H-3 Siraman 🌼

1.9K 134 0
                                    

Mencintai itu tidak cukup dengan tidak melukai yang dicintai. Tapi juga harus sabar saat dilukai oleh yang dicintai.

_Baha'udin nur salim_

Setelah kejadian cemburu yang hampir membatalkan semua, aku tetap memilihnya. Menyadari bahwa memang aku yang salah karena tak pernah belajar hal lain mengenai rumah tangga.

Selain itu, keseriusan mas Zidan dan pernyataan cinta untuk pertama kalinya lah yang membuatku yakin untuk meneruskan semua ini. Membawa hubungan kita dalam masa pingitan selama 7 hari, dan acara siraman yang hari ini akan dilaksanakan dikediaman masing-masing.

"Nabila kok belum siap-siap sih nak,"
Mamak mulai cerewet saat memasuki kamarku dan aku masih belum memakai ronce dari kembang melati ini dikerudungku.

"Iya Mak, sebentar lagi"
Aku merapikan jarik yang kupakai lalu merapikan hijab hitam segi empat polos itu sebelum menaruh ronce bunga dengan jarum pentul yang dibantu sama seorang perias.

"Aduh buk. Ini sebentar lagi selesai kok, jadi jangan buat saya gugup,"
Ucap mbk perias yang sedari tadi membantuku menata diri.

Sebenarnya aku tak mau acara siraman dan lain sebagainya ini, tapi orang tua dari kedua belah pihak tetap kekeuh mengadakan serangkaian upacara adat Jawa yang terbilang panjang juga ruwet.

"Sudah selesai buk. Monggo dituntun kedepan," lirih sang perias membantuku berdiri dari kursi rias.

Mamak mengangguk dan langsung menuntunku perlahan bersama bapak.

Upacara siraman diadakan calon pengantin sebagai lambang mensucikan diri sebelum membuka lembaran baru. Semua itu butuh proses, karena dalam perjalanan setiap kisah pasti dilumuri kesedihan dan debu-debu yang membuat kotor. Oleh karena itu siraman memiliki arti mensucikan diri untuk kembali bersih dan bersinar.

Serangkaian adat sebelum siraman pun harus dilakukan, seperti mengambil air dari 7 sumur berbeda. Lalu melarutkannya dengan Bunga setaman 7 rupa. Membasuh diri dengan 7 siraman gayung. Upacara yang mengharuskan anak digendong bapaknya. Dan juga upacara tanam rambut.

"Mbak Nabila, acara siraman telah usai. Selanjutnya silahkan mengambil tempat untuk upacara sungkem,"
Instruksi MC menuntunku untuk segera kesisi samping tempat sungkem yang berdekatan dengan gentong berisi air.
Disana mamak dan bapak sudah duduk berdampingan.

Perlahan kuletakkan kepalaku kepangkuan mamak, mengambil nafas sejenak sebelum memulai berbicara.

"Nabila minta maaf sama mamak, selama ini Nabila begitu menyusahkan mamak, Nabila ndak bisa ngerjain apa-apa.
Dan mamak selalu bersusah hati sama yang Nabila perbuat.
Nabila mohon mamak memaafkan Nabila.
Nabila minta restu mamak untuk pernikahan Nabila."

Mamak dengan lembut mengusap kepalaku. Lama aku tak merasakan semua ini dari mamak. Senyum itu terbit dari bibir indah mamak lalu menghadiahkan sebuah kecupan dikeningku.

"Mamak selalu mendoakan yang terbaik untuk Nabila, Nabila selalu jadi anak baik buat mamak.
Mamak merestui pernikahan mu nak,"
Mamak mengangguk lalu menepuk pundakku pelan.

Aku beringsut kearah bapak, sama seperti sebelumnya. Aku menaruh kepalaku pada pangkuan bapak.

"Bapak, Nabila minta maaf.
Nabila selalu buat bapak kesusahan sama apa yang Nabila mau dan perbuat.
Nabila selalu buat bapak dipertanyakan masyarakat dengan apa yang Nabila jalani.
Nabila minta maaf karena Nabila belum bisa jadi kebanggaan bapak.
Nabila belum bisa memberi kebahagiaan seperti yang bapak berikan.
Nabila minta maaf, Nabila mohon restu bapak untuk pernikahan Nabila."

Bapak menangkup pipiku lalu menghapus air mata yang membanjiri pipiku.

"Nabila selalu jadi kebanggaan bapak.
Nabila selalu jadi tuan putri bapak.
Bapak merestui pernikahan mu, nak"

Perlahan bapak menuntunku berdiri lalu memelukku dan mengecup keningku lama.

Sungguh, bapak adalah cinta pertama seorang anak perempuannya. Saat kecil aku sering sekali memeluk dan mencium bapak, tapi setelah dewasa. Aku harus kehilangannya.

"Ayo, nak Nabila ronce melatinya dilemparkan ke penonton, ayo para gadis-gadis ataupun bujangan silahkan berkumpul biar cepat ketularan."

Suara MC kali ini mengintruksi para penonton untuk berkumpul didepan Nabila.

Melihat mereka yang berkumpul berebut ronce melati adalah sebagian besar teman-teman ku saat SMA. Ada beberapa dari temanku SD, SMP, teman ku kuliah, sampai teman kerja pun turut hadir di acara siraman ku. Bahkan adikku Fahri juga ikut berebut bunga, padahal dia saja masih SMA.
_______⚓______

*Zidan pov*

"Wah, anaknya ibuk memang ganteng-ganteng dan gagah,"
Celoteh ibuk memasuki kamarku.

"Kok belum dipakai toh mas, bunganya"

Aku yang masih membetulkan jarik yang kupakai tiba-tiba ibuk langsung menyampirkan ronce melati yang dibentuk mirip baju ini kebadanku yang bertelanjang dada.

"Wih, Abang gue. Hahahaha"
Syarif yang baru masuk kamar ku langsung tertawa keras melihat penampilanku yang dipenuhi bunga-bunga.

Aku langsung memasang wajah datar dan garang kearahnya.

"Hus, kau ini sya. Anak ibuk ganteng gini kok diketawain"

"Buk, kenapa harus pakai beginian sih" gerutuku, saat tanganku ingin melepas ronce melati ini ibuk malah memukul lenganku.

"Kamu ini. Sudah turuti saja. Atau mau dibatalkan," sarkas ibuk.

"Eh, jangan buk. Susah tau dapetinnya," balasku cepat.

"Mangkanya, kamu sendiri yang ngebet kok masih aja nggak mau jalani upacara adatnya," tukas ibuk.

Syarif menepuk pundakku di iringi dengan senyum mengejek dan tawa kecil.

"Lo gagah kok bang. Mirip sama raja raja kuno, hahahaha" tawa Syarif kembali menggelegar.

"Iya Dan, sudah seperti raja majapahit yang gagah dan tampan," sanggah ibuk.

Aku semakin diam dan cemberut mendengar mereka. Sebelum tubuhku dituntun ibuk dan ayah menuju tempat prosesi siraman dan aku dipaksa untuk tersenyum sepanjang acara.

Aku pendamping marinirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang