Mengkhawatirkan

110 23 0
                                    

Elle tidak bisa membendung air matanya yang mengalir deras. Dia tidak bisa menahan kekhawatirannya melihat kondisi Zoya semakin memburuk.

Dia menggigit bibirnya menahan isakan, disampingnya Dani berusaha menenangkan istrinya itu.

Beberapa perawat mondar-mandir keluar masuk ruangan Zoya dengan membawa berbagai macam jenis alat yang berbeda-beda. Elle dan Dani hanya bisa berdo'a demi keselamatan gadis malang itu.

"Mama,"

Elle yang mendengarnya langsung menoleh dan mendapati Danielle tengah berlari menghampirinya.

Wanita paruh baya itu langsung memeluk erat putranya yang sudah lama pergi dari rumah. Tangisnya semakin pecah.

"Kamu kemana aja, kenapa nggak pulang kerumah?" Cercanya disela-sela isakan.

"Gimana keadaan Zoe, ma?" Paniknya tak menjawab pertanyaan Elle yang tidak begitu penting ketimbang keadaan Zoya saat ini.

Elle menatap wajah Danielle sejenak kemudian tertunduk lemah. Cowok itu tak bisa menutupi raut bersalahnya serta rasa kekhawatirannya.

"Ma, bilang kalau Zoe baik-baik aja." Tuntut Danielle setengah memaksa.

Elle semakin terisak, pundaknya berguncang menahan kesedihannya.

"Pa, Zoe kenapa. Dia baik-baik aja kan?" Danielle beralih menatap Dani yang terdiam ditempatnya.

Melihat raut wajah papanya membuat Danielle mengerti kalau Zoya sedang tidak baik-baik saja.

Cowok itu mengusap wajahnya dengan kasar. Perasaan bersalah meliputi nya. Harusnya dia mendengarkan kata Bruno agar tidak menjauh dari Zoya.

Lihatlah sekarang, akibat keegoisannya dia tidak bisa memenuhi tanggung jawab dalam menjaga dan melindungi sahabatnya itu.

"Dimana mereka?" Tanya Danielle menahan gejolak amarahnya.

"Pa, kasih tau dimana kedua orang sinting itu!" Tuntut Danielle mempertanyakan keberadaan Alben dan Dona.

Arah pandang Dani tertuju pada kedua tangan anaknya yang terkepal erat disamping tubuhnya. Terlihat urat-urat menyembul dari buku tangannya.

"Mereka sudah pergi," jawabnya dengan nada rendah membuat Danielle melotot tak percaya.

"Papa biarin mereka pergi gitu aja, setelah semua yang dia lakukan sama Zoe?" Danielle tersenyum miris.

"Aku nggak akan biarin mereka hidup lebih lama lagi setelah ini." Sambungnya hendak pergi mencari orangtua Zoya.

"Danielle, apa yang kamu katakan. Berhenti Danielle!" Cegah Elle mengejar langkah cowok itu yang mulai menjauh.

Dia tidak akan mungkin membiarkan anaknya membunuh orang meskipun orang itu layak mati. Dia tidak mau Danielle dalam masalah yang akan merugikan semua pihak.

"Danielle, dengerin Mama!" Sentak Elle mencekal lengan anaknya itu.

"Aku nggak bisa ma, melihat Zoe terus-terusan menderita kayak gini. Aku rasa kita udah cukup sabar." Lirihnya menatap Elle.

"Mereka harus_"

"Terus lo mau apa?" Sahut Flynn yang tiba-tiba muncul dibelakang mereka.

Flynn menatap adiknya itu dengan raut tenang. Dia mendorong tubuh Danielle dengan jari telunjuknya.

"Lo mau bunuh mereka? Silahkan," Flynn meletakkan sebuah pistol ke telapak tangan Danielle.

"Flynn!" Elle membulatkan matanya terkejut melihat pistol itu.

Ruang kosong di pojok Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang