baiklah

91 13 0
                                    

_
_
_

Brakkk

Seketika tubuh itu terpelanting mencium lantai dengan begitu keras hingga suara tulang beradu terdengar jelas membuat ngilu siapapun yang mendengarnya.

Tak berpikir panjang lagi, Danielle segera meraih tubuh sahabatnya yang telah terkulai lemas tak berdaya di dinginnya lantai tak jauh dari Rega yang sudah tersungkur tak berdaya setelah ditendang kuat oleh Danielle. Dengan rasa cemas tangan cowok itu bergerak cepat melepaskan ikatan tali tambang dileher Zoya yang nyaris merenggut nyawanya.

"Zoe, bangun Zoe," ia menepuk-nepuk wajah pucat sang sahabat melihat gadis itu sudah benar-benar tak berdaya. Matanya terpejam, dadanya bahkan tidak menunjukkan pergerakan aliran napas, begitupun tubuhnya yang kian melemah.

"Lo gak boleh kenapa-kenapa Zoe, please bangun," gumamnya dengan suara bergetar karena khawatir, kini fokusnya beralih meraih tangan kanan Zoya yang menggantung di samping tubuhnya. Dingin, itulah yang Danielle rasakan.  Cowok itu menggenggam erat tangan Zoya mencoba memberikan kehangatan sambil terus memanggil nama gadis itu.

Berulang kali ia mencoba untuk membangunkan Zoya tapi cewek itu tetap tidak merespon. Danielle pun beralih mengecek denyut nadi pada leher dan tangan Zoya, masih ada tapi sangatlah lemah. Jika ia membawanya ke rumah sakit dalam kondisi ini kemungkinan kecilnya tidaklah meyakinkan, yang terpenting dilakukan sekarang adalah pertolongan pertama dengan memulihkan kesadaran Zoya. Setidaknya sedikit respon bisa menjadi kelegahan Danielle. Dia tidak mau Zoya pergi meninggalkannya akibat keteledoran nya dan ketidaksabarannya.

Air mata cowok itu tidak bisa berbohong mengungkapkan betapa khawatirnya ia melihat keadaan gadisnya tampak mengenaskan seperti ini akibat kelalaiannya lagi. Untuk sesaat Danielle menyalahkan dirinya yang tak becus menjaga orang yang paling dikasihinya. Tak bisa dibayangkan jika sedikit saja tadi ia terlambat datang dan memilih mendengarkan ucapan Bruno untuk menunggu polisi, entah apa yang akan terjadi pada Zoya. Danielle tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri.

"Zoe, please," cowok itu terlihat frustrasi, ia memeluk erat tubuh Zoya meminta supaya gadis itu mau mendengarkannya dan membuka matanya.

"Hhh," helaan napas berat menghentikan tangis Danielle. Segera ia menciptakan jarak agar dapat melihat wajah Zoya. Dan benar saja, tak lama kemudian seakan mendapatkan kesempatan, perlahan-lahan Zoya kembali menunjukkan tanda-tanda akan sadarnya. Matanya mulai membuka meski sayu nan berarti membuat Danielle tersenyum legah penuh rasa syukur.

"A__aaa" mulutnya terbuka perlahan namun kesulitan berbicara jadi terbata-bata.

Danielle mengangguk singkat seakan paham maksud Zoya. "It's oke, sekarang gue ada disini," ucapnya. 

Namun kening cowok itu mengernyit melihat raut Zoya yang aneh. Sesaat bola mata gadis itu membesar sehingga Danielle pun kembali dibuat khawatir.

"Ada apa Zoe?" Tanyanya kebingungan. Tapi mulut  Zoya masih tetap mengatakan 'a' sembari bola matanya bergerak kesana kemari seperti memberikan isyarat yang Danielle tak mengerti. Melihat lirikan mata gadis itu semakin cepat dan suaranya terdengar sama sarat akan peringatan membuat kening Danielle semakin berkerut kebingungan sekaligus cemas akan kondisi sahabatnya itu.

Tak ingin dilanda rasa penasaran akhirnya cowok itu memutuskan untuk mencaritahu sendiri dengan mengikuti arah pandang Zoya. Akan tetapi belum sempat menoleh tiba-tiba Danielle mendapatkan serangan tak terduga dari arah belakangnya.

"JANGAN!" Teriakkan Zoya pun menggema bersamaan dengan hantaman sebuah kursi kayu yang tepat mengenai tulang tengkorak belakang kepala Danielle membuat cowok itu seketika membeku ditempatnya.

Ruang kosong di pojok Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang