Part 14: Blaze Putus Asa

214 34 0
                                    

Pertandingan bola masih berlangsung gadis itu hanya bisa mendengus sebal tidak bisa mengobati luka Thorn. Hatinya merasa janggal--tidak enak, memang kalau orang yang sudah berbuat baik pada kita dan kita tidak membalas perbuatan orang itu rasanya sakit dan ada yang janggal.

Ying berada di sebelahmu menepuk pundakmu,"Haiya Y/n, Thorn tidak akan terjadi apa-apa kok. Taufan ahli mengobati luka-luka itu jadi nggak usah khawatir."ucapnya menghiburmu.

Dahimu berkerut samar masih tidak enak dan bayangan waktu di taman itu seolah terputar jelas. Terutama ia membalut luka lutut Della penuh kasih sayang dan saat ia menggendong Della raut wajah Thorn terlihat manis. Tidak tahu kenapa kamu melihat wajah imut itu merasa bahagia.

  Ying tengah asik memerhatikan kamu terheran sendiri sebab kamu tersenyum sendiri. Gadis berkacamata itu mau bertanya nada meledek. Namun, ia urungkan kemungkinan suasana hatimu sekarang sudah senang.

 Debug!

"Kak Blaze nggak apa-apa!"teriak Solar berlari menghampiri Blaze yang tiba-tiba saja jatuh. Semua penonton melihat itu berteriak kencang terutama fans Blaze. Kamu menoleh melihat Solar dan beberapa anggota timnya menghampiri sang kapten bola.

  Pemuda bertopi oranye membara itu bangkit duduk memegangi kakinya yang terasa ngilu. Ia menahan rasa sakit dan setetes air mata berhasil jatuh membasahi pipinya. Kata-kata dari mulut Firdaus membuat konsentrasinya menghilang karena perkataan itu benar, ia terlalu banyak mengandalkan Thorn buat menembak bola ke gawang sedangkan ia sebagai kapten bola--tidak sama sekali.

Pengecut!

Solar duduk di samping Blaze menelengkan kepala sedikit agar bisa melihat wajah Blaze yang penuh dengan keringat. "Kak Blaze,baik-baik saja kan?"tanya Solar hati-hati. Tidak ada respon dari kakaknya, pemuda itu semakin menunduk ke bawah tanda putus asa menyerang dirinya.

Pemuda berambut keriting cokelat bertanya,"apa sebaiknya kita tidak melanjutkan pertandingan ini?sebentar lagi istirahat akan berakhir."ucapnya melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.

  Lalu datanglah Firdaus dengan wajah angkuh, rambut jambulnya bergoyang ditiup angin. Ia tersenyum miring. "Pasti dia tidak fokus main bola karena ia sering mengandalkan Thorn saja. Jadi jika tidak ada Thorn maka tidak ada kata menang di tim kalian. Sekarang, kalian sudah tertinggal dengan Timku 2-0."ucap Firdaus masih dengan keangkuhannya lalu ia pergi bersama teman-temannya yang lain meninggalkan lapangan.

Pemuda berambut keriting itu menatap sinis dengan kakak kelas yang populer itu. "Cih, sombong amat. Apa gara-gara dia kapten dan tampan? Bisa sombong gitu. Aku juga tampan tapi tidak sombong kek dia!"komentarnya sambil mendengus sebal.

Fang datang,"eh ada apa? Apa mereka telah main curang ke Blaze?"ucap Fang terlihat gopoh ingin mengecek tubuh Blaze tetapi Blaze berkata tidak apa-apa.

  Solar merasa bersalah pada kedua kakaknya ia tidak bisa mencetak gol sama sekali. Sebuah papan besar yang ada di tepi lapangan terpapar jelas nomer Tim A dua sedangkan Tim B kosong. Helaan nafas kasar lagi dan lagi. Solar sama sekali tidak pernah merasakan main di luar dan keasikkan di kamar, bermain sendiri, belajar, menonton televisi, makan. Hanya itu saja yang Solar kerjakan sesekali membantu kakaknya; Gempa dan Halilintar terkadang Ice.

"Blaze!"panggil Gempa berlari mengarah ke kerumunan kecil di lapangan. "Eh ada apa nih? Blaze kenapa?"tanya Gempa khawatir banget dengan adiknya satu ini.

"Entah Kak Gem. Kak Blaze nggak  mau bicara?"kata Solar. Gempa membantu Blaze berdiri, pemuda itu berdiri perlahan karena lututnya tergores. Fang yang melihat luka itu terkejut,"Blaze, lututmu luka?"Gempa dan Solar melihat lutut Blaze,berdarah.

7 Kurcaci Elements (Readers) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang