"Bikin apa, sayang?"
Zoya menoleh pada mamanya yang baru datang ke dapur.
"Nasi goreng spesial, ala chef Zoya." Ujarnya sumringah.
"Wih, anak Mama udah bisa masak ternyata," celetuk Alben ikut bergabung dengan obrolan mereka.
"Iya ya, belajar sama siapa, sayang?" Dona juga baru menyadari hal itu. Seumur-umur baru kali ini mereka melihat Zoya masak menu lain selain mie instan.
Gadis itu hanya cengar-cengir. "Bisa dong, selama kalian di Singapura aku belajar masak, lah." Jawabnya.
"Siapa yang ngajarin?" Heran Alben.
"Sendiri, lihat YouTube." Jelasnya.
"Hebat, anak papa emang calon istri idaman." Bangganya.
"Siapa dulu dong, Mamanya." Sombong Dona tak kalah bangganya.
"Kenapa jadi lomba puji memuji, sih." Ucap Zoya menggeleng heran.
"tahu nih, papa kamu."
"Loh, kok jadi nyalahin papa sih, ma?" Protes Alben tak terima.
Dona mengabaikan celotehan suaminya itu dan lebih memilih membantu putrinya menyusun tataan nasi goreng itu ke wadah Tupperware yang sudah disediakan.
"Kamu mau ngasih ini ke Danielle?" Tebak Dona.
Zoya mengangguk singkat. "Sebagai permintaan maaf aku," jelasnya.
"Maaf? Kamu berantem sama Danielle?" Sahut Alben tak sengaja menguping pembicaraan mereka.
"Biasalah," ujar Zoya.
Alben mengangguk paham. Lagipula itu bukan masalah besar yang harus diperhatikan, mengingat dari dulu Zoya dan Danielle juga sering berantem gara-gara saling jahil. Persis kucing dan anjing.
Zoya memperhatikan kotak nasi yang sudah tertutup itu.
"Ingat, dalam persahabatan nggak ada kata gengsi!" Tutur Dona.
"Iya, Ma." Dia mengangguk setuju.
Zoya membawa kotak nasi tersebut dengan perasaan berharap semoga setelah ini hubungannya dengan Danielle bisa membaik seperti dulu lagi.
Getaran ponsel disaku celana mengalihkan lamunannya. Segera ia mengecek panggilan yang masuk.
"Apa?" Bentaknya pada orang diseberang telepon hingga Alben dan Dona yang sedang berbincang menoleh pada putrinya itu.
"Sayang, aku mau minta maaf soal kejadian di depan WC kemarin,"
Suara menyesal Billy membuat gadis itu memutar bola matanya.
"aku nggak mau bahas itu sekarang."
"Please, Zoya, aku beneran khilaf. Saat itu aku nggak sadar_"
"Lo mabuk?" Kali ini tata cara Zoya berganti Lo-gue.
"Dengerin aku dulu, kita ketemuan hari ini, bisa?" Pinta Billy.
Tiba-tiba rencana Zoya terpikir mengingat bagaimana saran yang diberikan Dona kemarin. Mungkin ini saat yang tepat untuk mengakhiri pertunangan mereka. Zoya tidak bisa terus-terusan bertahan dalam hubungan yang membuatnya tidak nyaman.
Apalagi semenjak pertunangan itu Zoya sadar kalau dia makin berubah, terutama kepada orang-orang disekitarnya. Dia bahkan menjauhi keluarga Holland hanya demi Billy.
Dulu dia terpaksa bertahan dengan cowok itu karena alasan Dona. Dia hanya ingin berbakti dan membahagiakan mamanya. Tapi sekarang setelah bisa berpikir jernih, Dona lepas tangan. Wanita itu memberikan semua keputusan pada Zoya. Dia akan mendukung semua keputusan anaknya itu asal Zoya bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang kosong di pojok Hati (SELESAI)
Teen Fiction[ Follow dulu, sayang 😉 ] Belum banyak pembaca beruntung yang menemukan cerita ini. Makanya jadilah yang pertama dan beritahu teman lainnya! Kisah ini mengandung bawang! 🏅Rank 3 #depretion 🏅Rank 1 #Danielle 🏅Rank 2 #malas 🏅Rank 3 #bodoamat 🏅Ra...