Rumah sakit

129 21 0
                                    

Suasana cukup mengkhawatirkan sebab kondisi Zoya belum menunjukkan tanda-tanda sadar dari pingsannya. Dona terus bertanya kepada Ben tentang apa yang sebenarnya terjadi  dan mengapa putrinya itu bisa pingsan. Dia tidak sadar kalau semua itu karena ulahnya.

Elle yang mendengarnya menjadi geram sendiri, dia berusaha menahan diri agar tidak menghajar wajah Dona.  Dani yang paham situasi berupaya menenangkan istrinya itu. Bisa bahaya kalau Elle bertikai dengan Dona disaat seperti ini. Meskipun Dani juga sama kesalnya dengan Elle, tapi dia harus mengendalikan diri.

Setelah lama menunggu akhirnya seorang pria yang mengenakan jas putih khas seorang dokter keluar dari kamar rawat yang ditempati Zoya. Dia dokter yang sama yang merawat Zoya dahulu.

"Bisa keruangan saya sebentar," ujar dokter tersebut kepada Ben.

"Mama jagain Yaya dulu, ya!" Suruh Ben pada istrinya.

Dona langsung masuk kedalam ruangan Zoya. Terlihat gadis itu masih setia terpejam diatas brankar.

"Aku mau ikut." Pungkas Elle tanpa mau dibantah.

Ben mengangguk singkat kemudian mengikuti dokter tersebut ke ruangannya disusul Elle dan Dani dari belakang.

Di dalam ruangan, mereka semua duduk berhadapan disalah satu sofa yang terdapat disana.

Dokter yang bernama Aditya itu terlihat sangat marah.  Aditya adalah salah satu kerabat terdekat mereka, jadi wajar jika dia sangat marah sebab dia sudah menganggap Zoya seperti anaknya sendiri.

"Maaf sebelumnya, bukankah saya sudah memperingatkan kalian terutama anda pak Alben selaku orangtuanya bagaimana lemahnya imun tubuh Zoya,"

"Bagaimana kondisinya, tapi dia baik-baik saja kan?" Ben terlihat begitu khawatir.

Dokter Aditya menggeleng.

"Anafilaksis, kondisi tersebut adalah reaksi yang paling parah, Zoya bahkan sampai pingsan. Tak hanya itu dia juga merasakan sesak napas hingga nyaris saja membuatnya kehilangan nyawa. jika kalian terlambat membawanya kesini entah apa yang akan terjadi."

Mata Alben membulat sempurna begitupun Elle tak bisa membendung rasa keterkejutannya.

Plakkkk

Ben menunduk penuh sesal usai Elle menghadiahkan sebuah tamparan kewajah nya.

Itulah sebab Aditya membawa mereka kedalam ruangannya, ia sudah mengantisipasi hal ini. Disana mereka bisa berdebat tanpa ada yang akan terganggu.

"Ma, udah," Dani menahan tangan Elle saat wanita itu kembali hendak menampar Ben.

Mata Elle menyiratkan kemarahan yang besar. Ia menunjuk Wajah Ben dengan murka.

"Kamu sadar apa yang sudah kalian lakukan, Ben!" Bentak nya.

Ben terdiam menerima semua amukan Elle yang memang pantas ia dapatkan.

"Kalian hampir membunuh dia, apa kamu akan terus diam seperti ini. Kamu mau Zoya mati secara perlahan ditangan Dona? Hah? Jawab!" Cecar Elle tak habis pikir mengapa ada orang tua sekejam ini.

Ben menatap Elle sendu. "Lalu aku harus bagaimana Elle? Dona masih belum bisa menerima semuanya. Ini juga demi kebaikan Zoya,"

"Kebaikan macam apa, heh? Tau apa kamu dengan perasaan Zoya? Kamu cuma sibuk mikirin perasaan Dona, Dona, dan Dona!"

"Kamu nggak tahu gimana susahnya dia menyembunyikan setiap lukanya, cuma apa? Cuma demi kebahagiaan orang yang nggak pernah nganggap dia ada. Itu kebaikan yang kamu maksud, Ben?" Lirih Elle membuat Ben terbungkam.

Ruang kosong di pojok Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang