Berdiri diatas balkon menikmati semilir angin lancang yang berani menyapu wajahnya tanpa permisi. Kulit putih sebening kristal itu nampak begitu bercahaya diterpa sinar rembulan. Udara malam ini memberikan sedikit ketenangan ditengah badai yang menerpanya.
Hari yang berat ditengah rasa suka cita setelah kepulangan orangtuanya dari Singapura. Semesta masih sama, tak mengizinkan dirinya untuk merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya. Baru ditabur gula sudah diguyur asam lagi. Baru mau merekah sudah dipatahkan. Kapan sembuhnya ini hati?
Tinggal tiga hari lagi untuk menentukan semuanya. Tetap bertahan disini dengan luka atau pergi tanpa kata. Semuanya tidaklah mudah. Dia tidak menyangka kalau kakeknya itu orang yang sangat licik. Bagaimana kalau dia benar-benar datang kemari dan membuat mamanya semakin terpuruk.
Tidak, dia tidak boleh datang kesini. Kalau Dona tahu Zoya berhubungan dengan kakek dan neneknya, mamanya itu pasti akan sangat murka. Zoya tidak ingin Dona kembali membencinya. Tapi bagaimana ini, dia juga tidak mau tinggal bersama orang tua itu. Apa yang akan Zoya katakan pada Alben dan Dona? Mereka tidak akan pernah setuju Zoya jauh darinya.
Tuhan, kenapa jadi rumit begini. Tak bisakah kau mengizinkan percik bahagia hinggap di hati gadis malang ini. Danielle, dia sudah kehilangan sosok itu. Zoya benar-benar bingung sekarang. Siapa yang mau membantunya terlepas dari belenggu nestapa? Kirimkan malaikat mu, Tuhan.
___________
"Kemana kamu kemarin? Chat aku gak ada yang kamu balas satupun, ditelepon juga gak aktif. Aku khawatir tahu gak?"
Amora mengusung senyum manis menatap reaksi cowok dihadapannya ini sangat lucu jika sedang marah.
"Jawab, sayang, kamu ada masalah atau_"
"Sssttt," Amora menempelkan jari telunjuk ke bibir kekasihnya itu. "I'm oke, gak ada masalah sama sekali." Jelasnya.
"Terus kenapa handphone kamu gak aktif?"
Gadis itu menarik napas sejenak. "Itu dia masalahnya, handphone aku ketinggalan di rumah Bokap." Ujarnya dengan mimik sedih.
Cowok itu akhirnya bisa bernapas lega, ternyata hanya itu. "Ya udah, pulang kuliah nanti aku anter ngambilnya."
"Oke, makasih sayang." Sebuah pelukan dia hadiahkan kepada kekasihnya itu.
"Sayang,"
"Hm,"
Cowok itu nampak seperti berpikir untuk menanyakan hal ini, takut mood kekasihnya itu jadi buruk.
"Kenapa?" Tanya Amora yang penasaran.
"Apa gak berlebihan yang kamu lakukan ini,"
Sebelah alis Amora terangkat. "Aku meluk gini, berlebihannya?" Herannya.
Cowok itu menggeleng. "Bukan, tapi soal postingan kamu di sosmed."
Amora merubah posisinya yang tadi bersender jadi duduk tegak. Ia menatap cowoknya bingung. "Postingan apa maksud kamu?"
"Soal video adik kamu,"
"Video?" Sejenak Amora berpikir. "Aku gak pernah posting video_" astaga! Amora baru teringat tentang video Zoya dan Billy kemarin. Tapi dia tidak jadi meng-upload nya.
"Coba lihat," pintanya agar cowoknya itu memberikan ponselnya.
Benar saja, video itu sudah ter-upload di akun sosial media miliknya lengkap dengan caption dan tagar yang dia ketik kemarin. Tapi bagaimana mungkin, bukannya Amora sudah mengurungkan niatnya.
"Aku tahu masalah kamu sama Zoya, tapi untuk hal ini agak terlalu berlebihan menurut aku." Cowoknya itu menjelaskan.
Amora masih sibuk membaca komentar pada postingan itu. Banyak sekali hujatan terhadap Zoya. Adik tirinya sekarang menjadi bully-an warga sosial media. Biarlah, bukankah ini yang selama ini Amora inginkan. Melihat Zoya menderita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang kosong di pojok Hati (SELESAI)
Teen Fiction[ Follow dulu, sayang 😉 ] Belum banyak pembaca beruntung yang menemukan cerita ini. Makanya jadilah yang pertama dan beritahu teman lainnya! Kisah ini mengandung bawang! 🏅Rank 3 #depretion 🏅Rank 1 #Danielle 🏅Rank 2 #malas 🏅Rank 3 #bodoamat 🏅Ra...