latihan push up ditengah lapangan.

"Namamu siapa" dia sedikit menampakkan senyumnya lalu menjawab. "Nabila, kak"

"Aku Zidan, ayo kita mulai latihannya!"

Diantara mereka, Nabila berpenampilan paling berbeda sendiri, selain itu selama latihan dia yang paling susah mengingat nama² gerakan, dan paling tak bertenaga dalam mempraktikkan semua gerakan. Tapi untuk mental dan pengetahuan, aku akui dialah yang paling maju diantara teman leting lainnya.

Mengingat saat pertama kita bertemu membuatku mengingat pertemuan kita untuk pertama kalinya selama 4 tahun saling sibuk mengejar cita-cita.

Rasa itu, baru hadir sekarang. Melihat senyummu yang semakin memikat, dan mata coklat itu membuatku sadar, jika kamu memasuki hatiku.

"Izin melapor. Kapten dipanggil komandan mayor untuk menghadap sekarang"

Rian, berdiri tegak didepanku. Aku meletakkan pistol  yang kupakai untuk berlatih pada tempatnya. Sedangkan Rian mengambil pistolnya untuk melanjutkan latihannya yang tertunda tadi.

"Siap izin, kapten Zidan memenuhi panggilan dan siap melaksanakan tugas"

"Halah, Ndak usah formal lah dan, kamu sebentar lagi mau jadi mayor juga kan" canda laksamana sambil menepuk pundak kokohku dan tertawa renyah.

Memang, untuk 3 bulan kedepan aku telah menyiapkan diri untuk menjadi seorang mayor. Di usia mudaku aku mendapat promosi karena prestasi gemilangku.

"Ada apa laksamana memanggil saya?"

Kami mengambil duduk bersebrangan diantara meja ruangan laksamana.

"Bagaimana persiapan tes seleksi Akmil"

"Siap, sudah 85 persen Ndan"

"Laksanakan sesuai rencana"

"Siap laksanakan"

Beberapa hari ini aku disibukkan dengan persiapan berbagai tes untuk bisa bergabung dengan kami. Dan karena itulah aku sering lupa untuk mengabari sosok gadis yang beberapa Minggu lalu mau berta'aruf denganku.

"Aku sudah kembali ke Surabaya kemarin"
_Zidan_

Dengan cemas aku menunggu jawaban pesan singkat yang kukirim pada wanita itu. Sedikit lama sekitar 15 menit akhirnya ada sebuah jawaban.

"Semangat nugasnya kakak"
_Nabila_

Semangat darinya terasa hangat, meskipun tiada emoticon seperti dulu.

"Kamu juga semangat kerjanya, jangan lupa sholat"
_Zidan_

"Iya"
_Nabila_

Mungkin dia masih kesal soal kemarin. Tak apa, yang penting dia masih mau membalas pesanku bukan.

"Kapten Zidan, melamun terus"

Rian membuyarkan lamunanku sambil memegang ponsel, dia duduk disebelahku.

"Lagi kangen cewek Lo, eh lupa Lo kan nggak punya cewek dan"
Tawa Rian memenuhi aula pertama. Dia menyusulku yang tadi setelah menemui laksamana aku berhenti untuk sekedar duduk di sini.

"Kampret Lo yan, tau deh yang mentang-mentang udah punya istri" elakku tak terima.

"Kok jadi kangen istri gue yak" Rian menggaruk ceruknya sambil nyengir mengejek ku.

"Kenapa sih dan, kok kayaknya galau banget. Dipaksa kawin lagi sama orang tua Lo?"

Aku melotot mendengar asumsi ngawur dari mulut Rian. "Ngawur" tukasku.
Apa karena aku terlalu sering menceritakan padanya soal berbagai macam perjodohan yang diajukan orang tuaku, tapi semua itu dapat aku atasi selama ini.

"Lah iya, Lo dari tadi ngelamun terus. Cerita kek"

Aku sedikit berfikir untuk memulai dari mana cerita tentang wanita itu.

"Trus apa masalahnya?" Rian menghentikan kata-kata mengomentari hal yang baru saja ku ceritakan.

"Ya gue nggak tau," jawabku mendapat hadiah toyoran dari Rian.

"Lo masih ngarepin wanita Lo dulu" sarkas Rian.

"Gue nggak tau" elakku.

"Ayolah, tanyain sama hati Lo sendiri. Lo selalu lebih unggul dari gue kan soal masalah batin"

Perkataan Rian begitu menusuk hatiku. Hatiku tak yakin tentang semua ini, Aku masih enggan untuk memastikannya.

"Siap lapor. Kapten diminta untuk segera kelapangan" salah seorang letnan berdiri tegak dengan posisi hormat dihadapan ku dan Rian.

"Kapten Zidan akan segera kelapangan" ucap Rian mengintruksi agar letnan itu kembali bergabung dengan pleton lainnya.

"Yakin semua akan baik-baik saja, Lo hanya perlu memantapkan hati lo untuk melangkah"
Rian menepuk pelan pundakku sebelum dia pergi dan bergabung dengan kelompoknya.

"Makasih, yan" ucapku pada Rian yang hanya dijawab anggukan dan senyum menenangkan.

Akal dan hatiku memiliki jalan berbeda, aku seperti berada disebuah persimpangan. Diantara aku yang jatuh dalam pikat seorang wanita, dan hatiku yang masih enggan melupakan wanita lain.

"Allahumma Yassir walaa tu'assir (ya Allah permudahkanlah segala urusanku, dan jangan dipersulitkan)."
Doa ku dalam batin.
Aku menarik nafas pelan lalu melangkah ke lapangan.

Aku pendamping marinirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang