Bukan

71 19 0
                                    

Tak beralih dari kotak makan itu, tanpa mengalihkan pandangannya. Jangankan habis, dia bahkan belum menyentuh isinya. Pikirannya tak berhenti terus melayang pada sahabatnya. Setelah mendengar penuturan Dona tadi dia jadi bisa berpikir jernih.

Wanita paruh baya itu benar, harusnya Danielle dan Zoya bisa bersikap lebih dewasa. Masa' hanya karena masalah seperti ini jadi menghancurkan persahabatan yang telah mereka bina dari orok. Dampaknya tak hanya sampai disitu, bahkan hubungan dua keluarga juga bisa hancur jika terus-terusan begini. Harus ada satu pihak yang mau mengalah.

Tadi Zoya kesini, tapi tidak sempat masuk karena ada urusan mendadak. Atau jangan-jangan? Danielle menatap susunan huruf yang menempel di dinding. Kenapa tidak terpikirkan sebelumnya, pasti Zoya datang saat mereka tengah sibuk merayakan kejutan untuk Jessie tadi.

Sekarang, apakah Zoya marah padanya? Cowok itu nampak kebingungan.  Apalagi ketika Dona bilang ada yang harus dia jelaskan sendiri kepada Zoya. Sepertinya benar, sahabatnya pergi bukan karena ada urusan tapi cewek itu marah padanya. Dia tahu betul bagaimana karakter sahabatnya itu.

Tepat sekali, Danielle langsung berdiri ketika melihat orang yang ditunggunya dari kejauhan.  Raut gadis itu tampak begitu kesal dengan wajahnya yang ditekuk serta tatapan tajam yang menusuk.

"Zoe_"

"Ikut gue,"

Danielle tak bisa menolak saat Zoya menarik tangannya dan membawanya kesebuah taman yang berada tak jauh dari sana. Cowok itu nampak kesusahan mensejajarkan langkah mereka. Bisa dia lihat kemarahan sahabatnya itu dari samping.

Dia tidak terlalu serius menanggapi raut muka itu, pasti Zoya marah karena dia tidak mengabari soal Jessie, dia pasti salah paham. Tak apa, sekarang Danielle akan menjelaskannya.

"Zoe, gue mau ngomong soal_"

"Soal apa?" Nadanya sangat tidak bersahabat.

Sangat berlebihan, sepertinya Danielle harus mencairkan suasana dulu. "Nasi goreng buatan Lo,"

"Lupakan tentang ini!" Zoya menepis kotak nasi tersebut dengan kasar  hingga semua isinya tumpah berserakan di tanah.

Danielle nampak terkejut mendapati reaksi gadis itu nampak  berlebihan. Dia sampai terdiam beberapa detik karena kaget.

"Lo apa-apaan, sih, kenapa dibuang?" Tegurnya sedikit kesal. Sangat menyayangkan sikap Zoya, mana nasi goreng tersebut belum ia cicipi.

"Elo yang apa-apaan?" Tunjuknya didepan muka cowok itu. "Sekarang gue tanya, apa alasan lo di kampus kemarin, padahal lo nggak ada jadwal kuliah?"

Kening cowok itu mengernyit heran. "Kenapa lo nanya gitu?"

"Jawab! Jangan balik nanya." Cecar Zoya.

Danielle terlihat semakin bingung sekarang. "Gue_"

Zoya tertawa sinis. "Nggak bisa jawab kan, Lo. Berarti benar dugaan gue, kalau Lo yang udah menjebak kak Billy." Tudingnya sarkastik.

Mata Danielle menatap nyalang. "Tunggu, kenapa tiba-tiba lo nuduh gue? Menjebak? Menjebak apa maksud Lo?"

"Oh, gue tahu. Dari awal, lo tuh emang nggak suka melihat kedekatan gue sama kak Billy. Makanya Lo mau buat hubungan gue hancur dengan cara merendahkan kak Billy, iyakan?" Tuduhannya semakin menjadi.

Danielle mengusap wajahnya dengan kasar, ucapan Zoya tambah ngaco. "Maksud lo apa sih, gue benar-benar nggak ngerti sama sekali dengan apa yang lo omongin."

"Gue tahu, lo kan yang mencampur minuman kak Billy sama obat yang buat dia mabuk hingga dia nyaris nyentuh gue, terus Lo yang dengan sikap sok pahlawan datang nyelamatin gue. Licik yah, Lo!"

Ruang kosong di pojok Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang