Part 57: Rasa, Salah paham

103 24 12
                                    

    Hali duduk di sofa sembari mengobati luka di tangannya. Ia bodoh, bodoh dan bodoh. Dengan mudahnya ia melukai tangannya sendiri hingga berdarah, dibersihkan darah itu pelan-pelan, sebelah mata memicing karena menahan rasa perih saat disentuhnya. Gempa menuju ke ruang tengah dan melihat Hali sedang mengobati tangan yang berdarah. Seketika pemuda bermata cokelat itu mendelik melihat darah di tangan Hali serta tisu-tisu yang berserakan di lantai penuh darah.

"Astagfirullah, Kak Hali!" pekik Gempa panik dan pemuda itu langsung menghampiri pemuda berdarah dingin itu. Gempa melihat lamat-lamat tangan yang ada sedikit darah itu, ia mengambil beberapa obat dan perban.

"Kak Hali! Kok bisa sih! Tangannya luka kek gini!" omel Gempa ke Hali sesekali melirik Hali yang malah mukanya jauh lebih datar daripada hari-hari sebelumnya.

"Kesal." jawabnya singkat.

Tentu saja membuat Gempa mendengus sebal sembari terus membersihkan luka Hali dan membalut perban dengan rapih. Jawaban kakak sulungnya ini benar-benar menyebalkan dan baru pertama kalinya ia mengomel ke Hali.

Bola mata Gempa berputar malas.  Selesai membalut luka Hali, pemuda yang memiliki hati lembut seperti seorang ibu buat adik sekaligus dua kakaknya ini. Menghela nafas menoleh melihat wajah samping Hali, "boleh kakak kesal. Tapi jangan melukai diri sendiri kayak gitu." nasehat Gempa menatap luka Hali yang sudah ia perban dengan tatapan khawatir dan gelisah.

Wajah Gempa gusar sekaligus bingung setelah berurusan dengan Solar yang sibuk membuat eksperimen untuk memperkuat kekuatan element. Dari benak Gempa, ia malah berpikir untuk memberitahu TAPOS tentang masalah ini. Masalah y/n di culik oleh orang yang memiliki kekuatan tanpa jam kuasa. Kalau masalah ini cenderung ke ekperimen.

Hali yang sedari tadi diam menyesali tindakan bodoh melukai diri sendiri, angkat bicara,"Gem! Sebelumnya kau memiliki perasaan?"

"Punya lah, Kak Hali. Masa nggak punya sih? Masa aku di samain sama hewan predator!" jawab Gempa sedikit protes dan baru pertama kalinya pemuda normal ini, gagal peka.

"Bukan perasaan itu?! Tapi perasaan yang timbul kalau bertemu dengan lawan jenis?" tanya Hali tiba-tiba membuat Gempa sedikit terkejut. Keduanya terdiam sejenak.

Mereka berdua dilanda keheningan, tidak ada yang memulai pembicaraan setelah Hali mengatakan itu. Gempa memainkan jarinya di atas lutut, mengetuk pelan. Di dalam pikirannya,  baru pertama kalinya Kak Hali mengatakan itu? Ah, lebih tepatnya peduli dengan perasaan itu karena tahu sendiri, bagaimana sifat Kak Hali? Pendingin datar yang cuek.

"Kenapa Kak Hali tiba-tiba berkata seperti itu?" tanya balik Gempa mengerutkan kening terheran-heran.

"Aneh," jawabnya singkat lagi.

Membuat Gempa yang duduk di sebelah kakak datar dan super dingin seperti Ice. Namun, Ice itu pemalas dan sifatnya udah nggak jauh sama Hali irit bicara. "Itu perasaan yang wajar bukan aneh, Kak Hali. Namanya juga jatuh cinta." kata Gempa begitu entengnya, tersenyum simpul membuat siapa saja akan terpesona.

"Apa kau bilang, Gem?" tanya balik Hali. Kini pemuda datar bernetra merah gelap menatap adiknya yang kini senyum-senyum nggak jelas.

"Jatuh cinta sudah menjadi perasaan yang wajar setiap makhluk di bumi." jawab Gempa tersenyum sumringah.

"Jadi kalau nggak tinggal di bumi. Makhluk alien nggak bisa jatuh cinta?  Ya, Kak Gem?" suara imut itu datang-datang tanpa di undang yang seenaknya menyahut jawaban Gempa. Dan pertanyaan konyol tercipta.

Hali dan Gempa menatap ke depan dengan tatapan heran serta bingung, apa yang di katakan oleh Thorn barusan. "Tapi Adudu bisa jatuh cinta sama Ayuyu meski mereka nggak cari cokelat di Kedai Tok Aba." lanjutnya lagi membuat Hali maupun Gempa, tepuk jidat.

7 Kurcaci Elements (Readers) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang