Kehidupan tak selamanya bergantian bahagia dan kesedihan. Terkadang mereka berjalan dalam waktu bersamaan.
⚓Menyelesaikan serangkaian acara pernikahan yang berjalan cukup lama itu ternyata melelahkan. Namun tak sebanding dengan kenangan dan kebahagia yang didapatkan karenanya.
"Dek kamu siap nggak?"
Mas Zidan naik keatas ranjang menghampiriku yang sedari tadi duduk sambil mengoleskan body losion pada kakiku. Aku sedikit heran dengan tingkah anehnya saat ini, apalagi saat ini dia tengah menggenggam tanganku dan mengusapnya hangat.
"Siap apa mas?," balasku padanya.
Bukannya menjawab, mas Zidan malah menaik turunkan alisnya sambil tersenyum.
"Itu...,"
"Apa, balik ke Surabaya?"
Mendengar tebakanku mas Zidan malah menghela nafas panjang.
"Bukan itu Nabila," kesalnya tertahan.
"Terus apa ih mas,"
Aku benar-benar tak tahu apa yang dimaksud sama mas Zidan soal 'itu'.
Perlahan mas Zidan menangkup pipiku dengan kedua tangannya. Belaian lembut dari mas Zidan dan tatapan dari mata hitam pekat itu kian mengunci mataku.
Mas Zidan semakin mengikis jarak diantara kami, helaan nafas nya begitu membuatku terpesona. Tanpa kusadari tubuh lelaki yang menjadi suamiku ini telah mengunci tubuhku dalam kungkungannya. Dengan mata terkunci dan nafas yang kian memburu membuat gejolak lain dalam tubuhku semakin tak tertahan. Perlahan aku merasakan bibir basah dan kenyal itu menempel pada bibirku. Perasaan kaget itu pasti ada tapi setelahnya aku terhanyut dan mulai memejamkan mata menikmatinya.Doooooor.... Doooooor... Doooooor..
(Suara petasan dari luar rumah)"TIARAP.... TIARAP..."
Teriak mas Zidan spontan, seketika dia langsung melompat turun dari ranjang dan tengkurap dilantai seperti posisi tiarap.
"Mampus,"
Aku menepuk jidatku pelan. "Ya Allah... Suami gue kok gini amat ya,"
Celoteh ku kemudian."Apa kau bilang dek,"
Garang mas Zidan.Perlahan mas Zidan mulai berdiri sambil menatapku kebingungan dan kesal.
"Itu cuman suara mercon mas, bukan geranat apa bom!"
Jawabku sambil menunjuk ke arah jendela, dimana kita bisa melihat roncean mercon yang tergantung di pohon mangga dengan Fahri yang sedang menyalahkan sumbunya dan disaksikan banyak orang.
"Beneran itu suara petasan. Apa kamu lagi bohongin mas ya La,"
Cerocosnya tak percaya, mas Zidan menengok dari kaca jendela. Dan seketika dia malah nyengir sambil menggaruk tengkuknya."Ya Ndak lah mas, lihat aja sendiri kalau nggak percaya," jawabku sambil memutar kedua mataku jengah.
Sebenarnya acara pernikahan ku belum sepenuhnya berakhir, Karena undangan dari teman-temannya mamak dan bapak masih saja berdatangan.
"Hahahaha, ka kamu lucu banget sih mas,"
Tawaku menguar memenuhi kamar saat melihat wajah konyol mas Zidan ketika mengetahui dari mana asal suara tadi.
"Itu sikap siap siaga dek. Kamu Ndak boleh gitu sama mas,"
Sanggahan yang tak masuk akal,Tanpa mendengarkan segala cerocosnya yang memintaku untuk berhenti tertawa, tapi itu malah membuatku semakin tertawa lepas.
"Apa harus kayak gini ya mas, hahaha. begini amat dah."
Aku masih cekikikan saat mas Zidan sudah duduk lagi disampingku.
"Ya udah. Ketawain aja terus,"
"Dasar, pak tentara."
"Itu salah satu resikonya jadi istri tentara, dek,"
Mas Zidan merenggut kesal sambil menatapku tajam.
Perlahan aku mulai mengehentikan tawaku. Aku mengatur nafas agar tak kembali ketawa, ya ampun yang barusan itu lucu banget. Beneran deh nggak boong.
"Sholat dua rakaat dulu mas,"
Ucapku menepuk pipinya pelan kemudian berjalan cepat menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu.Mas Zidan langsung mengerti maksud ucapanku. Wajahnya langsung sumringah begitu saja, setelah melihat aku sudah di kamar mandi dia malah menggaruk tengkuknya dulu baru ke kamar mandi untuk mengambil wudhu.
______⚓______"Assalamualaikum warahmatullah..."
Akhir dari salam sholat dua rakaat mas Zidan aku ikuti sebagai makmumnya saat ini dan seterusnya.
Setelah mengakhiri sholatnya mas Zidan menghadap kearahku, perlahan aku mengecup punggung tangannya dan mas Zidan mengecup keningku lama.
"Robbana hablana min azwajina wadzurriatina wa qurrata'aini waj'alna lilmuttaqina imaama."
Doa mas Zidan kemudian meniupkan ke ubun-ubunku.
Aku yang mendengarnya pun segera mengaminkan dengan penuh rasa syukur sampai meneteskan air mataku.
"Jangan takut, saya suamimu."
Mas Zidan mencoba menenangkanku agar tak takut, tak lupa dia juga mengucapkan doa junub sambil menghapus air mataku.
Aku mengangguk sembari mengikutinya melafalkan doa.
Mata hitam pekat itu kembali mengunci mata coklat milikku. Mengungkapkan segala rasa membuktikan kemampuannya.
Malam ini kami benar-benar menjalani kata rumah tangga yang sebenarnya. Memenuhi hak masing-masing.
"Mulai hari ini mas harus menjadikanku tempat pulang, mas. Aku harus jadi dermaga buat mas Zidan."
Lirih batinku ketika mas Zidan perlahan membawaku ke sisi tempat tidur.Mata itu kian menyakinkanku ketika tangan mas Zidan perlahan membasuh kakiku dengan air dalam bak.
"Mas janji akan menjadikanmu satu-satunya tuan putri dalam kerajaan mas,"
Setelah mengeringkan kakiku dengan sebuah kain, mas Zidan beranjak mendekatiku. Tetap dengan mata yang mengunci dan membuatku larut padanya. Membawaku menuju surga yang sama-sama dirindukan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aku pendamping marinir
RomanceUntuk mendampingi orang besar seperti mu aku harus bisa tangguh sepertimu. agar aku tak mundur jika kamu membutuhkanku menahan keluh kesah mu. kita dipertemukan untuk sebuah perpisahan, ketika sang marinir memenuhi panggilan pertiwi, aku harus mampu...