pengakuan

79 13 0
                                    


Keadaan semakin campur aduk dengan kehadiran Miranda dan kedua anaknya. Terasa canggung kala Dona dan Miranda bertatap muka setelah sekian lama, keduanya hanya terdiam saling pandang untuk beberapa detik hingga akhirnya Miranda tersadarkan ketika Amora mengeratkan pelukannya. Gadis itu meringkuk takut sebab pandangan menusuk dari belakang Alben yakni oleh Danielle terus tertuju padanya.

"Dona," suara Miranda memecah keheningan.

"Kita bicarakan ini nanti, Mira_"

"Mas," tegur Dona melirik Alben.

"Tapi ini bukan saatnya berdebat, Zoya sedang berjuang didalam sana." Tutur Alben terlihat gusar, dari tadi dia terus menatap pintu ruang operasi dengan lampu masih menyala pertanda operasinya belum selesai.

"Om Ben benar, mending sekarang kalian pergi dari sini." Suara Danielle terdengar lancang tapi Dani setuju dengan putranya tersebut sementara Elle berada di pihak lain, dia menegur putra bungsunya lewat delikan mata.

"Bunda udah cerita semuanya," semua pandangan tertuju pada Nicholas yang berdiri tak jauh dibelakang Amora dan Miranda.  Cowok itu sama sekali tidak terusik dengan perkataan Danielle barusan, dia bahkan mengabaikan raut tak setuju semua orang.

Cowok itu menatap papanya. "Tentang papa, aku, dan persahabatan kalian." Matanya menyapu pandang setiap orang hingga berhenti pada Dona.

Elle dan Dani memberikan respon yang sama menatap iba pada Nicholas, namun mereka memilih untuk diam menyimak semuanya. Nicholas berjalan mendekati Alben yang menunjukkan ekspresi aneh.

"Nicho minta maaf karena udah membenci orang yang selama ini rela berkorban untuk Nicho," ucapnya memancing reaksi heran bagi Danielle tapi haru bagi semua yang mengerti.

Alben menangkap arti tatapan diwajah putra sulungnya itu. "Papa, papa akan tetap jadi papa kamu." Ujar Alben menegaskan.

Nicholas tertunduk menahan kepedihan didalam dirinya kala mengetahui kalau dia terlahir tanpa seorang ayah. Alben mencengkram erat kedua sisi pundak cowok itu menguatkan.

"Papa udah maafin kamu. Papa ngerti kenapa kamu benci sama papa itu karena kamu sayang sama bunda, iyakan?" jelasnya lagi dan tanpa basa-basi lagi Nicholas menghambur ke dalam dekapan papanya seraya menggumamkan kata maaf berulang kali mewakili rasa penyesalannya.

Miranda tersenyum haru menyaksikan adegan tersebut, seharusnya dia melakukan ini dari dulu agar tidak timbul kesalahpahaman yang mendalam.

"Aku minta maaf," semua menoleh pada Miranda yang tengah melirik Dona dan Alben secara bergantian. "Seharusnya aku nggak menyembunyikan kebenaran ini dari anak-anak." Sesalnya untuk kesekian kalinya.

Alben mengangguk singkat. "Aku juga minta maaf soal hubungan_"

"Ben," tegur Miranda menggeleng cepat. "Kamu dan Dona memang ditakdirkan bersama, aku yang jadi penghalang hubungan kalian. Kalau saja_"

"Yang lalu biarlah berlalu." Potong Dona tak tega melihat wajah Miranda yang mulai memerah menahan tangis. Wanita itu mendekati Miranda lantas memeluknya.

"Kita bisa perbaiki semua dari awal." Bisik Dona dan hal itu lantas membuat hati Miranda ter-enyuh, dia pun membalas pelukan itu tak kalah eratnya sembari mengucapkan terimakasih dan maaf.

Danielle masih menjadi penyimak yang baik disana, dia tidak memahami permasalahan tersebut dan apa yang mereka bicarakan tapi dilihat dari raut semua orang nampak tersenyum haru. Begitupun kedua orangtuanya, Danielle melihat Elle menyeka setitik air mata dari ujung pelupuk matanya.

Miranda melepaskan pelukannya dari Dona, kemudian menoleh pada anak gadisnya yang masih bersembunyi dibelakangnya.  Gadis itu menggeleng kecil namun dengan isyaratnya Miranda mencoba memberikan kekuatan.

Ruang kosong di pojok Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang