BrakkkMendadak kaki Zoya tak kuat menahan tubuhnya hingga meja kecil disebelahnya pun menjadi korban. Buru-buru ia bangkit beranjak pergi dari tempat itu sebelum kedua orangtuanya datang menghampiri dan ia ketahuan menguping pembicaraan mereka.
"Apa Zoya harus ikut?"
"Tidak perlu, kita hanya butuh tanda tangannya. Setelah itu beres dan kita tidak perlu berpura-pura lagi."
"Menurut mas, apa Zoya akan setuju dengan ini?"
"Jika dia menyayangi kita maka dia harus setuju. Itu juga demi kebaikannya."
Secepat mungkin Zoya berlari masuk lalu mengunci diri di dalam kamar. Apa yang barusan dia dengar benar-benar menyakitkan.
"Gak, ini gak mungkin. Pasti gue tadi salah dengar." Gumam Zoya menyangkal semuanya.
"Mama sama papa gak mungkin melakukan hal se-naif itu. Mereka gak haus harta, mereka beneran sayang sama aku. Gak, ini gak bener." Sambungnya bermonolog.
Sejenak dia berpikir. Ia berdecak kesal lantas mengacak rambutnya dengan raut getir. "Terus apa tujuan mereka nyuruh aku tanda tangan?" Dia benar-benar tidak mengerti dengan semua ini.
Dalam kerisauannya sebuah notif dari handphone mengalihkan perhatiannya. Tiba-tiba sebuah ide terlintas begitu saja, dan tanpa pikir panjang ia langsung meraih ponsel tersebut.
"Proses peralihan hak waris"
Saat tombol search ditekan, semua berita dan informasi terkait kalimat yang diketik oleh Zoya di google searching pun muncul. Tangan gadis itu bergulir keberbagai judul lainnya, membacanya untuk mendapatkan informasi terkait hal waris yang selama ini dia takutkan menjadi masalah perpecahan antara dia dan kedua orangtuanya.
"Jadi, selama ini Mama sama papa sibuk bolak-balik untuk mengubah ahli waris dari kakek. Satu langkah lagi, mereka cuma butuh tanda tangan dari gue. Dan masalah ini bisa clear." Simpul Zoya setelah membaca beberapa artikel terkait syarat-syarat yang diharuskan dalam proses peralihan hak waris.
"Oke kalau gitu, tinggal tanda tangan aja kan? Lagian gue juga gak butuh warisan itu. Gue cuma mau kasih sayang Mama dan papa, gue gak perlu harta dari kakek." Putusnya sungguh-sungguh.
_____
Sekian lama bergulat dengan pikirannya akhirnya iapun meyakinkan dirinya. Gadis itu beranjak dari tempat tidurnya dan langsung bergegas mendatangi kamar kedua orangtuanya lagi. Keputusannya telah bulat, dia sendiri yang akan memberikan tanda tangan itu, tanpa ada paksaan. Baginya tidak ada yang lebih penting selain kebahagiaan kedua orangtuanya. Untuk masalah harta dia tidak perduli, lagipula selama ini dia tidak punya kendala dengan uang.
Apapun cara kakeknya yang berusaha menjatuhkan mama dan papanya Zoya tidak perduli, karena ia akan tetep menolak untuk tinggal bersama kakek neneknya. Dia akan hidup bahagia selamanya dengan kedua orangtuanya, titik. Jika Mama dan papanya mau warisan itu atas nama mereka, ya silahkan saja. Tidak ada masalah sama sekali bagi Zoya. Justru ia akan senang kalau orangtuanya bahagia dengan cara itu.
Dia melirik singkat pada meja yang tadi ditabraknya telah tersusun seperti semula. Lalu fokusnya kembali kepintu kamar yang tertutup itu. Tangannya menggantung tepat didepan kayu yang menjulang tinggi didepannya, lagi-lagi perkataan dua orang didalam membuat dadanya ngilu. Hingga langkahnya menjadi terhenti.
"Kemungkinan dua hari setelah prosesnya lancar, kita bisa langsung mengirim Zoya ke London."
"London?" Zoya tertegun ditempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang kosong di pojok Hati (SELESAI)
Teen Fiction[ Follow dulu, sayang 😉 ] Belum banyak pembaca beruntung yang menemukan cerita ini. Makanya jadilah yang pertama dan beritahu teman lainnya! Kisah ini mengandung bawang! 🏅Rank 3 #depretion 🏅Rank 1 #Danielle 🏅Rank 2 #malas 🏅Rank 3 #bodoamat 🏅Ra...