Ketika kita hidup maka kita akan diliputi ujian. Dan perang terberat adalah pertempuran melawan diri sendiri.
⚓"Mas aku hari ini ada cek up terakhir. Kamu bisa nggak nganterin aku,"
Saat itu aku sempat melirik mas Zidan yang masih sibuk dengan telvon genggamnya.
"Hem, apa dek ?"
Tanyanya tanpa melihatku.Jengkel rasanya dikacangin kayak gini. Aku tak berniat mengulangi perkataanku tadi jadi aku memilih tetap diam fokus membetulkan letak jilbab pashminaku.
"Maaf ya dek, nanti mas nyusul deh setelah dinas. Aku cek up siang kan,"
Tanpa berniat menjawabnya aku hanya mengangguk singkat. Mataku terfokuskan dari pantulan kaca besar didepanku saat melihat mas Zidan yang berjalan kearahku.
"Jangan ngambek dong, mas tadi ada pesan penting."
Ketika kurasakan dekapan hangat mas Zidan memeluk pundakku dari belakang membuatku membalikkan badan, melihat mata tulusnya yang memancarkan sebuah permohonan membuatku tak kuasa lagi menolaknya.
"Dari siapa sih mas, komandan ?"
Tanyaku yang tidak dijawab sama sekali oleh mas Zidan.Aku mengerutkan alis ketika mas Zidan malah terdiam lama seakan menyembunyikan sesuatu.
"Siapa mas, kok diem ?"
Lagi-lagi aku hanya mendapatkan jawaban diamnya saja, apa itu pantas disebut jawaban. Aku rasa tidak.
"Bukan siapa-siapa kok dek. Sudahlah ayo mas antar berangkat dulu, tapi nanti mas nyusul ya. Mas ada perlu sebentar,"
Tanpa menunggu jawabanku mas Zidan sudah berlalu keluar kamar mendahuluiku sambil membawa tas kecil perlengakpanku periksa nanti. Sepenting itukah dia melewatkan cek up terakhirku.
_______________⚓____________"Bayi dan ibunya Alhamdulillah sehat bu, ibu Nabila pasti merawatnya dengan baik. Kan ibu dokter,"
Candaan dari dokter kandungan yang merupakan temanku bekerja dirumah sakit ini membuat seisi ruangan menjadi lebih hangat.
"Kau ini bisa saja, aku duluan ya."
Setelah dokter cantik itu memberiku resep vitamin baru dan obat penambah darah aku langsung pamit padanya.
"Jangan lupa istirahat ya, Nabil !"
Teriakan darinya aku balas hanya dengan lambaian tangan dan senyum riang.Kakiku terus berjalan perlahan, sesekali aku membelai lembut perutku yang membuncit. Tak lepas dari itu, mataku terus mencari sosok yang sedang ku nantikan sejak tadi. Ya, mas Zidan sejak tadi belum juga datang, padahal dia hanya izin 1 jam. Sedangkan aku waktu satu jam itu hanya dihabiskan untuk mengantri giliran periksa saja.
"Kenapa kamu senekat itu kemarin Indria,"
Dari balik tembok lorong sebelah tanpa sengaja aku mendengar suara yang tak asing bagiku. Perlahan aku melangkah mendekat untuk memastikan sembari menajamkan telinga.
Mataku terbelalak setelah dapat melihat siapa yang berbicara tadi. Dia lelaki yang aku tunggu, sedangkan wanita itu adalah wanita yang aku curigai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku pendamping marinir
RomanceUntuk mendampingi orang besar seperti mu aku harus bisa tangguh sepertimu. agar aku tak mundur jika kamu membutuhkanku menahan keluh kesah mu. kita dipertemukan untuk sebuah perpisahan, ketika sang marinir memenuhi panggilan pertiwi, aku harus mampu...