Die

80 14 2
                                    


Brukkk

"Astaghfirullahal'adzim, kakak!" Miranda terlonjak kaget melihat perlakuan putra sulungnya kepada sang adik. Dia pun bergegas mendekati Amora yang tersungkur di atas lantai setelah didorong oleh Nicholas.

Wajah cowok itu merah padam dengan napas memburu, ia tidak terusik bahkan dengan suara sang bunda yang tengah memarahinya karena memperlakukan Amora seperti itu.

"Apa ini, kenapa baju kalian penuh darah, siapa yang terluka?" Tanya Miranda panik setelah menyadari pakaian kedua anaknya berlumuran darah yang telah mengering.

Tak langsung menjawab, Nicho malah kembali menarik tangan adiknya dan memaksa untuk berhadapan, mengabaikan sang bunda. Miranda yang tidak tahu apapun jadi kebingungan dibuatnya, apalagi ketika melihat wajah putranya yang begitu murka sementara Amora dari tadi hanya bisa menangis tersedu.

Plakkkk

Sebuah tamparan melayang tepat dibagian pipi kanan Amora hingga bekas tangan yang memerah tercetak jelas. Miranda melotot terkejut dengan hal itu.

"NICHO, APA YANG KAMU LAKUKAN!" Sentaknya mendorong tubuh putra sulungnya, menatap tajam sang putra. Dia meraih tubuh Amora yang bergetar sesenggukan lalu mendekapnya untuk menghalangi tindakan Nicholas yang akan menyakiti putrinya lagi.

"Seharusnya dari dulu aku marahin dia, Bun," tunjuk Nicho pada Amora. "Anak ini lama-lama keterlaluan, sikapnya sama sekali gak mencerminkan manusia, persis seperti iblis!" Emosinya yang sudah dia tahan dari tadi akhirnya meledak.

"Nicho!" Peringat Miranda, dia tidak suka dengan nada bicara anaknya itu.

Napas Nicholas terdengar memburu, wajahnya memancarkan amarah sekaligus rasa kesal akibat perbuatan adiknya. "Dia emang pantas diperlakukan seperti itu." Sungut Nicholas.

"Tapi gak harus pakai tangan, Nicho." Sanggah Miranda masih belum tahu kejadian sebenarnya.

Cowok itu menatap wajah bundanya yang tidak senang. "Yang Nicho lakukan belum sebanding dengan apa yang dia perbuat hari ini, bunda." Ujar Nicho nge-gas.

Miranda mengernyit heran. "Apa maksud kamu?"

Nicholas menatap lekat manik mata sang bunda. "Darah ini," dia mengangkat bajunya untuk memperjelas noda pekat darah itu. "Dan itu," tunjuknya pada tubuh Amora. "Darah Zoya, Bun." Nadanya berubah sendu ketika menyebutkan nama Zoya.

Spontan Miranda melepaskan pelukan pada Amora dan langsung membekap mulutnya terkejut. Lirikannya tertuju pada Amora yang semakin menunduk dengan air matanya. Dia mengamati pakaian kedua anaknya, darah yang menempel bukan sedikit. Apa yang telah anaknya lakukan pada gadis malang itu?

"Ap-- apa yang terjadi dengan Zoya?" Tanyanya pada Nicholas.

"Bunda," cicit Amora mencoba meraih tangan sang bunda namun Miranda hanya ingin mendengar penjelasan dari sang putra ketimbang putrinya itu.

Miranda menarik kedua sisi tangan putranya tersebut supaya berhadapan dengannya. "Ada apa?" Tuntut nya.

Nicholas mulai menjelaskan dari awal dimana video yang disebarkan oleh Amora hingga Zoya dikeluarkan oleh pihak kampus. Dia juga menceritakan dengan rinci bagaimana dia bisa tahu semua itu dari Celo pacarnya Amora, kemudian bagaimana mereka mengikuti Amora dan Zoya hingga mereka mendengar semua percakapan Billy serta Amora yang ikut mendukung rencana Billy dan tentang kejadian ditempat haram tadi.

Terlihat bagaimana raut campur aduk kala Miranda menyimak penjelasan putra sulungnya itu. Kecewa, lebih tepat untuk menggambarkan semuanya.

"Kalau Celo gak ngasih tahu Nicho tentang perbuatan anak ini tadi, mungkin kejadiannya akan lebih parah dari ini." Kalimat terakhir yang Nicho ucapkan setelah menjelaskan semuanya panjang lebar.

Ruang kosong di pojok Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang