'Alhamdulillah' kata yang tidak henti-hentinya ia gumamkan dalam hati. Setelah sekian lama, akhirnya kesabarannya membuahkan hasil. Terimakasih Tuhan, telah mengizinkan bibir pucat itu mengukir senyum kemenangan. Semoga kebahagiaan itu tidak bersifat sementara.
Sekali lagi ia menyeka air matanya yang tak berhenti mengalir. Bukan air mata duka, tapi air mata bahagia yang membantunya meluapkan perasaannya.
Menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan dengan perlahan. Dia sampai malu menatap dirinya sendiri dari balik cermin. Lihat, pantulannya saja seakan mengejeknya. Benar-benar aneh, dia sungguh tak mampu menutupi raut bahagianya.
Orang-orang bahkan menatapnya heran sebab sepanjang jalan dia terus tersenyum lalu menyeka air mata. Emosi yang tidak biasa bukan? Terlihat senang tapi menangis. Zoya lebih terlihat seperti orang gila hari ini. Mereka tidak tahu kalau itu air mata haru.
Berusaha menyadarkan dirinya, Zoya menepuk-nepuk wajahnya dan mencipratkan air seraya bergumam. "Sadar Zoe, Lo bisa dikira kesurupan."
Rautnya kembali berubah datar, namun tak bertahan lama sudut bibirnya terangkat ke atas seolah ada magnet yang menariknya. Apakah ini mimpi? Mamanya sudah menerimanya dan bahkan mau menyebutkan namanya. Rasanya benar-benar aneh, baru kali ini Zoya semangat menghirup udara segar.
"Kuliah Zoe, habis itu Lo bisa langsung pulang dan cerita banyak ke Mama." Ucapnya didepan cermin.
"Arhhh,, nggak sabar gue. Apa bolos aja ya?" Pikirnya.
Ia nampak menimang-nimang niat bolosnya, lalu dia terkesiap ketika hendak mengeluarkan ponsel disaku celana.
"Hp gue, dimana?" Paniknya baru sadar kalau ponselnya tidak ada bersamanya.
Ia meraih tas punggungnya yang diletakkan disamping wastafel untuk mengecek apakah ponselnya disana. Semua barang yang ada di dalam tas ia keluarkan. Nihil, ia masih belum menemukan handphone nya.
"Oh astaga!" Ia menepuk keningnya sendiri saat ingat sesuatu.
Dengan tergesa ia memasukkan kembali isi tasnya lalu berlari keluar menuju kantin tempat ia duduk sebelum kekamar mandi. Semoga aja handphone nya masih berada di sana.
Baru satu langkah ia keluar kamar mandi, tiba-tiba ada yang menariknya dan menyudutkannya ke dinding tepat di samping pintu masuk kamar mandi. Dengan spontan dia mengangkat tinjunya hendak memukul wajah pelaku.
"Kak Billy," kagetnya dengan kepalan tangan yang nyaris mengenai cowok itu. Jika saja Zoya tidak menyadarinya mungkin wajah Billy sudah biru lebam terkena bogem mentah.
Cowok itu juga sama terkejutnya hingga wajahnya terpaku menatap buku jari tunangannya itu yang terpampang jelas didepan matanya.
"Sorry kak, aku kira tadi siapa."
Billy berdeham singkat untuk mengembalikan raut cool-nya.
Mata Zoya berbinar sempurna melihat handphonenya ada ditangan cowok itu.
"Cari ini?" Tanya Billy.
"Kok bisa ada di kak Billy, makasih ya kak," tangannya langsung ditahan oleh cowok itu membuat Zoya sedikit terkejut.
Dia mendongak menatap Billy yang juga tengah menatapnya namun sangat aneh bagi Zoya. Pandangannya sangat intens, mata itu tidak seperti mata yang ia kenal hingga membuat Zoya sedikit gugup.
"Kak, handphonenya." Ujar Zoya berusaha menghentikan kontak mata. Ia meraih Handphone ditangan cowok itu tapi malah tangannya yang digenggam.
"Kamu nggak kangen sama aku?" Bisik Billy mencium punggung tangan Zoya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang kosong di pojok Hati (SELESAI)
Teen Fiction[ Follow dulu, sayang 😉 ] Belum banyak pembaca beruntung yang menemukan cerita ini. Makanya jadilah yang pertama dan beritahu teman lainnya! Kisah ini mengandung bawang! 🏅Rank 3 #depretion 🏅Rank 1 #Danielle 🏅Rank 2 #malas 🏅Rank 3 #bodoamat 🏅Ra...