Nyaris

70 14 0
                                    


Zoya menyeka air matanya dengan kasar. Dia hendak menghentikan papanya namun tak berhasil. Dia tidak ingin papanya melakukan hal nekad jika berhasil menemukan keberadaan Billy. Alben pasti tidak akan mengampuni laki-laki itu dan Zoya tidak mau hal itu terjadi, pokoknya dia harus menemukan Billy sebelum papanya.

Dia merogoh saku celananya, mengeluarkan ponsel dan menghubungi cowok itu. Lama, panggilan tak kunjung tersambung tapi Zoya tak menyerah, bagaimanapun juga dia sendiri yang akan memberikan pelajaran kepada Billy.

"Halo!" Akhirnya panggilan tersebut diangkat. Tak mau basa-basi Zoya lantas menanyakan keberadaan cowok pembohong itu.

"Lo dimana?"

"Aku lagi dirumah, kenapa sayang."

"Gak usah sok manis,"

"Kenapa kamu marah? Ngambek ya, sama aku?"

Zoya berdecih mendengar nada menjijikan itu. "Gue tahu siapa lo sebenarnya, gak usah berpura-pura lagi."

"Sayang, apa maksud kamu? Bentar kita ngomong baik-baik ya, kamu dimana aku jemput, oke?"

Zoya berdecak kesal, cowok itu masih bisa bersikap manis seolah tak menyadari perbuatannya. "Gak usah, sekarang lo dimana?" Tanyanya nge-gas.

"Baiklah, nanti aku kirim alamatnya."

Dia lantas mematikan panggilan tersebut dan menunggu alamat yang dikirim oleh Billy. Dia sudah tidak tahan ingin menghajar cowok itu. Ternyata selama ini dia sudah dibohongi bahkan di adu domba dengan sahabatnya sendiri. Danielle, cowok itu pasti sangat kecewa padanya.

Zoya sungguh sangat merasa bersalah telah menuduh orang yang tidak bersalah. Meskipun dia tahu kalau Danielle memang ada disana tapi tidak seharusnya dia langsung menuduh bahkan tanpa bukti yang kuat. 

Drrrtttt...

Sebuah notifikasi dari Billy muncul, tak banyak berpikir lagi dia langsung bergegas menuju alamat tersebut. Namun langkahnya terhenti ketika sebuah mobil hitam menghalanginya. Zoya mendengus kesal sebab sudah tahu kalau itu adalah mobil orang-orang suruhan kakeknya, Tuan Andromeda.

Salah satu pria bertubuh kekar turun dari pintu samping. "Izinkan kami mengantar anda, Nona." Ujarnya formal.

"Gak usah, gue bisa sendiri." Tolak Zoya.

"Keselamatan anda adalah tanggung jawab kami, Nona."

Zoya berdecak kesal. "Berhenti ngikutin gue, dan mendingan sekarang kalian pergi!" Cercanya.

Gadis itu segera melanjutkan langkahnya namun pria itu tidak mengizinkan, ia terus menghalangi langkah kaki Zoya.

"Minggir," ujar Zoya dingin.

Pria itu tidak menggubris dan dengan tidak sopan memaksa Zoya masuk ke dalam mobil. Gadis itu memberontak sekuat tenaga, dia tidak suka dipaksa. Dia terus berusaha melepaskan diri dari pria yang kekuatannya tiga kali lipat darinya. Namun tetap dia tidak berdaya, hingga akhirnya sebuah ide terlintas, ia pun menurut untuk masuk.

Melihat Zoya sudah kehabisan tenaga, pria itupun tampak memberikan sedikit kelonggaran lalu bergegas membukakan pintu agar cucu dari tuannya itu bisa masuk ke dalam mobil. Saat lengah Zoya memanfaatkan kesempatan itu, dia mendorong pria itu hingga terjatuh lalu ia lantas berlari sekuat tenaga menjauh dari sana.

Mendapati rekannya sudah terjatuh, pria yang satunya pun ikut turun membantu. "Kejar," titah temannya setelah berhasil berdiri.

Terlihat Zoya sudah berlari cukup jauh, ia berhasil melepaskan diri. Ia berlari kalang kabut ditepi jalan raya yang cukup sepi. Tak ada tempat untuk bersembunyi sementara dua pria dibelakangnya masih terlihat jelas mengejarnya. Tiba-tiba dari kejauhan ia melihat sebuah kendaraan umum tengah berhenti disebuah halte.

Ruang kosong di pojok Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang