Pedang wira samudera ⚓

2.6K 157 1
                                    

Ketika awal kisah yang indah menghampirimu. Maka nikmatilah, tapi jangan lupa untuk mempersiapkan diri pada aral rintang sebelum ending indah kembali.

Nabila mulai mengerjapkan matanya, menggeliat lucu dengan mata yang sedikit terbuka masih dalam pelukanku. Sejak tadi aku mengamati wajah teduhnya saat aku terbangun 5 menit lalu.

"Loh, mas kok disini"
Nabila terlonjak kaget dan langsung duduk begitu melihatku disampingnya.

Aku menepuk jidatnya sedikit kencang untuk menyadarkannya.

"Heh, aku ini suamimu Nabila," balasku malas.

Nabila terdiam, keningnya berkerut sedang berfikir.

"Ah, maaf. Aku lupa mas,"
Satu kejutan dari Nabila, kalau dia itu lucunya kebangetan.

Aku menggelengkan kepala saat dia menepuk jidatnya sendiri. Dengan gemas aku mencubit pipinya.

"Ih mas, sakit"

"Mandi sana. Hari ini kita resepsi ke2"

Aku mencium pipinya cepat sebelum aku berjalan keluar kamar meninggalkan Nabila yang menggeram sebal.
_______⚓_____

*Nabila pov*

Gaun merah muda dilengkapi dengan mahkota kecil dikepalaku menambah kesan bahwa aku sekarang mirip putri raja.

Hari ini adalah resepsi yang dikhususkan untuk undangan ku dan mas Zidan. Mulai dari temanku dan mas Zidan di masa SD, SMP, SMA, teman kuliah, teman pendidikan, teman kerja, teman perguruan, teman main. Sampai orang-orang penting dari kami semua diundang pada hari ini.

Berbeda dengan saat upacara adat Jawa yang hanya menghadirkan undangan dari kedua orang tua kami, kali ini undangan membeludak dikarenakan ada upacara pedang pora Wira samudera dari kesatuan mas Zidan.

Pedang Wira samudera adalah upacara pedang pora khas dari TNI angkatan laut yang dipersembahkan adik tingkat mas Zidan untuk mengantarkan kami pada kehidupan baru dan tugas baru dalam mahligai pernikahan.

"Upacara pedang Wira samudera untuk kapten Zidan Alfiansyah Akbar dan dokter Nabila Az-Zahra akan segera dilaksanakan. Kedua mempelai dan pasukan Wira samudera dipersilahkan memasuki area upacara,"
Suara MC mengintruksi.

Aku menggandeng lengan mas Zidan. Kami berjalan pelan dengan langkah tegap seperti kemarin saat kita gladi beberapa kali. Dibelakang kami ada sekitar 10-12 orang prajurit TNI AL yang membawa pedang, ada 2 orang Kowal yang membawa bunga dan lilin, dan 1 pemimpinnya.

Aku dan mas Zidan berhenti di depan lorong. Lalu para pasukan pedang pora segera mengambil tempat disisi kanan kiri sambil menghunuskan pedangnya keatas membentuk gapura.

Perlahan aku dan mas Zidan melewati gapura pedang pora dengan diiringi alunan musik dan puisi atau lebih mirip dengan renungan yang dibawakan grup instrumen disamping area upacara.

Satu persatu gapura pedang kami lewati. Hatiku begitu terneyuh melihat semua ini. Aku tak menyangka jika salah satu impianku terwujud bersama lelaki yang gagah dengan baju seragam serba putih dan lencananya ini.

"Ana uhibuki Fillah ya zaujati,"

Mas Zidan tersenyum sambil menghadap ke arahku ketika para barisan pasukan pedang pora tadi sekarang membentuk formasi payung pora.

Payung Wira samudera adalah lambang kehidupan rumah tangga yang dipayungi tanggung jawab sebagai pendamping abdi negara.

Mas Zidan mengecup keningku lama dengan lembut, sedangkan aku hanya memejamkan mata sembari tersenyum.

Setelah itu aku dan mas Zidan berjalan menuju komandan dan istrinya yang telah berdiri didepan dengan membawa bunga untukku dan baju seragam Jalasenastri berwarna biru tua sebagai hadiah untukku.

"Selamat menempuh kehidupan baru kapten Zidan dan dokter Nabila," ucap komandan setelah mas Zidan melakukan hormat.

"Selamat datang sebagai anggota baru Jalasenastri dek Nabila, selamat bergabung dengan kami untuk mengemban tugas negara bersama suami,"
Ucap mbk Rina, selaku istri dari komandan kesatuan yang memberikan sebuah seragam dan buket bunga sebagai hadiah.

Senyum dan tawa riang dari kami dan para tamu undangan tak pernah luntur sampai acara upacara pedang Wira samudera ini diakhiri dengan foto bersama antara kedua pengantin, pasukan pedang pora, grup instrumen, serta komandan dan istrinya.

Setelah itu barulah acara resepsi dari para undangan yang melakukan salaman sembari memberi ucapan selamat kepada pasangan yang telah berdiri dipelaminan.

"Gila la, itu tadi keren banget,"
heboh Fifi saat bersalam denganku.

"Lo, pengen yak," candaku dengan senyum renyah, Fifi berubah cemberut lalu beralih salaman sama mas Zidan.

"Mas, cariin gue dari kaum Lo dong, biar nanti ada acara kayak gini dinikahan gue," cerocos Fifi pada mas Zidan.

Mas Zidan malah menepuk jidat Fifi pelan.
"Tuh lihat, lumayan buat Lo,"
Kekeh mas Zidan sambil menunjuk salah seorang anggota pedang pora yang duduk dipojok sendirian.

Tanpa menjawab ataupun berpikir panjang Fifi langsung turun dari pelaminan gitu aja.

"Selamat ya dokter Nabila dan kapten Zidan. Gue tunggu Lo kembali masuk kerja,"
Mia menyalami aku dan mas Zidan dengan senyum hangat. Aku membalas pelukan Mia sebentar.

"Aku bahagia melihatmu tersenyum seperti ini Nabil,"

Danil, lelaki itu dengan senyum yang aku yakini tak sepenuh jiwa menyalami tanganku. Lalu ketika bersama mas Zidan, Danil sedikit berbisik pelan.

"Jaga dia, dan ingat kalau gue akan jadi yang pertama maju kalau kamu nyakitin wanita ini,"

Mas Zidan tersenyum menyambut tangan Danil, "terimakasih, kamu mau menyayanginya sebagai adik," balas mas Zidan yang disambut senyum hangat Danil.

Lega rasanya jika mereka berdua tak sampai bersinggungan ataupun bermusuhan.

"Selamat ya, pada akhirnya kapten Zidan tetap memilihmu. Dan aku percaya kalau kapten Zidan bahagia bersamamu, maaf,"
Lirih Maria saat bersalaman denganku.

"Maaf Zidan, aku akan mencoba memperbaiki semuanya," lirihnya lagi ketika bersalaman dengan mas zidan.

"Selamat ya Nabila, kak Zidan, bahagia selalu."
Seorang wanita yang tak begitu ku kenal menyalamiku dan mas Zidan dengan tatapan mata terluka. Mungkin dia dari undangan mas Zidan, tapi aku seperti mengenali wajahnya samar-samar. Siapakah wanita berkerudung kuning itu, terlebih tatapan mas Zidan yang tak ku mengerti saat menatapnya.

"Nabila happy wedding," kali ini teriakan heboh dari Umi, sahabatku sejak SMA yang memelukku riang.

"Makasih Umi, cepetan nyusul gih," candaku pada umi yang mengangguk mantap sambil nyengir kuda.

"Wih, akhirnya kapten kaku kita nikah bro,"
Celetuk kak Rian bersama istrinya dan rombongan dari perguruan kami yang naik bersama-sama untuk mengambil foto.

"Mbk kalem ini juga, kok mau sama dia yak," Fifi kembali nyeletuk naik pelaminan lagi untuk ikut foto bersama.

"Gila, gue nggak bayangin nanti anaknya harus jadi pendekar," sahut kak Saiful.

"Harus itu," koar dari semua anggota perguruan diiringi tawa renyah setelahnya.

Semua yang melihat kebahagiaan ini pun tak henti-hentinya tertawa melihat kehebohan diatas pelaminan yang diperbuat oleh beberapa temanku maupun teman mas Zidan.

Aku pendamping marinirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang