kecewa diantara kita

2.8K 136 0
                                    

Setelah penyesalan itu datang. Bolehkah saat ini aku berharap jika masih ada satu titik cahaya yang membuat kita bisa bersama kembali.
🍁

*Maria pov*

"Beruntung banget ya mbk Nabila itu dapat suami tentara," celoteh dari seorang ibu-ibu dibelakang kursi dudukku, dari tadi mereka terus saja membicarakan dua orang yang saat ini menjadi objek mata.

"Cocok banget mereka, apalagi jarang loh ada acara pedang pora seperti ini," sahut yang satunya lagi.

"Iya ya, kalau orang baik dapat orang baik. Dan orang pintar juga dapat yang pintar,"

Aku sedikit tersenyum mendengar kata-kata terakhir itu. Mungkin benar, aku harus memperbaiki diriku untuk mendapatkan yang lebih baik dariku.

Ketika akan beranjak dari kursiku tanpa sengaja aku menyenggol seorang lelaki yang lewat disampingku.

"Maaf,"
Lelaki itu berbalik melihatku.

"Kamu," kaget kita berbarengan.

Mataku masih membulat tak percaya dengan apa yang aku lihat, lelaki itu. Mengapa aku harus bertemu dengannya setelah berapa lama dia menghilang. Atau lebih tepatnya aku yang menghilang.

"Maria," ucapnya pelan. Aku rasa lelaki ini juga sama terkejutnya denganku.

"Bisa kita bicara sebentar. Setelah sekian lama, bolehkah Maria."

Lelaki ini masih sama. Dia terlalu suka membujuk untuk keinginannya.

Aku menoleh ke kanan kiri yang masih ramai dengan para tamu kondangan acara resepsi kapten Zidan dan Nabila.

"Danil," ucapku kemudian.

Dia tersenyum memohon. Sebetulnya aku sangat merindukan senyum itu setelah sekian lama. Ya, lelaki yang aku maksud itu adalah Danil Pradipta.

"Bolehkah. Hanya sekedar meluruskan kesalahpahaman waktu itu,"

Sedikit miris dengan ucapannya itu. Hatiku seperti dicubit dengan kaset lama yang terputar kembali.

"Baiklah, diluar ruangan," jawabku.

Danil menarik tanganku menuju sebuah meja dipojok ruangan, sedikit menjauh dari keramaian.

Tangan itu, tangan yang sama yang selalu menggandengku dulu. Hatiku semakin sesak, Merintih dan meluapkan rindu Karena perlakuannya saat ini.

"Bagaimana kabarmu?"
Tanyanya ringan.

Aku menghembuskan nafas pelan, mencoba menetralkan rasa kaget burusan. Bagaimana mungkin dia bisa setenang itu setelah sekian lama sakit hatinya dimasa lalu.

"A, aku baik. Bagaimana denganmu." Tanyaku kemudian.

"Seperti yang kamu lihat. Bagaimana dengan cita-cita mu."
Sarkas Danil, tapi nada itu sangat lembut.

"Ya, semua berjalan dengan baik. Aku sekarang seorang kowal,"

Untuk sejenak aku terdiam. Melihatnya yang mengerutkan kening. Sifatnya masih sama, dia selalu mengingat kesalahan orang lain dan akan mengungkitnya lain waktu.

Aku pendamping marinirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang