kembali bertemu Danil. 🍂

1.8K 139 0
                                    

Kecewa itu hanya sesaat. Jika lama berarti telah menjadi dendam dihatimu. Dan jika kamu biarkan, maka akan menyiksa trauma dipikiranmu.

*Danil POV*

Mendengar kabar tentangmu dengan lelaki berbaju loreng itu menghenyakkan tubuhku. Batinku seakan terguncang mengetahui akan ada janur kuning melengkung didepan rumahmu nanti.

Tahukah kamu wahai wanita yang kukagumi.
Mata coklat yang memikat hati.
Kekuatan dan kelemahanku saat ini.
Sayangnya aku terlena dan lupa jika kau belum lah milikku.
Dan sekarang memperjelas jika kamu bukanlah milikku.

Batinku berteriak, sesak rasanya. Namun beginilah seorang pria, tak mudah menangis dan hanya berwajah dingin.

"Danil kan?"
Seorang wanita dengan jas putih yang bertemu denganku dikoridor rumah sakit tepat saat aku ingin menemui Nabila.

"Iya, kamu Mia kan?" Tanyaku memastikan. Mia mengangguk sambil tersenyum.

"Mau kemana Nil?" Tanya Mia hangat.

"Ketemu Nabila?" Seakan tahu jawabanku Mia malah bertanya dengan nada datar.

Aku mengangkat sebelah alisku sebelum mengangguk pelan.

"Nabila ada kan?" Ucapku sembari menatap pintu ruangan Nabila. Tapi Mia tetap diam.

"Saya tahu, melepas rasa pada orang yang diharapkan itu tak mudah. Tapi saya yakin, kamu tak Setega itu untuk meragukan apa yang dipilih olehnya."

Aku mematung mendengar ucapan gadis itu. Lidahku keluh tak bisa menahan kembali sesak didadaku saat ini.

"Aku duluan," ucapku sambil mengetuk pintu. Meninggalkan Mia yang masih bungkam tak menjawabku.

"Danil."

Nabila seperti kaget melihat kehadiranku disini. Memang, sejak aku mendengar kabar kalau dia sudah kembali bekerja setelah cuti acara lamarannya itu aku baru kali ini menemuinya.

"Boleh minta waktunya sebentar, aku cuman mau bicara bentar kok"

Aku mencoba menyakinkannya. Nabila berfikir sejenak, lalu mengizinkanku duduk dihadapannya.

"Aku dengar, kamu sudah dilamar sama pria lain ya," lirihku menatapnya serius.

Seketika Nabila berjingkat kaget. Matanya tak berani menatapku.

"Iya. Dia bukan orang lain kok, nil. Kamu pernah bertemu dengannya," balas Nabila.

"Bisakah aku bertemu dengannya saat ini Nabil, tentu saja bersamamu juga"

Aku tersenyum menertawakan batinku yang tengah berteriak disana.

"Em... Dia sedang tugas sekarang. Baru berangkat 3 hari yang lalu," ucap Nabila dengan nada pelan.

"Oh iya, aku lupa kalau dia seorang tentara. Jadi nggak bisa nemenin kamu setiap saat ya," balasku.

Nabila menatapku dingin, bibirnya menjadi segaris tanpa senyum.

"Maaf Nil, tapi dia pilihanku," sanggah Nabila dengan percaya.

Aku mencoba tersenyum. Kali ini aku benar-benar ditolak olehnya.

"Apa kamu yakin dengan pilihanmu,"
Ucapku menunggu jawaban Nabila yang saat ini terdiam lama.

"Aku percaya sama mas Zidan, dan aku yakin sama pilihanku"

Nada mantap terucap dari mulut mungil gadis didepanku ini kembali menamparku. Untuk apa aku menanyakan pertanyaan itu.

"Baiklah, aku hanya ingin tahu tentang kisah kalian sampai titik ini. Itu saja,"
Aku kembali menata hati mendengarkan jawabannya.

"Sebelumnya maafkan aku Nil, dia lelaki yang sama jauh sebelum aku mengenalmu dia telah memintaku. Memang bukan dihadapan orang tua ku langsung, tapi dia langsung meminta lamaranku mendahului kamu"

Hembusan nafas panjang ku untuk menenangkan hatiku. Ternyata seperti ini rasanya patah hati, hatiku memang tidak patah dalam artian fisik, tapi rasanya seakan remuk dan tak lagi hidup.

"Apa itu artinya kamu telah mencintainya lebih dulu," lirihku.

"Maafkan aku Nil, aku tak bisa memenuhi amanah ayahmu"

Aku menatapnya dengan senyum singkat. Dapat kulihat dari sudut matanya yang berair menandakan dia pun ada rasa kecewa karena amanah itu.

"Tak apa Nabil, jika itu pilihanmu. Aku yakin dia yang terbaik untukmu"

Nabila mengangkat kepalanya, memandangku tak percaya.

"Kamu terlalu baik untukku Nil, aku tak pantas jika disandingkan denganmu," lirihnya kembali menundukkan kepala.

Perlahan aku menghapus air mata yang menuruni pipi wanita cantik ini.

"Kamu yang terlalu baik untukku Nabil, aku tak seperti yang kamu lihat"

Tanganku masih mengusap pipinya sambil tersenyum, Nabila membalas senyumanku tanpa bicara apapun.

"Bahagia selalu ya, aku pamit"

Aku menangkup tangannya yang dingin. Nabila masih enggan berbicara saat aku berbalik menuju pintu keluar ruangannya.

"Aku mohon. Tetaplah menjadi temanku Danil, jangan pernah berubah dari Danil yang aku kenal," Ucapnya pelan menghentikan langkahku.

Tanpa sadar senyumku mengembang sebelum berbalik memandangnya untuk mengangguk dan pergi dari hadapannya.

"Aku mohon tetap semangat"

Sebuah story Instagram dari akun wanita bermata coklat itu muncul diurutan teratas dari berandaku. Story ini baru dibuat beberapa menit yang lalu. Mungkin jika dihitung, dia membuatnya pas saat aku baru pergi dari ruangannya tadi.

"Bolehkah aku anggap itu semangat untukku," ucap batinku.

Dari sudut pandangku aku anggap itu untukku. Beruntung sekali orang yang kamu tuju itu. Walaupun itu bukan aku, dan aku hanya salah faham dengan story.

Aku pendamping marinirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang