duka dalam samudra marinir ⚓ (calon Laksamana)🍂

2.5K 162 9
                                    

Perpisahan selalu disertai kata sampai jumpa. Tapi perpisahan dengan kata kutip kematian adalah perpisahaan tersulit tanpa kata sampai jumpa.
🍁

1 bulan setelah kepergian Oma membuatku sangat merindukan sosoknya. Selama 1 bulan juga hubunganku dengan mas Zidan lebih membaik dari sebelumnya.

"Ayah... Ayah..."
Zafran terus memanggil-manggil mas Zidan sambil merangkak lucu menghampirinya.

Tak lupa Zafran mengulurkan tangannya meminta digendong mas Zidan yang saat ini sedang memasang beberapa atribut seragam marinir. Sedangkan aku juga membantunya memasangkan baret ungu miliknya.

"Mas berangkat ya,"

Mas Zidan mengecup keningku lama sekali. Mas Zidan juga memelukku erat bersama dengan Zafran seakan-akan kita akan berpisah lama.

"Kembalilah dengan selamat. mas,"

Hari ini mas Zidan akan berangkat bertugas disamudera Hindia. Dia dan 4 batalyon lainnya akan melakukan ekspedisi di pulau terpencil yang tidak pernah dijamah manusia. Tapi disana ternyata terdapat sebuah komplotan mafia narkoba yang sangat besar. Misi dalam kategori berat ini membuatku sedikit resah.

"Aku berjanji akan kembali untukmu Nabila."

Mata hitam pekat itu mengunci pandangan mata coklatku.

"Aku berjanji akan kembali bersama kalian."

Mas Zidan mengelus pipi Zafran dengan penuh kasih sayang.

"Kedaulatan negara adalah bagian terpenting dari jihadku. Dan jalesveva Jayamahe (dilautan kita berjaya) adalah moto seorang marinir. Jika seorang marinir dijuluki sebagai hantu laut, maka tiada yang perlu kamu khawatirkan, Nabila."

Untuk kali ini aku menghembuskan nafas berat sambil menggigit sedikit bibir bawahku.

"Aku menunggumu, mas,"
Lirihku pelan.

Mas Zidan kembali tersenyum menenangkanku dengan mengusap punggung tanganku.

"Zafran jaga bunda ya untuk Ayah. Jangan nakal sayang, kasihan bunda nanti kalau sedih dan kecapekan karena mikirin Ayah,"
Ucap mas Zidan pada Zafran. Dan lucunya Zafran yang hanya menggunakan dan tertawa kencang.
_______________⚓_________________

2 bulan setelah mas Zidan pergi bertugas melakukan ekspedisi dilautan Hindia. Hari ini aku sudah siap dengan pakaian biru tua Jalasenastri ku, dan Zafran juga memakai kemeja kecilnya dengan warna senada denganku.

Hari ini kita  ke pelabuhan korps marinir TNI-AL untuk menjemput mas Zidan. Tak sabar rasanya untuk menumpahkan rindu padanya. Melihat wajahnya dan mengira-ngira apakah wajah dan kulit atau bentuk tubuhnya ada yang berbeda.

Rindu itu lucu sekali bukan, membuat orang menjadi halusinasi dan tersenyum sendiri, tapi terkadang membuat orang menjadi depresi dan menangis sendiri.

"Izin Mbk nungguin mayor Zidan, ya."
Ucap mbk Dewi yang juga sedang menunggu suaminya.

Aku tersenyum saat kita bertemu dalam pakaian Jalasenastri seperti ini membuatku teringat saat-saat masih berada di asrama bersama mas Zidan dulu ketika belum mendapatkan rumah dinas.

"Iya mbk, Zafran kangen banget sudah pengen ketemu Ayahnya,"
Jawabku tersenyum ringan.

Mbk Dewi ikut tersenyum sebelum menyambung kata-kataku.

"Zafran yang kangen atau ibunya yang kangen,"
Goda mbk Dewi dengan tertawa kecil.

"Mbk ini,"
Balasku menahan malu karena pipiku yang memerah.

"Kapal batalyon 506 telah memasuki dermaga."

Suara pesiar itu membuatku semakin tak sabar untuk bertemu mas Zidan. Tapi entah kenapa saat ini perasaanku tiba-tiba berubah menjadi tidak enak.

"Ada apa ini. Kenapa hatiku menjadi terlalu was-was seperti ini."

Sambil menggendong Zafran, aku mengusap dadaku pelan untuk menghilangkan rasa cemasku.

Didepan sana aku mulai melihat satu persatu abdi negara turun dari dek kapal dan para Jalasenastri ataupun pasangannya langsung menghampiri, saling menumpahkan kerinduan dengan haru. Wajar sekali jika mereka bersyukur bisa bertemu lagi, karena ekspedisi kali ini termasuk dalam misi yang berat.

Tapi tak banyak juga ada yang hanya menahan deru air mata karena ada yang gugur di Medan pertempuran. Melihat mereka menjadikan rasa cemasku semakin besar, terlebih sampai sekarang aku tidak melihat mas Zidan turun dari kapalnya.

"Mbk izin, bolehkah saya gendong Zafran sebentar."

Istri kak Rian mengambil alih Zafran dariku setelah mendapat jawaban anggukan kecil dariku.

"Tumben sekali kak Rian dijemput istri cantiknya ini,"
Kataku menggoda mereka berdua.

Sedetik mereka tersenyum singkat, tapi sedetik berikutnya mereka menatapku dengan sendu.

"Mas Zidan mana ya, mas,"
Tanyaku melihat mereka dengan gusar.

Melihat kak Rian dan istrinya yang diam saja semakin membuatku takut dan cemas dengan fikiranku sendiri.

"Kita duduk dulu ya, Nabil."
Ucap kak Rian menuntunku ketempat duduk terdekat di dermaga ini.

Aku didudukkan disebelahnya dan sebelahku ada istrinya yang menggendong Zafran yang mulai rewel.

"Ada apa, kak...."
Tanyaku semakin penasaran.

Kak Rian menarik nafas panjang lalu menghembuskan dengan resah.

"Komandan mayor Zidan masuk kedalam daftar nama dalam pencarian. Kapal batalyon yang dipimpin mayor Zidan meledak setelah kita berhasil menangkap semua mafia itu,"

Diam. Terhantam kenyataan yang lebih menyakitkan dari kemarin membuatku langsung meneteskan air mata. Apa ini, aku masih tidak bisa percaya dengan semua yang dikatakan kak Rian barusan.

"Ta tapi kenapa kak... Kenapa harus mas Zidan,"
Lirihku dipenuhi air mata.

"Mbk yang sabar ya, mbk harus kuat demi Zafran."

Istri kak Rian mengelus punggungku pelan. Dia juga ikut meneteskan air mata melihat keadaanku.

"Maafkan aku Nabila, aku tidak bisa menyelamatkan Zidan. Kapal itu adalah kapal para mafia yang ternyata terdapat bom yang akan meledak karena tahu kalau kita akan menangkap mereka."

Sekali lagi penjelasan kak Rian tak dapat diterima akalku. Apalagi hatiku yang terlanjur dirundung duka.

"Kamu harus kuat. Zidan pasti ditemukan entah dalam keadaan hidup ataupun mati aku berjanji akan mencari Zidan sampai ketemu."

"Mas..... Mas Zidan,"
Lirihku menahan pilu menggelengkan kepala tak percaya. Kenapa harus mas Zidan. Kenapa harus aku yang mengalami semua ini.

Untuk kali ini aku merasakan apa yang dirasakan mereka yang menanti para abdi negara itu dan berakhir kecewa duka air mata.

"Mas Zidanku. Ayahnya Zafran haruskah kamu gugur dalam misi ini mas, kumohon kembalilah."
Batinku semakin merintih menerima kenyataan ini. Air mataku semakin deras sampai aku tak sadarkan diri disini.

Aku pendamping marinirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang