Bye

202 11 0
                                    


"Hai semuanya!" Gadis itu menampilkan senyum terbaiknya sembari melambaikan tangan, menyapa orang-orang yang kini tengah memperhatikannya dengan suasana hati hancur. Berbanding terbalik dengan apa yang ditampakkan gadis itu. Ekspresi wajahnya begitu ceria hingga menguak aura positif yang jarang diketahui  oleh banyak orang.

Hembusan napasnya menyiratkan betapa ia sedang berusaha untuk berada dititik ini, menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya agar tersampaikan langsung kepada semua orang tanpa terkecuali.

"Perkenalkan, nama gue_ em, sorry, " kalimatnya terhenti untuk memperbaiki gaya bahasa ke yang lebih sopan."Namaku, Zoya Haifa elgrice. Mungkin dari kalian sudah ada yang mengenalku." Ucapnya mulai memperkenalkan diri se-ramah mungkin.

Vibes positifnya membuat sebagian orang yang telah mengenal gadis itu jadi terkejut. Pasalnya Zoya yang mereka kenal tidak pernah tersenyum sedikitpun, tapi kali ini berbeda.

"Sorry, aku lancang buat video ini tanpa sadar diri." Gadis itu terkekeh kecil.  " I know, aku emang bukan siapa-siapa dan gak terlalu penting juga buat kalian tahu siapa aku. Aku cuma mau minta tolong ke kalian untuk stay sebentar." Mohonnya meminta atensi.

"Bukan untuk sok ngartis, sok hits, atau apalah itu." Tuturnya merasa tak pantas. "Tapi kalau kalian gak keberatan, aku mau berbagi sedikit kisah tentang kehidupanku." Ia menjeda ucapannya sejenak untuk menghela nafas. "Ya, juga terutama masalah psikososial yang membuatku sering berniat mengakhiri hidupku sendiri."

Hening, kaget, dan shok, mendengar pernyataan gadis itu. Mereka tak menyangka jika hal mengerikan itu yang dialami Zoya. Mereka pikir gadis itu hanya seorang introvert, antisosial sewajarnya tak menyangka kalau dia memendam sesuatu dari sikap dinginnya.

Semua orang mulai tertarik mendengar kisah Zoya, tatapan mereka memancarkan simpati dan tertarik untuk mendengarkan curhatan seorang gadis yang selalu menutup diri dari lingkungan itu. Melihat raut dan pandangannya seolah memancarkan luka mendalam, tak urung semua orang kini memperhatikannya dengan iba.

Situasi seperti inilah yang Zoya benci, terasa seakan ia adalah orang paling lemah dimuka bumi ini. Tetapi untuk saat ini dia akan mengabaikan semuanya dan tetap fokus pada tujuan awalnya.

Gadis itu berdeham singkat sebelum melanjutkan ceritanya. "Sebagai seorang anak kita seharusnya memberikan kebahagiaan untuk kedua orang tua kita." Ia mulai membuka ucapannya dengan kalimat sendu. "But i can't. Failed!" Gadis itu menggeleng lemah. "Aku gagal jadi salah seorang anak itu." Lanjutnya.

"Alih-alih memberikan kebahagiaan, aku malah sering menyakiti orang-orang terdekatku. Terutama Mama, kemudian papa, sahabatku, semuanya. Aku selalu saja melukai mereka." Tuturnya menghadirkan reaksi prihatin.

Gadis itu membuang napas sejenak. "Mama dan papa telah melewati berbagai macam hinaan karena aku. Bahkan cercaan itu dimulai semenjak kelahiranku."

"Tapi apa yang bisa aku lakukan? aku gak bisa berbuat apa-apa untuk membantu mereka. Bukannya kesenangan, yang ada penderitaan terus-menerus aku hujamkan pada mereka." Matanya mulai berkaca-kaca namun sekuat mungkin Zoya menahannya. Dia tidak ingin terlihat lemah saat ini, sudah banyak yang ia lalui dan dia harus kuat.

"Maafin aku ma, pa." Gadis itu menatap lurus kedepan. "Aku pikir dengan caraku sendiri, aku bisa menjadi anak yang berguna bagi kalian. Ternyata tidak," lirihnya tersenyum pahit. "Kalian emang gak beruntung memiliki anak seperti ku."

Zoya menelan ludah susah payah untuk menetralkan sesaknya. " Wajar kalian membenciku tapi apa salahku ma? Pa? Aku gak minta terlahir ke dunia ini untuk nyakitin kalian semua." Imbuhnya.

Ruang kosong di pojok Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang