pergi bertugas

1.9K 151 0
                                    

Perpisahan yang menyadarkan kita tentang rindu. Dan kekosongan yang membuat kita tahu tentang apa yang dibutuhkan.

Menikah secara catatan sipil adalah persyaratan paling penting bagi semua abdi negara di NKRI.

Setelah menyelesaikan berbagai berkas dan tes sesuai ketentuan kesatuan, hari ini pula kita menyelesaikan segala urusan yang ada di kantor agama.

"Aku pamit ya dek," lirih seorang berseragam loreng khas Marinir yang berdiri disebelah kananku.

Mata lelaki itu menatapku lekat seakan tak ingin berpisah. Aku menatap lekat mata hitam pekat itu untuk tabungan rinduku saat berpisah darinya.

"Mas nggak akan lama, kan?"

Kembali lagi ku tatap seorang lelaki yang gagah dengan seragam PDL-nya (pakaian dinas lapangan).

Lelaki itu tersenyum. Tadi setelah menyelesaikan urusan di KUA aku langsung mengantarnya dipelabuhan bhumi marinir.

Untuk pertama kalinya aku mengantarnya pergi pertugas, dan mungkin ini tak akan jadi yang terakhir kalinya. Karena aku harus bisa mengantarnya kembali bertugas di masa-masa mendatang.

"Enggak kok, mas cuman tugas satu Minggu. Mas ditugaskan untuk membina para Bintara melakukan ekspedisi laut selama 7 hari,"
Mas Zidan menatapku dengan teduh. Berkali-kali dia mengusap kepalaku dengan penuh kelembutan.

"Tapi mas,"

"Tenang saja, pernikahan kita kurang satu setengah bulan lagi kan. Mas akan pulang 1 bulan sebelum itu kok,"

Aku mencoba tersenyum simpul dihadapannya. Tapi itu tak menutup tatapan ketidak relaanku melepasnya.

"Mas, punya ini. untuk kamu"

Mas Zidan memberikan sebuah benda digenggamanku. Aku membukanya dan menyentuh benda itu.

"Terimakasih mas," ucapku melihat takjub pada sebuah kalung dengan bandul jangkar yang terbuat dari perak.

"Aku berangkat, ya"

Mas Zidan melangkah menjauh dariku. Tapi tak lama setelah itu aku memegangi ujung baju lorengnya dengan erat. Sehingga sang empunya menoleh kembali kearahku.

"Hati-hati mas," lirihku sambil menghela nafas pasrah.

"Calon istri marinir nggak boleh sedih,"

Mas Zidan tersenyum hangat sambil menepuk pundakku pelan, lalu dia beranjak menaiki sebuah kapal besar bersama para tentara lainnya.
______⚓______

*Zidan pov*

Tak tega rasanya melihat wanita bermata coklat didepanku ini terus menampakkan mata sedihnya. Entah sejak kapan wanita ini telah mengisi bagian dari hatiku.

Menyakitinya sama seperti menyakitiku. Dan dia telah menjadi ancaman terbesar yang bisa menyakitiku. Tapi mungkin aku akan lebih sering menyakiti hatinya.

Melihat hamparan ombak dilautan lepas membuatku kembali teringat pada gadis yang beberapa jam lalu mengantarku pergi bertugas. Wanita itu manis sekali ketika memegangi ujung bajuku saat aku akan pergi.

"Calon istri marinir nggak boleh sedih"

Sebenarnya kata itu sedikit menyentil hatiku, karena aku sendiri tak rela untuk jauh darinya.

"Cie, yang baru diantar sama calon istri,"

Aku menoleh kesamping kananku yang entah sejak kapan lelaki ini berdiri disana.

Rian mengambil duduk dipinggiran kapal, dia masih menampakkan senyum mengejek sambil terus menaik turunkan alisnya.

"Diem aja deh lo!" Tukasku.

"Alah, gue tau Lo lagi seneng. Sampek senyum-senyum sendiri dari tadi."

Rian tertawa lepas menggodaku.

Apa dia sudah lama disini, sampai tahu kalau aku dari tadi menyunggingkan senyum sendiri saat mengingat ekspresi lucu gadis bermata coklat itu.

"Diem nggak lo. Sebelum gue lempar kelaut Lo yan!" Sarkas ku.

Rian langsung kincep dan menunjukkan ekspresi seakan memohon. Dia bahkan menangkupkan kedua tangannya sambil melakukan gerakan memohon.

"Jangan kapten Zidan, tolong jangan buang saya dilaut"

Memang teman satu ini terlalu jahanam kalau mengejeknya. Tapi entahlah, aku dari dulu pun tak bisa marah lama padanya.

"Mangkanya diem, nggak usah ngejek gue"

Melihat Rian yang diam memainkan ponselnya miliknya sendiri membuatku kembali menatap ombak tenang yang semakin lama semakin ganas.

"Dan. Nih lihat, foto Lo lagi viral di Instagram"

Rian menunjukkan layar ponselnya yang menunjukkan fotoku dan Nabila saat di dermaga tadi. Nabila memegang ujung bajuku, sedangkan aku mengusap kepalanya sambil tersenyum.

"Ngapain Lo unggah foto gue," tanyaku tak terima padanya.

Foto itu diunggah Rian tanpa sepengetahuan darinya, dan bahkan dia ataupun Nabila tak mengetahui kapan Rian memfoto mereka.

"Gue yang moto, ya gue lah yang unggah."
Sewot Rian.

Viral bagi kapten Zidan adalah hal biasa. Karena dari dulu SMA dia sudah mempunyai banyak follower, dia juga sering meng-upload berbagai macam kegiatannya, dan viral. Jadi dia biasa saja jika wajahnya terlihat di Instagram.

"Ngomong-ngomong makasih yak, followers gue jadi bertambah," cerocosnya lagi.

Aku memutar mata jengah. "Lagian followers Lo kan dari dulu juga sama banyaknya kayak punya gue yan, apa Lo masih kurang," geramku.

Rian nyengir nggak jelas sambil menggaruk tengkuknya.
"Nanti kalau Lo nikahan gue mau siaran langsung, biar makin viral"

Aku melotot tak percaya kearah lelaki satu ini. Entah apa yang ada didalam kepala cantiknya itu sampai dia hanya nyengir nggak jelas.

"Boleh. Asal Lo mau jadi pawang hujannya."
Balasku asal.

"Oke, paket komplit anti badai pokonya"
Rian kembali tertawa puas. Bahkan sekarang dia sampai memegangi perutnya.

Aku menghela nafas besar melihatnya sambil geleng-geleng.

"Teman nggak ada akhlak" gerutu ku tanpa melihatnya.

Mataku kembali menatap lautan yang memantulkan warna jingga dari langit yang mulai senja.

Aku pendamping marinirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang