Aku pendamping marinir ⚓

2.5K 162 1
                                    

Entah itu kamu atau bukan. Bayanganmu tetap mengikuti sekatku.


Aku pendamping marinir.

Maka dari itu aku harus punya semboyan tidak takut ditinggal dan setia pada negara.

Aku pendamping marinir.
Yang siap mempertaruhkan hidup dan mati untuk tugas negara. Setia mendampingi suami hidup ataupun mati.

Aku seorang Jalasenastri.
Karenanya aku tidak bisa begitu saja lepas dari peraturan militer.

Setelah masa senja yang terlewati bersama lek Sofyan kali ini aku kembali bertemu dengan mata yang sama namun berbeda. Mata hitam yang hangat itu kembali kutemui.
Sayang, namun dia bukan orang yang aku tunggu. Dia hanya orang yang aku rindu.

"Bagaiana kabarmu, La,"

Tanyanya terkesan seperti sebuah sapaan itu membuatku menoleh kearahnya. Lelaki ini duduk disampingku. Bangku yang sama ditaman dekat rumahku.

Fajar menyingsing naik keatas awan. Sebentar lagi aku ada jam praktek dan sekarang aku sedang menikmati matahari pagi sebelum berangkat.

"Baik kak, seperti yang terlihat,"
Jawabku.

Kak khuzain tersenyum hangat padaku.

"Bisakah aku menggantikan raja yang selalu berdoa untuk bisa bersama kekasihnya meskipun dia dari kasta terendah,"

Apa lagi ini. Kenapa semua silih berganti mencoba menyembuhkan hatiku dan menggantikan posisi rajaku.

"Ak, aku kak,"

"Aku memberimu waktu. Aku tidak ingin memaksamu."

Sejenak kak khuzain menghembuskan nafasnya lalu berkata.

"Jika nanti kamu siap, aku siap menerima apapun keputusannya. Dan jika kamu menolakku aku harap tiada yang berubah dari Nabila yang aku kenal,"

Terdiam sejenak lalu aku berkata.

"Tetaplah menjadi khuzain yang aku kenal. Jangan berubah selain perubahan yang baik kak,"
Lirihku memandangnya.

Senyuman manis dari kak khuzain membuatku sedikit lega dari rasa bersalah.

Saat aku menatap kearah samping kak khuzain dengan tujuan menghindari tatapan mata itu terlalu lama, mataku menangkap sosok tubuh yang sangat aku kenali melewati kami dari arah samping menuju pintu keluar.

"Mas Zidan,"
Lirihku spontan berdiri dari dudukku.

Kak khuzain ikut berdiri disampingku dan menelusuri seluruh taman melalui matanya.

"Sudahlah Nabila, kamu jangan terlalu bersedih. Mungkin itu cuman perasaanmu saja."

Elusan lembut dipunggungku membuatku menoleh kearahnya. Dia memberiku sebuah senyum menenangkan.

"Hah, mungkin aku terlalu lelah kak sampai berhalusinasi."

Perkataan yang tidak ada bobot bagiku.

"Kamu harus tetap menjalani hidup ini, meskipun hatimu kecewa dengan apa yang kosong sekarang."

Lagi-lagi disetiap akhir kisah akan selalu dipenuhi dengan kata saling membalas senyum satu sama lain.

"Aku pulang dulu kak,"
Pamitku tidak bersemangat.

Kak khuzain mengangguk mengerti.

"Hati-hati ya,"
Ucapnya menatapku menjauh dari area taman.
______________⚓____________

"Aku ingin membuatmu terkejut tapi kamu yang membuatku terkejut."

Sebuah kertas yang tergeletak dimeja ruang tamu membuatku mengerutkan kening, berfikir keras siapa yang membuatnya dan untuk siapa surat ini.

Tiiiiiiing toooong...

Kakiku langsung melangkah kearah pintu. Saat pintu kayu itu terbuka menampakkan seorang lelaki berjaket hitam berdiri didepanku.

Hatiku semakin berdebar ketika lelaki itu memperlihatkan wings marinir disisi kiri jaketnya.

"Mas Zidan,"
Lirihku.

Air mata memang tidak pernah keluar diwaktu yang tepat. Aku belum mengetahui kenyataannya kalau orang didepanku ini benar mas Zidan atau tidak, aku sudah menangis duluan.

Perlahan dia membuka tutup jaket dikepalanya. Wajah itu mulai terlihat dengan sebuah senyum yang sangat aku rindukan. Dia lelaki yang aku tunggu, dia yang membuatku menjadi Jalasenastri tanpa nahkoda.

"Mas,"

Tanpa sadar aku terhuyung kebelakang satu langkah karena terkejut.

Mas Zidan mendekatiku dengan tetap tersenyum. Perlahan aku menyentuh wajahnya dengan pandangan masih tidak percaya. Setetes air mata jatuh begitu saja menatap orang didepanku ini masih hidup adalah sebuah keajaiban.

"Ini aku Nabila,"
Ucapnya membuatku semakin ternganga.

"Ini beneran kamu kan mas, ka kamu masih hidup,"

Air mataku semakin deras ketika mendapatkan jawaban anggukan darinya. Mas Zidan mengambil tanganku yang tadi menyentuh wajahnya lalu membawanya kebibirnya dan memberi sebuah kecupan.

"Iya Nabila, aku masih hidup."

Mata hitam pekat itu membuatku semakin tak karuan. Tanganku menutup mulutku kaget dengan apa yang dikatakannya.

Bagaimana mungkin seseorang yang dinyatakan hilang selama 2 bulan bisa berdiri di hadapanku sekarang.

"Aku tidak bermimpi kan,"

Lagi-lagi dia hanya tersenyum dan mengangguk.

"Tidak La, ini kenyataan."
Ucapnya sambil tersenyum.

Mas Zidan membawaku kepelukannya. Pelukan hangat yang sangat aku rindukan selama ini.

"Kamu kemana aja mas, kamu jahat membuatku frustasi karena berpisah darimu, hik.. hik..."

Tangisku semakin menjadi saat mas Zidan mengecup keningku lama.

"Maafkan mas, mas kembali untukmu dan Zafran, Nabila. Mas kembali,"

Mas Zidan mengeratkan pelukannya padaku. Lama kita berpelukan saling menumpahkan kerinduan yang menumpuk dalam duka.

"Ayo masuk mas, Ndak enak kalau dilihat tetangga."
Ucapku ketika sadar jika kami masih berada didepan rumah.

Mas Zidan mengurai pelukannya lalu tersenyum lebar menatapku.

"Kamu sih, udah langsung nangis duluan."
Kekeh mas Zidan.

"Ish,"
Desisku lalu menariknya masuk kedalam rumah.

Aku pendamping marinirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang