Dulu aku berdoa agar kelak aku berada satu shaf dibelakangmu ketika ibadah.
Dan untuk saat ini tolong izinkan aku untuk selalu berada satu shaf dibelakangmu sampai aku tiada.
_tanpa makmum lain selain para mujahid Mujahidah kita_
⚓Wanita itu bingung menilai mana yang benar dan mana yang salah. Hatinya kacau memikirkan dia yang curhat denganku, memancingku berbicara tentang wanita lain. Tapi aku yakin jika dia pasti akan menceritakan tentangku pada wanita lain itu, lengkap dengan penilaianku terhadapnya wanita lain itu.
Wanita itu tak tahu siapa yang berpihak padanya, dan siapa yang menjadi korek api baginya. Semua terlihat baik didepannya namun dia tak tahu siapa yang membuatnya masuk dalam masalah.
"Zafran maafkan bunda ya nak,"
Ucapku pada Zafran sembari mengajaknya duduk dibangku taman.Aku merasa kasihan pada putra kecilku yang belum mandi tapi sudah ku ajak berjemur ditaman yang sekarang sedang ramai orang bermain ataupun hanya sekedar lewat.
"Nda nda nda..."
Zafran seperti mengeja memanggilku. Mau tak mau akupun tersenyum gemas melihat tingkahnya.
"Kamu pilih saja mas aku atau dia,"
Indria mencoba menunjukkan sifat dominannya. Mas Zidan diam menatapku dan Indria bergantian.
"Kamu jangan diam saja mas,"
Sambungku menuntut.Karena melihat mas Zidan yang menatap Indria lekat membuatku langsung pergi begitu saja dari hadapan mereka.
Itulah salah satu sebabnya aku menghindari mereka. Karena fikiranku selalu teringat akan hal itu dan membuatku tumbang seharian karena kelelahan mental.
"Hai,"
Sapa seorang lelaki yang sekarang duduk disampingku.Wajah itu tak asing bagiku meskipun kita lama tak bertemu.
"Lek," (panggilan seperti paman atau pria yang lebih tua dari kita).
"Iya La,"
Seulas senyum darinya padaku.
Lelaki ini lama sekali tiada kabar darinya. Setelah dulu dikabarkan dekat sekarang kita hanyalah sebatas teman story wa.
Hanya saling melihat apa saja kegiatan kita lewat sebuah insta story."Kok kamu disini lek Sofyan,"
Tanyaku tak percaya. Sedari tadi aku dan dia saling melempar senyum.
"Masih aja manggil lek"
Jawabnya nyeleneh."Ish, itukan khusus buat kamu kak Sofyan."
Balasku enteng."Bagaimana kabarmu Nabila,"
Aku mencoba menghembuskan nafas perlahan agar terlihat lebih tenang dihadapannya.
"Seperti yang kamu lihat kak. Aku baik-baik saja,"
Kulihat kak Sofyan kembali tersenyum sambil mengangguk.
"Lalu bagaimana denganmu kak, apakah sudah ada wanita yang bisa menaklukkan hati seorang Sofyan Maulana,"
Kataku menaik turunkan alisku menggodanya.
Lelaki ini malah tersenyum semakin lebar sapai terdengar suara cekikikannya.
"Aku masih menunggu kamu. Nabila,"
Jawabnya tanpa beban.Kali ini aku yang tertawa keras sampai-sampai Zafran hanya menatapku bingung dan ikut tertawa lucu.
"Kau ini kak, masih aja sama."
Sanggahku menggelengkan kepala heran."Aku tidak akan berubah karena kamu yang bisa merubahku."
Aku tersenyum kikuk dihadapannya.
"Suatu saat nanti akan ada yang lebih baik dariku untuk mendampingimu, kak Sofyan,"
Tak lupa senyum manis kububuhkan untuknya. Kak Sofyan juga membalas senyuman dariku dengan hangat.
"Kau ini, La"
Kak Sofyan mengusap ubun-ubunku lembut."Nabila,"
Panggilan dari seorang pria gagah disebrang sana membuatku dan kak Sofyan menoleh kearahnya bersamaan.
Melihat wajah orang itu membuatku langsung tegang seketika. Semoga tiada kesalahpahaman diantara kita dan semakin menyulut api kecemburuan lagi.
"Mas Zidan,"
Lirihku pelan. Sedangkan kak Sofyan hanya diam menatap mas Zidan yang sekarang berjalan mendekat."Jadi seperti ini kamu La,"
Tuduhnya sepihak.Tercengang mendengarnya berkata seperti itu. Disini yang tersakiti itu siapa, aku atau kamu.
"Bu bukan seperti itu mas,"
"Ah kamu mau ketemuan sama dia kan, makannya cari alasan dari kesalahanku."
Cercanya lagi.Sejenak aku menarik nafas lalu membuangnya kasar.
"Bukannya selama ini kamu yang bermain cinta dibelakangku,"
Sanggahku."Ka kamu,"
Mata tajam mas Zidan semakin menusukku.
"Sudahlah mas, disini memang aku yang selalu salah."
Jawabku dingin."Ini bukan salah Nabila, kita hanya tidak sengaja bertemu."
Potong kak Sofyan saat mas Zidan mulai membuka mulut akan berbicara."Kamu Sofyan RT 1 didesa kan,"
Tanya mas Zidan memastikan dengan nada sinis."Iya, saya Sofya Maulana."
Jawab kak Sofyan tak kalah dingin."Jangan temui istri saya lagi,"
Kata-kata dingin mas Zidan menyulut emosiku dan kak Sofyan.
"Mas, kamu ini kenapa. Selama ini Aku tak pernah melarangmu untuk menemui Indria kan,"
Dada mas Zidan semakin naik turun dengan nafas memburu, itulah tandanya kalau dia sedang dalam mode menahan amarah.
"Jangan bawa-bawa indria, Nabila."
Tukasnya tak mau dibantah."Kenapa, kamu nggak terima. Tersinggung, atau apa mas,"
Aku tak mau kalah begitu saja jika dalam situasi ini.
"Apa salahnya seorang kakak menemui adiknya,"
Sarkas kak Sofyan."Tapi kamu masih mengharapkan Nabila kan,"
Sengit mas Zidan.Kak Sofyan hanya tersenyum miring menanggapi mas Zidan.
"Dan kamu juga masih diharapkan orang lain mas,"
Potongku dingin."Kak Sofyan, aku harap kita masih bisa bertemu lagi ya. Aku mau pulang duluan,"
Pamitku terburu-buru pada kak Sofyan."Baiklah, semoga hatimu baik-baik saja Nabila."
Aku membalas senyum hangat kak Sofyan sebelum dia berlalu dulu dari hadapanku dan mas Zidan.
"Siapa yang kamu pilih La, aku atau lelaki itu,"
Mas Zidan menatapku serius. Dia menggenggam tanganku yang tidak sedang menggendong Zafran.
"Aku tetap memilihmu mas, jangkarku sudah tertambat pada dermagamu dan aku tak ingin berlayar lagi jika kelak rantainya putus,"
Seketika mas Zidan tersenyum, Mataku dan mata mas Zidan terkunci. Tapi tak lama mataku kian mengabur karena air mata yang memenuhi pelupuk.
"Apa maksudmu dengan rantai itu, dek,"
Sekilas aku tersenyum padanya.
"Kamu nggak bisa milih antara aku dan Indria kan. maka lepaskanlah aku,"
Sarkasku.Melihat mas Zidan hanya terdiam membuat jawaban dalam hatiku memang tepat.
"Jangkarku telah bertambat padamu, dan aku...."
Mas Zidan tidak lagi bisa meneruskan kata-katanya. Karena terlalu lama membuatku semakin tak karuan, aku memutuskan untuk pergi meninggalkannya sendiri mematung menatapku dan Zafran keluar area taman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku pendamping marinir
RomanceUntuk mendampingi orang besar seperti mu aku harus bisa tangguh sepertimu. agar aku tak mundur jika kamu membutuhkanku menahan keluh kesah mu. kita dipertemukan untuk sebuah perpisahan, ketika sang marinir memenuhi panggilan pertiwi, aku harus mampu...