Semalaman mungkin waktu yang cukup untuk berduka. Zoya keluar dari kamar dengan wajah sembab menandakan ia menangis bahkan tidak tidur semalam. Dia terlihat tegar didepan semua orang, tapi tidak berlaku jika sendiri.Sama seperti wanita normal, ia hanyalah gadis rapuh yang pura-pura kuat. Air matanya menggambarkan semuanya. Betapa hati kecilnya sedang tidak baik-baik saja.
Dari lantai atas, dengan kondisi mata membengkak dia menatap satu persatu anggota kerabat yang memang masih berada disana. Dia menuruni anak tangga dengan perlahan sembari menunduk tak berani menatap semua orang.
Dia bahkan mengabaikan mama dan papanya yang sedari tadi memanggil namanya.
Langkahnya terhenti didepan kaki jenjang seseorang yang memang sengaja menghadang jalannya."Muka konyol" itu umpatan dari hati Zoya ketika matanya menatap wajah seseorang yang tengah mendongak kearahnya.
Danielle sengaja membungkuk dan mendongak melihat wajah Zoya dari bawah dan menampilkan muka konyol yang selalu membuat Zoya dongkol.
Dia melirik tas yang tersampir dibahu Zoya. "Mau kemana?" Tanya Danielle berkacak pinggang setelah menegakkan tubuhnya kembali seperti semula.
Mengabaikan pertanyaan cowok itu, Zoya malah melenggang pergi tak perduli dengan umpatan Danielle yang kesal karena terabaikan. Tak tinggal diam, ia terus berusaha mengejar langkah Zoya.
"Zombie, semua orang lagi berusaha buat ngehibur Lo, keluarga Lo juga masih ngumpul. Dan Lo mau pergi kemana?" Cercanya dengan pertanyaan. Namun Zoya terlihat acuh tak perduli dengan semua itu, ia mengabaikan keadaan sekitarnya.
Langkah kaki Zoya kembali terhenti, kali ini bukan Danielle. Dia melihat Flynn berdiri didepan pintu dengan bersidekap dada.
Rahang tegas, tatapan dingin dan menusuk, membuat Zoya terdiam. "Masuk sekarang!" titah Flynn tanpa mau terbantahkan.
Zoya kalah, ia menghela napas pasrah. Flynn terlalu tegas dan Zoya benci itu. Dari belakang, Danielle tersenyum mengejek melihat Zoya mati kutu dihadapan Flynn.
Zoya tipikal orang yang tidak mau dikekang, bisa dibilang pemberontak. Dia paling tidak suka dengan aturan. Aturan ada hanya untuk dilanggar. Itu prinsipnya.
Ia menurut kala Flynn menyuruhnya untuk masuk, tapi bukan Zoya kalau ia tak memiliki seribu akal. Rumah ini cukup besar, satu pintu saja itu mustahilkan?. Zoya memilih pintu samping sebagai jalan lain. Ia berjalan cepat sebelum Holland bersaudara itu menghentikannya lagi. Beberapa pertanyaan terdengar di telinganya mengiringi setiap langkah kakinya.
"mau kemana, ya?"
"Kenapa bawa tas, mau kemana?
"Mau ngapain?
Dan bla-bla, masih banyak pertanyaan sama. Namun dia tetap menuli dan mengunci mulutnya rapat-rapat. Mengabaikan semua kerabatnya yang keheranan.
"Dasar kepala batu" umpat Flynn saat melihat Zoya sudah berada diluar pagar.
Zoya menoleh ke arah Flynn yang juga sedang melihatnya. Ia membuka ponsel dan mengetikkan beberapa huruf.
Flyyn memeriksa ponselnya yang bergetar. Menghela napas singkat, kemudian ia memerintahkan Danielle untuk mengikuti Zoya.
"Kuliah" isi pesan singkat yang dikirimnya saat berhasil keluar dari rumah.
"Gila emang tuh orang. Semua masih berduka dia malah pergi kuliah. Gak bisa apa manfaatin dikit waktu kosong. Dasar mahasiswi teladan, bolos sesekali nggak apa-apa kali, dosen juga udah kasih izin. Jadi mubazirkan waktu santainya. Mana banyak tugas lagi" Danielle menggeleng tak habis pikir dengan Zoya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang kosong di pojok Hati (SELESAI)
Teen Fiction[ Follow dulu, sayang 😉 ] Belum banyak pembaca beruntung yang menemukan cerita ini. Makanya jadilah yang pertama dan beritahu teman lainnya! Kisah ini mengandung bawang! 🏅Rank 3 #depretion 🏅Rank 1 #Danielle 🏅Rank 2 #malas 🏅Rank 3 #bodoamat 🏅Ra...