patah hatinya seorang dokter. 🔍💉

2.3K 137 0
                                    

Pembahasan cinta adalah pembahasan yang lengkap. Selain bahagia dan luka serta duka dan putus asa yang didapatkan. Kita juga harus memikirkan caranya bangkit.
🍁

Sehari setelah mas Zidan berangkat tugas mamak langsung datang menemaniku disini. Sebenarnya aku tak tahu kalau mamak akan ke surabaya bersama bapak dan Fahri hanya demi menemaniku selama mas Zidan tugas.

Semua ini karena mas Zidan memberikan kabar bahagia itu kepada orang tua ku dan orang tua mas Zidan. Sebenarnya ibuk juga ingin kesini, tapi ibuk tidak bisa meninggalkan ayah yang sudah mulai sakit-sakitan kalau kelelahan.

2 hari setelah aku benar-benar istirahat total karena dimarahin mamak. Kali ini aku mulai bekerja kembali, sebagai dokter psikiater aku hanya mendapat jam 4 kali dalam seminggu. Dan lebih sering bekerja diluar rumah sakit untuk membantu orang-orang yang memanggilku kerumahnya.

"Mi, Lo kenapa?"
Tanyaku pada mia. Beberapa waktu setelah aku masuk diruanganku Mia langsung menyusulku dan duduk didepanku dengan tangan menopang wajahnya.

"Ndak apa kok," jawabnya singkat.

Aku menatapnya lekat. "ayolah, matamu itu mengatakan sebuah kesedihan Mia,"

Mia mengehela nafas kasar. "Ah, baiklah. Aku tak bisa menutupinya didepanmu,"

Mia terlihat pasrah. Aku tahu dia sedang membutuhkan teman curhat.

"Katakan,"
Aku menunggunya berbicara sambil memangku tangan diatas meja. Ku lihat Mia menghembuskan nafas beberapa kali, dia juga beberapa kali membuka mulut lalu menutupnya lagi.

"Hati gue sakit Nabil, disaat gue jatuh cinta kenapa cinta gue selalu tak pernah bersemi,"
Mia terlihat sangat frustasi, air mata yang sedari tadi menumpuk dipelupuk matanya mengalir begitu saja.

"Siapa Mia, siapa yang kamu cintai."

Aku mencoba menenangkannya dengan mengusap punggungnya, tapi Mia malah semakin terisak sesenggukan.

"Danil, Danil Pradipta. Lelaki itu mencuri hatiku, dan bodohnya aku yang begitu cepat menaruh harapan padanya, hik.. hik.. aku harus gimana Nabil, hik.. ini sangat menyakitiku."

Mendengar nama Danil malah membuatku terkejut. Bagaimana mungkin aku tak mengetahui bahwa sahabatku ini menyukai pria yang pernah dekat denganku.

"Lalu kenapa Mia?"

Mia semakin tergugu dan memelukku.

"Dia mencintai wanita lain Nabil, hik, dia mencintai hik, mantannya dulu. Dan dia mengatakan ji, jika di.. dia hik akan menikah dengan orang itu,"

"Apa, siapa. Bagaimana mungkin,"

"Hik hik, Nabila. Rasanya sakit sekali,"
Tangisan Mia semakin keras. Dengan terpaksa aku mengurungkan niatku untuk bertanya padanya, biarlah Mia tenang dulu.

Aku dulu juga pernah berada dalam posisi ini. Ketika seseorang yang aku kagumi dan memberiku harapan malah bersanding dengan orang lain.

"Tenanglah Mia, Allah sedang menyiapkan kebahagiaan lain untukmu,"

Lama aku mencoba menenangkan Mia yang menangis didepanku.

Biarkan dia mencurahkan segalanya. Menangis memang tak bisa merubah keadaan, tapi setidaknya itu bisa membuat sedikit lega karena pernah menyesalinya. Cukup sekali saja, sama seperti tangismu yang cukup kali ini saja.
_______⚓______

*Mia pov*

Pagi ini aku sengaja berangkat lebih awal. Sebelum kerumah sakit, aku sempatkan untuk mampir ke rumah makan yang terletak disamping rumah sakit untuk sekedar sarapan.

Awalnya suasana hatiku biasa saja. Semua berjalan normal. Tapi setelah aku bertemu dengan seorang pria berpakaian kemeja hitam dan seorang wanita dengan seragam loreng itu, semua berubah.

"Dokter Mia,"
Panggil Danil ketika kami tak sengaja bertemu. Aku yang baru datang di rumah makan, sedangkan mereka yang akan pergi dari sini.

"Iya, kalian sarapan disini juga,"
Aku berbicara sambil melirik wanita dengan seragam Kowal lengkap dengan baret ungu disampingnya itu.

"Iya, oh iya. Kenalkan dok, dia Maria. Calon istri saya"

Deg...
Pendengaranku seakan tuli, bersamaan dengan hatiku yang remuk mendengar kata calon istri dari mulut lelaki ini.

"Maria,"
Wanita Kowal itu mengulurkan tangannya sambil tersenyum ramah.

"Mia,"
Aku mencoba tersenyum membalas jabatan tangannya  dengan senyum semampuku.

"Sejak kapan kalian menjalin hubungan,"

Pelan aku mencoba bertanya, Karena aku tak pernah melihat mereka bersama. Bahkan yang ku ketahui selama ini Danil menyukai Nabila, bukan Maria.

"Maria ini mantan ku saat SMA, hubungan kita sempat rehat beberapa tahun. Tapi sekarang, ya do'akan yang terbaik ya dok,"
Jelas Danil mantap, dia mengamit tangan Maria dengan lembut. Seakan mengatakan bahwa dia sangat mencintai wanita itu.

"Aku harap kamu bisa hadir di pernikahan kita, dok."
Ucap Maria. Senyum ramah itu tak pernah luntur sejak tadi. Sedangkan hatiku begitu meringis kesakitan.

Aku hanya mengangguk sekilas, begitupun ketika mereka pergi dari hadapanku.

Lelaki itu. Entah sejak kapan aku menaruh hati padanya, mengaguminya dan menyukai tingkah konyolnya saat berbicara.

Pikiranku kembali melayang pada kejadian dimana kita pertama kali bertemu. Saat diparkiran, dia membawa sebuah alamat dan foto seorang wanita. Saat itulah aku melihat mata teduh yang mencuri hatiku.

Lalu saat ditaman rumah sakit kita sering bertemu, meskipun saat itu aku lebih bertugas menghibur hatinya, tapi terkadang dia juga sering menghiburku.

"Hidup dalam kesepian itu terkadang membuat kita sadar Mia, karena dengan itu kita bisa membuat alasan untuk tersenyum dengan sederhana."

Kata-kata itu ketika kita sama-sama bercerita tentang keadaan keluarga kita yang tak lagi utuh.

Aku salah, lelaki yang aku kagumi dengan cinta pada pandangan pertama itu. Rasa itu membuatku lupa terlalu besar menaruh harapan padanya, aku lengah saat hatiku jauh dariNya.

"Permisi mbk, silahkan menikmati."
Ucap seorang pelayan mengantarkan pesananku membuatku tersadar dari lamunan hatiku yang runyam. Aku mengangguk padanya.

"Seperti ini rasanya,"
Lirihku memegangi dadaku yang sesak. Aku kehilangan nafsu makanku dan menelan kepahitan sepagi ini.

Aku pendamping marinirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang