Alergi

113 20 0
                                    

Bukan putus cinta yang menyakitkan.
Dibenci orang tersayang mungkin lebih buruk dari sekadar kutukan

_Ruki_



Lamunan Zoya terusik saat merasakan  belaian pada kepalanya dari belakang. Ternyata Dona.

"Ngelamunin apa sih?" Tanyanya mengambil tempat di sebelah Zoya.

Zoya menggeleng singkat, dia merapatkan tubuhnya memeluk sang mama erat.

"Mama sayangkan sama aku?" Ujarnya tiba-tiba hingga membuat Dona terkekeh mengelus Surai rambut putrinya.

"Kamu kenapa sih sayang?" Selidiknya heran.

"Aku sayang sama mama."

Dona tersenyum manis balas membalas pelukan dengan tak kalah eratnya.

"Mama juga sayaaaaaang banget, sama Yaya."

Jlebbb, bak belati tak kasat mata. Zoya tersenyum miris, ia melukai hatinya sendiri dengan pertanyaan konyol itu. Dia masih saja berharap agar mamanya itu berkata sayang sambil menyebut namanya 'zoya' bukan Yaya ataupun Zendaya.

Dona melepaskan pelukannya memandang Zoya yang sedang berusaha menyembunyikan lukanya.

"Yuk makan, mama udah buatin makanan favorit kamu loh." Ajaknya.

"Mama duluan aja turunnya, nanti aku nyusul."

"Ya udah, tapi jangan lama-lama ya, keburu makanannya dingin."

"Iya ma."

Zoya memandang punggung Dona yang sudah menjauh. Tidak, dia tidak akan menangis lagi hanya karena masalah ini.

"Apa yang lo lakuin Zoe, sekuat apapun Lo berusaha tetap saja yang mama sayang itu Zendaya bukan Lo." Monolognya dengan diri sendiri.

Zoya tersenyum miris, setidak bergunakah itu hidupnya. Dalam hati ia ingin berteriak kencang mengatakan kalau dia itu Zoya bukan Zendaya. Kenapa semua orang ingin melenyapkannya.

Penderitaan Zoya mulai ia sadari ketika gadis itu menginjakkan kaki ke jenjang SMP. Betapa terkejutnya ia ketika mengetahui semua kalimat yang dahulu tidak pernah ia tahu artinya.

Ucapan-ucapan mamanya yang ingin melenyapkannya dari muka bumi, aib, benci, dan kesialan. Hatinya hancur setelah memahami makna dari semua itu.

Sakit. Adalah rasa yang pertamakali ia kenal. Dia tak menyangka kalau penderitaannya itu disebut rasa sakit. Zoya harus mengerti tentang rasa sakit di umurnya yang masih belia. Dan hal itu berkat ibunya sendiri.

Dari kecil Zoya sudah menyaksikan mamanya saat mengamuk.  Dia sering dipukuli, dicaci-maki, dan dihukum tidak diberi makan. Ben bilang mamanya memarahinya karena dia nakal, dan gadis itu hanya pasrah berjanji tidak akan nakal lagi.

Tapi meskipun dia sudah berusaha jadi anak yang baik perilaku Dona tetap tidak berubah. Dia masih sering mencaci-maki nya.  Zoya hanya bisa menangis sebab tidak ada yang bisa ia lakukan selain itu. Setelah kepergian Zendaya, Dona makin sering hilang kontrol. 

Zoya sering mengadu kepada Ben tentang perlakuan Dona kepadanya. Tapi papanya bilang kalau semua itu karena mama sedang sakit jadi dia harus memahaminya. Zoya harus merawat mamanya itu.

Zoya hanya mengangguk saat itu sebab ia tidak tahu penyakit jenis apa yang Ben maksud.

"Kamu harus janji sama papa, apapun yang terjadi semua demi kesehatan mama kamu," ujar Ben.

"Kamu mau mama tetap bahagia kan?" Sambungnya, Zoya mengangguk tanpa keraguan.

"Kalau begitu mulai sekarang kamu harus jadi Zendaya,"

Ruang kosong di pojok Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang