Jangan paksakan

74 17 0
                                    


Tak ada yang lebih menarik daripada langit-langit kamarnya. Putih, bersih, tanpa ada pernak-pernik hiasan apalagi gemerlap lampu kekinian. Polos. Dia menyukai kesederhanaan ini. Menenangkan, damai, sepi, sama seperti kondisi hatinya sekarang.

Suara decit pintu kamar yang terbuka perlahan masuk ke indera pendengarannya, namun malas baginya hanya sekedar melirik orang yang datang berkunjung.

"Sayang, kok nggak makan siang di bawah?" Suara mamanya terdengar sangat lembut menyapa.

Zoya membalikkan badan kesamping ketika merasakan kasur disampingnya bergerak perlahan. Dia memilih membenamkan diri dengan memeluk mamanya yang duduk diatas tepi kasur.

"Zoe, nggak laper, ma."

"Tadi Tante Elle sama om Dani nyariin kamu, loh. Katanya kamu jarang main kerumahnya akhir-akhir ini. Kenapa?"

"Lagi pengen dirumah aja." Timpalnya singkat.

Tangan Dona terangkat mengelus surai rambut putrinya yang nampak berkilau terkena sedikit pancaran sinar matahari yang menyelinap masuk dari jendela kamar.

"Kamu lagi marahan sama Danielle?" Tanya Dona menyadari juga seharian ini cowok itu tidak kelihatan batang hidungnya.

Mendengarnya Zoya jadi teringat dengan masalah di kampus tadi. Dia tidak mau membuat mamanya khawatir, apalagi saat tahu kalau Dona belum sepenuhnya bisa berdamai dengan dirinya. Kalau dia kembali stres lalu mengamuk lagi bagaimana? Zoya tidak mau itu terjadi.

Dia sangat bahagia melihat keadaan Dona sekarang yang sudah mau menerima kehadirannya, tidak akan dia hancurkan meski apapun yang terjadi.

"Enggak," jawab Zoya berbohong.

"Terus, tumben dia nggak kesini. Om Dani sama Tante Elle aja mampir, kenapa Danielle, nggak ?" Herannya.

"Lagi sibuk pacaran, kali." Celetuk Zoya malas.

"Danielle udah punya pacar? Siapa?"

Zoya berdecak sebal. "Kenapa jadi ngomongin Danielle sih, ma?"

Melihat raut masam diwajah putrinya Dona malah tersenyum jahil.

"Kamu cemburu Danielle udah punya pacar?" Tebaknya. Sontak Zoya melotot terkejut.

"Enggak lah, ngapain cemburu." Tampik nya ngegas. "Aku kan udah punya tunangan," kali ini nada suaranya berubah agak sendu.

Dona menyadari perubahan putrinya itu. Ia mengangkat dagu Zoya agar menatap kearahnya.

"Apa kamu mencintai Billy?"

Zoya mengangguk singkat.

"Apa yang membuat kamu yakin kalau kamu mencintainya?"

Sejenak ia nampak berpikir. "Kak Billy itu baik, perhatian, sikapnya juga dewasa, nggak nyebelin kayak Danielle_"

"Danielle?" Sela Dona saat emosi putrinya itu berubah kala menyebut nama Danielle.

Zoya menghembuskan napas berat.  "Danielle nyebelin, Zoe nggak suka." Ujarnya.

"Mama tanya tentang Billy loh, kenapa jadi ke Danielle?"

Pertanyaan menjebak dari mamanya membuat ia tidak bisa berkutik lagi. Alhasil ia jadi terdiam kikuk.

"Zoe, dengar mama," titah Dona, gadis itu menurut dengan memperhatikan Mamanya lekat.

"Selama mama terapi di Singapura, banyak hal yang berubah. Cara berpikir mama, sudut pandang, dan yang terpenting, ini," Dona menunjuk dada sebelah kanan Zoya.

Ruang kosong di pojok Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang