kehidupan seorang Jalasenastri. ⚓

2.3K 149 1
                                    

Terkadang kesedihan dan kesepian itu membuat jiwa menjadi kejam.

Kembali ke rutinitas semula. Mas Zidan yang masih membimbing para taruna Taruni yang sudah masuk persiapan pelantikan. Sedangkan aku kembali bekerja dirumah sakit.

"Mila nanti ikut tante ya, Tante beliin permen lollipop deh," bujuk Mia pada anak kecil yang duduk didepanku.

Hari ini memang rutinan Mila untuk konsultasi denganku. Anak ini mulai terbuka tapi dia juga memunculkan gejala lain selain disleksia yang dialaminya.

"Iya Tante. Sekarang aja yuk,"
Mila tersenyum riang, tangan mungilnya menarik-narik ujung baju Mia.

Aku dan ibunya melihatnya gemas sekali, begitupun dengan Mia yang mau tak mau harus menuruti keponakan lucunya itu.

"Bagaimana dokter Nabil?,"
Tanya ibu Mila saat Mia dan mila sudah keluar dari ruanganku.

"Untuk disleksia yang Mila alami bisa dikatakan ada peningkatan Bu. Mungkin Mila bisa sembuh seperti biasa. Tapi, Mila sekarang malah menunjukkan gejala lain, bu."

"Gejala apa dok?"

"Ambang atau borderline,"

"Apa itu dok. Kenapa bisa,"

Sekilas aku tersenyum menenangkan sebelum memulai menerangkan pada ibunya Mila.

"Ambang (borderline) itu emosi tidak stabil, mudah marah, implusif, mengalami perasaan hampa, suka menyakiti diri sendiri, dan beresiko tinggi bunuh diri."

"Bagaimana bisa dok? Ya Allah Mila,"
Lirih ibu Mila.

"Ini disebabkan oleh rasa kesepian dan kekerasan mental yang mungkin saja penderitanya memiliki dendam pada seseorang yang dia sayangi tapi dia malah menyakiti mentalnya itu."

"Saya mohon dok. Tolong bantu Mila, saya memang bersalah karena tidak selalu ada untuk Mila ketika suami saya bersikap kasar pada Mila. Saya mohon bantu Mila, dok."

Tatapan binar memohon yang sedari tadi menyimpan sesuatu itu akhirnya tumpah bersama permohonannya.

Aku mengangguk singkat mengiyakan permohonan ibu Mila.
"Saya akan bantu sebisa saya, Bu"
Jawabku halus.

"Kalau begitu saya izin menyusul Mila dok. Terimakasih," pamit ibu Mila.

"Sama-sama Bu,"
Jawabku mengiringi kepergian ibu Mila.
________⚓_______

Ruangan tenda dilapangan samping kompleks asrama ini dipenuhi para wanita berbaju biru tua. Baju-baju yang terlihat sangat pas bagi para Jalasenastri. Hari ini adalah pertemuan pertama bagiku, anggota baru Jalasenastri (persatuan para istri tentara angkatan laut).

Pertemuan pertama ini kami membahas tentang persiapan pelantikan Taruna Taruni muda baru. Aku baru tahu kalau untuk itu kita juga harus ada sebuah kegiatan penampilan atau paling tidak kita diberi tugas bagian perlengkapan dan fasilitas umum nanti.

"Izin, mbk Nabila tadi pulang kerja jam berapa? Kok sudah bisa sampai sini,"
Tanya mbk Dewi yang duduk disampingku.

"Siap, mbk. Baru aja kok, saya tadi cuman punya jam sedikit dirumah sakit,"
Jawabku setengah berbisik, Karena takut tidak sopan berbicara saat mbk Rina istri kasal didepan sana sedang menerangkan sesuatu.

"Izin mbk, Untung aja mbk nggak telat. Kalau telat bisa-bisa mbk Sukma itu nyindir kayak saya dulu"

Dewi sedikit tertawa kecil. Satu hal yang aku tahu dari wanita beranak satu disampingku ini. Dia itu sangat terbuka dan suka bercanda. Tapi dia juga terlalu pengingat sama sikap buruk seseorang.

"Izin mbk. Betulkah?" Tanyaku padanya. Dewi mengangguk semangat.

"Iya tau mbk. Mentang-mentang istrinya jendral, dia itu yang paling suka marahin para ibu-ibu disini tau."

"Izin mbk, mungkin dia cuman mau tegas dan mendisiplinkan para anggotanya saja,"

Aku mencoba berfikir positif pada mbk Sukma. Ya, walaupun dari tadi mbk Sukma yang duduk dipojok sana selalu melirikku sinis dan terkadang tersenyum miring.

"Mbk Nabila nanti akan tau sendiri kok,"
Meskipun Dewi tak puas sama jawabanku tapi dia selalu menyertakan dengan senyum kecil dan riang. Dan itu membuat siapa saja akan ikut senang dengan perkataannya.

Tanpa menjawabnya aku cuman mengangguk. Sebenarnya Dewi ini usiannya 3 tahun lebih tua dariku. Tapi karena disini aturannya harus memanggil mbk satu sama lain, jadi ya begini. Aku memanggilnya mbk dan dia memanggilku mbk.

Diskusi dan persiapan untuk pelantikan memakan waktu 4 jam. Acara yang dimulai sejak siang tadi baru selesai sore ini. Perlahan lapangan tempat para Jalasenastri berkumpul tadi sudah mulai sepi. Aku kembali ke asrama bersama Dewi dan mbk Rina. Kita berjalan beriringan sembari bercakap-cakap ringan.

"Bagaimana dek, betah disini?"
Tanya ramah mbk Rina.

"Siap izin. iya mbk, Alhamdulillah,"
Jawabanmu mengangguk kecil.

"Alhamdulillah kalau gitu dek, kalau bisa setiap ada acara formal dan non formal dek Nabila ikut saja ya,"

"Siap, InsyaAllah mbk."
Jawabku ketika kita bertiga berhenti didepan asrama mbk Rina yang terletak paling dekat dari arah lapangan.

"Baiklah saya masuk dulu ya dek Nabil, dek Dewi"
Pamit mbk Rina sebelum masuk kedalam.

Tak lama setelah itu aku dan Dewi melanjutkan jalan.

"Izin mbk, besok ada rutinan voli loh. Mbk Nabil ikut ya,"
Ucap Dewi dengan ceria.

"Izin mbk, tapi aku tidak bisa voli,"

Sudah lama aku tak melakukan olahraga itu. Mungkin terakhir kali aku voli adalah saat masih SMA. Dan itupun aku tak begitu mahir melakukannya.

"Tenang mbk, aku dulu juga gitu kok. Nanti kita latian bareng-bareng,"
Sanggah Dewi tetap mempertahankan senyumnya.

"Ikut ya mbk, biar kenal lebih dekat sama yang lainnya juga,"
Bujuk Dewi lagi. Dia tetap kekeuh membujukku, bahkan dia mengatakan akan menjemputku esok.

"Aku usahain ya, mbk."
Jawabku sebelum pamit masuk ke asramaku yang letaknya 3 asrama lebih dekat dari asrama dewi.

Aku pendamping marinirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang