Bersiap hendak tidur, Jessie menutup laptopnya. Ia baru saja menyelesaikan maraton filmnya. Ia meregangkan otot-otot lehernya yang kaku akibat terlalu fokus menonton. Tak sengaja, matanya melihat tirai jendela yang sedikit terbuka. Ia mendesah malas, lalu dengan terpaksa beranjak segera menutup tirai tersebut agar ia bisa cepat-cepat tidur.
Namun, dia bergeming ditempat dengan tangan masih memegang tirai yang hendak ditutupnya itu. Ia mendapati siluet seseorang di tengah kegelapan malam, sosok itu sedang berusaha merangkak naik ke arah balkon rumah diseberang, yaitu rumahnya Zoya. Matanya memicing guna memperjelas penglihatan, namun sayang kurangnya penerangan membuat ia kesulitan memastikan wajah orang tersebut.
Pikirannya kini dihantui berbagai macam prasangka. Ia teringat film psikopat yang baru saja ditontonnya tadi.
Jessie pun panik seketika. "Jangan-jangan maling, penyusup, atau mungkin pembunuh!" Gusarnya bermonolog heboh. Ia bergerak gelisah menerka-nerka kemungkinan besar yang terjadi.
Efek film yang barusan dia tonton masih sangat membekas. Apalagi ceritanya tadi tentang psikopat, jadi wajar kalau dia mendadak parnoan.
Setelah bergulat dengan imajinasinya, akhirnya ia memutuskan untuk turun kebawah dan menelpon polisi sebelum orang itu kabur. Sebelum turun ia menyempatkan diri melihat kerumah Zoya, dan orang itu terlihat hanya berdiri memperhatikan dalam.
Tiba-tiba saklar lampu menyala, lalu suara nyanyian happy birthday sayup-sayup terdengar ditelinga Jessie.
"Huffttt." Jessie menghela napas legah. "Kejutan ultah ternyata." Ujarnya mengelus dada, untung saja dia belum menelpon polisi.
Namun ia kembali dibuat keheranan karena sosok diseberang sana tidak masuk dan masih terdiam kaku di balkon kamar Zoya tanpa memberikan kejutan yang diperkirakan Jessie.
Jessie melirik jam pada ponselnya. "00:00. Zoya ultah?"
"Kenapa dia nggak masuk ngasih kejutan, atau jangan-jangan dugaan gue benar kalau orang itu psikopat yang sama kayak di film?" Dialognya pada diri sendiri. Kemudian tatapannya terus mengawasi gelagat orang tersebut, mewanti-wanti jika saja ada hal lain yang tidak diinginkan.
__________________________
"Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday my princess. Happy birthday Zendaya!"
Klik
Saklar lampu menyala, suara nyanyian happy birthday mengusik tidur Zoya. Ia mengerjap menyesuaikan matanya yang belum lama terlelap kini harus terbangun karena ulah kedua orangtuanya.
"Happy birthday, sayang!" Ucap Dona membawa kue ditangannya. Ia menghampiri Zoya dan memberikan sebuah kecupan hangat dikening sang putri.
Zoya tersenyum tipis dan balas memeluk sang Mama yang nampak sangat bahagia. Kemudian tatapannya teralih pada Ben dibelakang Dona.
Papanya itu tersenyum manis lalu memeluk putrinya dengan erat. Ia mengelus lembut rambut Zoya, mengalirkan ketenangan.
"Yaudah, sekarang kamu tiup lilinnya!" Titah Dona mengarahkan nampan berisi kue tersebut ke arah Zoya.
Ia melirik papanya, Ben mengangguk singkat. Zoya hanya bisa menghela napas, dadanya kembali terasa sesak.
"Yeeey!" Dona bertepuk tangan riang usai Zoya meniup lilin.
"Zendaya-nya mama sekarang udah besar. Bentar lagi mau masuk lulus SMA terus masuk universitas," ujarnya mengelus rambut Zoya dengan sayang. Zoya mencoba tersenyum manis meski hatinya perih.
"pah, lihat kan, anak kita sekarang udah besar" tanyanya meminta pendapat kepada suaminya. Ben mengangguk singkat dengan sunggingan senyum terpaksa.
Dona tambah senang karena suaminya setuju dengan pemikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang kosong di pojok Hati (SELESAI)
Teen Fiction[ Follow dulu, sayang 😉 ] Belum banyak pembaca beruntung yang menemukan cerita ini. Makanya jadilah yang pertama dan beritahu teman lainnya! Kisah ini mengandung bawang! 🏅Rank 3 #depretion 🏅Rank 1 #Danielle 🏅Rank 2 #malas 🏅Rank 3 #bodoamat 🏅Ra...