kisah kasih disekolah ⛺

1.8K 105 0
                                    

Takdir memang terkadang memainkan hati kita. Entah jalan mana yang kamu pilih semua tak akan merubah takdir, namun hanya merubah rasa.
🌹

*Maria pov*

Pagi-pagi sekali lelaki didepanku ini sudah menerorku dengan puluhan pesan dan panggilan. Bahkan ponselku tak pernah berhenti berbunyi karenanya.

"Ngeselin banget sih,"
Dengan geram aku menghampiri seorang lelaki yang merusak mood ku dipagi hari.

Lelaki itu tetap tenang dengan senyumnya duduk santai di kursi depanku.

"Ayolah, kau tak akan kaget dengan sifat ku yang satu itu,"
Jawabnya santai.

Aku mengambil duduk pada kursi didepannya. Jarak kami terhalang meja bundar, tak lama setelah itu pesanan makanan dan minuman datang.

"Makanlah, setelah ini aku ingin bicara penting denganmu,"
Ucap Danil sambil mengambil sendok dan pisau untuk makan.

Aku diam, mengikuti apa yang dilakukan.
Suara denting antara piring dan sendok menjadi pengiring kesunyian kita.

"Apa yang akan kau bicarakan, aku tak punya banyak waktu."

Ketika melihat dia juga sudah menyelesaikan makannya aku langsung bertanya apa maksud lelaki ini menggangguku dipagi hari.

Mendengar pertanyaanku dia langsung menangkup kedua tanganku.  Mengusapnya lembut dan penuh kehangatan.

"Aku serius dengan semua ini. Aku mohon jangan mundur,"

Mata itu memancarkan sebuah ketulusan dengan penuh harapan.

Aku menghela nafas sejenak. Memang sebelum hari ini aku dan Danil sempat merenggang. Beberapa waktu lalu dia melamarku secara resmi, namun setelahnya hatiku ragu, rasanya aku ingin menyudahi semua ini, tapi aku juga ingin tetap bersamanya.

Lama aku berfikir. Memandang matanya yang mengunciku sedari tadi.

"Baiklah, maafkan aku."
Lirihku sambil menundukkan kepala.

Danil mengangkat daguku perlahan, mempertemukan kedua mata kami untuk berpandangan dalam.

"Kamu ingat. Saat dulu kita masih SMA, dulu kita pernah dipaksa lomba foto berdua kan?, saat itu kamu begitu cantik dengan gaun pengantin itu, sedangkan aku dipaksa pakai pakaian seorang tentara angkatan udara. Saat itu aku sangat bahagia karena bisa berperan sebagai pilot pesawat. Dan aku pun berharap bahwa suatu saat nanti kisah itu menjadi impian."

Danil mengakhirinya kata-katanya dengan senyum. Aku masih menatapnya, hatiku kembali merasa bersalah karena dia tak mampu meraih keinginannya menjadi pilot.

"Aku mengingatnya,"
Kataku sambil membalas senyumannya.

Kisah kita memang rumit. Tak semudah yang dibayangkan saat usai menghadapi rintangan lalu bahagia seterusnya. Tak semudah itu, karena selagi waktu masih panjang. Maka masalah dan kebahagiaan akan datang bergantian.

"Bisa kita ulangi lagi saat nanti kita foto prewedding,"
Kali ini Danil tersenyum semakin lebar.

Tanpa bersuara aku hanya mengangguk dengan senyum manis. Dan itu menghadirkan senyumnya semakin lebar dan merasa lega.

"Apa sudah selesai, aku ada apel pagi ini."

Beginilah kehidupanku. Semuanya diatur waktu dan harus mengatur waktu. Aku melihat Danil mengamati seragam loreng Kowal yang aku pakai. Dia kembali tersenyum dan mengangguk.

"Baiklah ibu Kowal, aku akan mengantarmu."

Aku dan Danil mulai beranjak dari duduk, ketika akan sampai di pintu masuk ada seorang wanita dengan jas putih dokter menghentikan kami. Danil menyapanya dengan ramah, tapi aku melihat keterkejutan wanita didepanku ini.

"Kamu mengenal dokter Mia?"
Tanya Danil Ketika kami sudah berada didepan markas korps marinir.

Sejak tadi setelah bertemu dokter Mia kita hanya saling diam, berjalan beriringan bergandengan tangan, namun tak ada yang mau memulai bicara.

"Aku bertemu dengannya beberapa kali, tapi aku selalu tidak ada kesempatan berkenalan dengannya." Jawabku singkat.

Danil mengangguk mengerti.

"Makannya dia terlihat kaget," balas Danil.

Aku diam berfikir. Apa cuman perasaanku saja jika dokter Mia terkejut bukan karena aku. Tapi karena berita pernikahan kita. Dari tatapan matanya yang merana menandakan hatinya tengah hancur.
Entah ini cuman pikiranku saja kalau dokter Mia menyimpan rasa pada Danil. Atau memang semua itu benar.

"Aku rasa tidak, aku rasa dokter Mia berpikir lain."
Kataku mengedikkan bahu.

Melihatku yang cemberut tanpa sebab, Danil mengusap rambutku dengan senyum gemas.

"Berpikir apa hah, kau ini."

Dia menyudahi kegiatannya memberantakan rambutku. Aku mencebik kesal karenanya.

"Sudahlah, pergi sana. Aku mau masuk,"

Aku mendorong tubuhnya menjauh dariku, berusaha mengusirnya. Tapi lagi-lagi dia malah mencubit pipiku dengan gemas.

"Danil..." Geramku.

Bukannya merasa bersalah, dia malah nyengir kuda tanpa dosa.

"Jangan lupa besok aku jemput buat prewedd,"

Tanpa menunggu jawabanku dia langsung ngacir pergi dari mataku.

Aku membalikkan badan, lalu sebuah senyum terbit begitu saja dari bibirku. Lelaki itu selalu saja bisa membuatku kesal dan bahagia dalam waktu bersamaan.

Namun, lama aku bersamanya membuatku semakin sadar. Bahwa untuk bersanding dengannya, tanpa sadar aku menjadi tokoh antagonis dalam kehidupan seseorang. Banyak hati yang patah harapannya Karena hubungan kami. Menyakiti perasaan seseorang padahal kami tak berbuat apa-apa dan tak mengetahuinya.

Aku pendamping marinirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang