perasaan

77 14 0
                                    

"Gimana kepalanya, masih pusing gak?"

Zoya tersenyum tipis seraya menggeleng. "Udah mendingan kok, Tan." jawabnya membuat Elle ikut menyunggingkan senyum kelegaan mendapati kondisi sahabat dari anaknya sekaligus anak gadis kesayangannya telah membaik.

Zoya melirik sekilas seperti mencari seseorang, kemudian tatapannya mengarah pada Elle yang sebenarnya sudah paham maksud dari tatapan tersebut. "Tante sendirian," lama dia menjeda kalimatnya seperti menimbang. "Em.. maksudnya Om Dani dimana, kok gak ikut jenguk Zoe?" Tersadar akan panggilan yang biasa Danielle sebutkan untuknya membuat Zoya kikuk dan langsung memalingkan wajahnya sambil merutuki mulutnya sendiri.

Padahal Elle sebenarnya sudah mengerti maksud perkataan Zoya tadi. Tapi tak apalah sedikit mengerjai gadis itu. Elle berpura-pura berpikir keras sebelum memberikan jawaban.

"Emm, Tante kan emang kerjanya dirumah sakit ini. Lagian Om Dani juga belum tahu kalau udah gak ada lagi penjagaan ketat di sini."ujar Elle. Terlihat raut muka Zoya seperti mencari-cari alasan lainnya, Elle memperhatikannya sambil mengulum senyum geli. Gadis itu sungguh menggemaskan jika sedang malu-malu mengutarakan pikirannya.

"Kalau gitu telepon aja sekarang biar mereka bisa jengukin Zoya,"

"Mereka?" Selidik Elle membuat Zoya terdiam menahan diri untuk mengumpati kebodohannya yang haqiqi ini, seketika gadis itu menggigit lidahnya sebab keceplosan. Dia tidak sanggup melihat reaksi tantenya itu, pasti sedang mengejeknya.

Elle mengulum senyum geli melihat gurat wajah Zoya memerah. "beneran telepon om Dani aja nih? Terus mereka nya siapa lagi dong?" Ujar Elle memojokkan Zoya.

"Flynn, maksudnya Tan." Koreksi Zoya tak kehabisan akal.

"Flynn kan lagi di Kalimantan." Jelas Elle. Bodoh sekali Zoya, dia bahkan tidak pandai menutupi kebohongannya dengan mencari alasan semacam itu. Apa dia amnesia setelah terluka? Dasar Zoya.

"Oh jadi gak mau ketemu gue, gitu?" Keduanya menoleh serempak ke sumber suara.

Perasaan senang berusaha ditutupi oleh Zoya melihat kedatangan sahabatnya yang sudah dia tunggu-tunggu dari tadi. Akhirnya yang dicari menunjukkan batang hidungnya. Ini yang sedari tadi coba dia utarakan kepada Elle tapi malu mengatakannya langsung.  Entah mengapa dia bersikap seperti itu padahal tinggal tanya aja, si Danielle kemana, Tan? Kan beres. Kenapa dibuat susah. Entahlah Zoya pun bingung dengan sikapnya.

"Yah, padahal tadi gue ngarepin om Dani, atau gak Flynn yang datang. Kok malah kudaniel yang nongol." Gerutu Zoya pura-pura cemberut tapi dalam hati tengah sumringah.

"Ya udah sono, panggil si Flynn- plan itu, palingan juga lagi berburu sama suku pendalaman di Kalimantan." Danielle juga tak kalah dengan memasang wajah manyun, pura-pura ngambek.

"Kalian ini, masih aja." Elle menggeleng gemas memperhatikan tingkah keduanya. "Ya udah tante tinggal dulu ya, sayang." Pamitnya pada Zoya yang langsung diangguki.

"Jagain yang bener, jangan diajak berantem terus." Ujar Elle memperingati anak bungsunya itu yang senang sekali menjahili Zoya.

_______

Setelah Elle meninggalkan ruangan, mereka terdiam untuk beberapa saat. Danielle tak beralih menatap wajah pucat sahabatnya itu hingga membuat Zoya merasa sedikit tak nyaman.

"Gue congkel tuh mata!" Sarkas Zoya memecah keheningan. Sebenarnya dia merasa gugup dalam situasi seperti ini tapi ia hanya sedang berusaha menutupinya dengan bersikap jutek seperti biasanya.

Danielle tersenyum tipis lalu menundukkan wajahnya sejenak. Terdengar helaan napas berat cowok itu membuat Zoya tertarik untuk memeriksanya.

"Niel, lo gak apa-apa?" Tanyanya memastikan keadaan cowok itu.

Ruang kosong di pojok Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang