Nenek

71 19 0
                                    


Sangat. Kau pikir aku bahagia?
Baiklah, aku sangat bahagia.
Seperti emoticon smile yang muncul meski hati sedang patah.
Aku hancur, sangat.
Kau tanya apakah aku sedang bahagia?  Ya, tentu saja.
Apa lagi yang bisa aku katakan selain itu.
Jujur, percuma. Bohong juga sama saja.
Takkan ada yang peduli.....

Ruang kosong di pojok hati,
Jum'at, 23 Juli 2021

______________________________________

Tubuh rapuh itu terduduk lesu bersandar dibalik sebuah pintu kayu yang tertutup. Bahunya bergetar menahan tangis yang berusaha ditutupi dengan cara membekap mulut agar suara isakan tangisnya tidak terdengar.

Padahal sekarang dia hanya sendiri diruangan itu. Terbiasa mengurung air mata seorang diri membuatnya pandai meredam suara tangisannya.

Menangis lah gadis kuat. Jangan khawatir, lemahmu tidak akan ada yang tahu. Berteriak lah, kasihan hatimu tersiksa begitu teramat.

Ditempat ini dia berada. Tempat yang selalu menjadi ruangan favoritnya kala sedang susah dan sedih. Ruang dari setiap bercak luka yang menjadi saksi bisu perjuangan hidupnya.

Tengoklah, bahkan semua barang disana menyaksikan perjalanan kelam yang dilalui gadis malang itu.

Zoya menghapus jejak air mata diwajah dengan kasar kemudian berdiri mendekati sebuah lemari kecil milik sang nenek.

Ya, karena tempat favoritnya itu adalah kamar neneknya yang belum lama meninggal beberapa bulan lalu. Dia selalu menghabiskan waktu dikamar itu sekadar untuk mencari kehangatan yang tidak pernah dia dapatkan dari mamanya.

Tangannya bergetar terulur membuka laci atas dilemari kecil tersebut. Sebuah buku unik yang lebih mirip agenda dia keluarkan dari dalamnya.

Sebening kristal menyiram buku yang sudah sedikit berdebu dan nampak usang itu. Zoya membawa buku itu kedalaman dekapan, membayangkan itu adalah almarhumah neneknya yang sedang dia peluk.

"Zoe kangen, nek." Gumamnya memejamkan mata mencoba menghadirkan bayangan wajah neneknya. Begini saja sudah lebih baik.

"Untuk pertama kalinya Zoe ngerasa benar-benar sendiri, nek."

Zoya membuka bagian terakhir dari buku tersebut. Segaris senyum terbit di sudut bibirnya.

Foto itu mengingatkannya saat malaikat maut hampir saja menjemput dirinya. Dia tidak akan pernah melupakan momen itu.

Dalam foto, Wajahnya pucat, napas nya mulai terasa berat, genangan darah terlihat bagai lautan membasahi sekitar saking banyaknya. Dirinya nyaris mati kehabisan darah jika saja neneknya tidak datang diwaktu yang tepat.

Neneknya sangat panik saat menemukan sang cucu sudah terkulai lemas didalam bath tub dengan darah bercampur air memenuhi isinya.

Percobaan bunuh dirinya yang gagal. Namun hal aneh sedikit menggelitik jika diingat. Saat itu neneknya tidak langsung menelpon ambulance tapi malah memotret Zoya yang sudah hampir kehilangan nyawa.

Kejadian itu yang membuatnya terikat janji sampai sekarang.

"Kalau kamu mau bertemu sama nenek diakhirat nanti, kamu harus mati dalam keadaan sebaik-baiknya. Harus Husnul khatimah."

"Tapi nek,"

"Kamu memang tidak mendapatkan kebahagiaan didunia ini, tapi setidaknya jangan hancurkan kedamaian akhirat mu."

Nenek meraih wajah Zoya dan menatapnya dengan senyuman menenangkan.

"Janji Allah itu lebih nyata dari harapan kamu. Jangan buat Allah marah dengan menyia-nyiakan hidup yang dia berikan.  Ingat, Allah tidak membebani hamba-nya sesuai dengan kesanggupan."

Ruang kosong di pojok Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang