Firasat

84 13 0
                                    


Brukkk

Lelaki tua itu menatap murka pada tubuh tak berdaya yang tergeletak didepan kakinya. Dua anak buahnya yang tadi mendorong Billy mundur seketika, membiarkan bocah itu tersungkur hingga nyaris mencium kaki tuan Andromeda.

"Dimana cucu saya?" Sinisnya pada orang-orang suruhannya.

"Nona Zoya sudah dibawa oleh teman-temannya ke rumah sakit, Tuan." Lapornya menunduk hormat.

Lelaki tua itu menghembuskan napas geram, pandangannya kembali menghunus Billy yang sudah hampir kehilangan kesadarannya akibat serangan bertubi-tubi. Tuan Andromeda berjongkok dan menarik paksa wajah pelaku yang melukai cucunya.

"Kamu harusnya tahu sedang berurusan dengan siapa." Desisnya tajam mencengkram kuat rahang Billy.

Cowok itu meringis sesaat. "Am--pun," lirihnya dengan sisa tenaga, wajahnya penuh dengan lebam serta darah akibat luka-luka bekas serangan Nicholas dan Celo tadi.

Tuan Andromeda lantas berdiri dan memposisikan dirinya untuk pergi, namun sebelum itu dia tidak akan membiarkan orang-orang yang terlibat bisa hidup dengan damai setelah mengusik cucu kesayangannya.

"Pastikan dia terkenal." Ucapnya namun lebih terdengar seperti perintah bagi orang-orang suruhannya.

"Baik tuan." Patuhnya.

"Dan robohkan pagarnya!" Sambungnya memberikan perintah.

"Baik tuan."

Sebuah majas, tetapi bagi ajudan dan bodyguard nya mereka paham apa maksud ucapan tuannya tersebut. Makna besar dibalik sebuah kalimat, semacam pujian namun terkadang tersembunyi tikaman mematikan. Yang jelas, dia tidak akan pernah mengampuni orang yang telah menyakiti hartanya.

_______________

"kok pulang sendiri, Zoya-nya mana katanya tadi mau sekalian dijemput?" Tanya Dona menyambut suaminya yang barusan datang. Dia tidak mengetahui kalau Alben diantar pulang oleh Jessie.

Lelaki paruh baya itu nampak bingung, dia harus memilih jawaban logis agar sang istri tidak ikutan khawatir. "Dia lagi pergi sama Amora," jawabnya tak berani menatap mata Dona, kentara sekali berbohong.

"Mas, jangan bohong," tampiknya menyadari gelagat Alben. "Mana Zoya?" Ulangnya bertanya.

Alben menghela napas panjang. "Beneran, Zoya tadi izin mau pergi sama Amora." Tuturnya mencoba meyakinkan.

Dona menggeleng. "Kita tahu hubungan mereka gak pernah akur, jadi mana mungkin_"

"Ma," potong Alben menatap sepasang mata Dona. "Bentar lagi Zoya pasti pulang." Jelasnya, padahal dia sendiri tidak tahu dimana keberadaan putrinya.

Terlihat gurat cemas diwajah wanita itu, jangan-jangan Alben tersinggung dengan ucapannya barusan. Tapi sungguh, dia sangat mencemaskan Zoya saat ini.

"Aku gak bermaksud mencurigai Amora, mas, tapi gak tahu kenapa dari tadi aku terus kepikiran sama Zoya. Aku takut dia kenapa-kenapa." Ujarnya gelisah.

Alben terdiam memikirkan ucapan istrinya tersebut, tak menyangka kalau intuisi seorang ibu terhadap anaknya begitu kuat. Dona juga merasakan apa yang sedari tadi Alben rasakan, kekhawatiran yang begitu jelas ditampakkan. Tapi Alben tidak boleh memberitahukan kalau anak mereka menghilang, bisa-bisa Dona menjadi drop. Dia harus terus menunggu kabar dari Danielle, semoga saja firasatnya itu salah dan Zoya dalam keadaan baik-baik saja.

Alben mengulas senyum paksa dihadapan Dona. "Kamu tenang aja, itu cuma perasaan kangen dari seorang ibu. Amora gak akan menyakiti Zoya,"

"Tapi, mas_"

Ruang kosong di pojok Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang